Gunung Sindoro Via Alang-Alang Sewu (Pajero)
Manusia hanya bisa berencana dan mengusahakan apa yang telah
dorencanakan. Selebihnya, biarlah Tuhan yang menentukan. (Baca: Rahasia Ilahi: Misteri Kegagalan) Itulah yang
terjadi pada petualangan kali ini. Aku dan temanku, berencana ingin muncak ke
Gunung Sumbing via Bowongso. Singkat cerita, kami berdua berangkat dari
Kartasura (Sukoharjo) pada hari Sabtu pukul 03.00 WIB. Kenpa sepagi itu? Ya,
karena dari informasi yang kami dapatkan di internet, jalur Bowongso trek nya
agak panjang, dan karena kami (utamanya aku) memang tipe pendaki pemula yang
amat tidak nyaman dengan perjalanan yang terkesan terlalu di oyo, lebih
suka yang santai (dan karena memang
fisiknya gak bisa diajak cepat-cepat).
Berangkat pukul 03.00 WIB, kami berhenti di SPBU di daerah
perbatasan Temanggung untuk sholat Subuh. Pukul 05.30 an kami sudah masuk
daerah Wonosobo. Cuaca agak mendung memang, tapi kegagahan dua gunung
(Sindoro-Sumbing) tetap bisa kami saksikan. Perjalanan mulai agak tidak lancer
begitu sudah mulai mencari BC Bowongso yang ternyata memang aksesnya masih agak
sulit (menurut kami). Beberapa kali nyasar, akhirnya kami sampai di BC (Base
Camp)Bowongso. Tapi, ada situasi yang aneh saat itu, kenapa aneh? Karena
kami tidak melihat satu pun manusia yang ada di BC ini, bahkan pintunya pun
tertutup. Setelah saya parkir motor, dan menunggu sebentar. Pintu warung yang
ada di BC pun dibuka oleh seorang mbak-mbak. Merasa ada yang bisa kami tanyai,
aku pun bertanya: “Ndak ada yang nanjak ya mbak?”. Kemudian pertanyaan itu
dijawab singkat “ndak ada mas, kan tutup”. Aku pun saling pandang dengan
temanku, “tutup?”. Tutup mbak? Tanya temanku memastikan. “iya mas, tutp sampai
bulan depan.” “Lhoh, kog di internet gak ada infonya ya mbak.” Sanggah
temanku, dan kemudian mbak nya pun bilang kalau di Instagram sudah ada info bahwa
Sumbing via Bowongso tutup.
Kecewa? Jangan ditanya. Tapi apa ya harus berlarut-larut? Ndak kog,
karena kami putuskan untuk pindah ke gunung sebelah. Sindoro? Iya, Sindoro.
Meskipun kata mbak nya tadi Sumbing selain jalur Bowongso masih dibuka. Tapi karena
niat awal kami Bowongso, ya sudah kami putuskan tidak jadi mendaki Sumbing pada kesempatan ini. Sindoro?
Yups, Sindoro saja. Via mana? Nyoba jalur yang baru saja, mana? Sindoro via
Alang-alang Sewu. Oke, fix. Meluncur.
Sebenarnya saat perjalanan menuju BC Alang-alang Sewu kami juga
harap-harap cemas. Kenapa? Ya karena saat itu memang cuaca sedang tidak
bersahabat, konsekuensinya banyak jalur-jalur pendakian gunung yang ditutup.
Nah, takutnya yang jalur Alang-alang Sewu Gunung Sindoro juga ditutup. Tapi
ternyata kekhawatiran itu tak terbukti, karena BC Alang-alang Sewu hari itu
buka.
Saat itu, di BC Alang-alang Sewu juga ada rombongan dari Jakarta
yang terdiri dari 6 orang. Rombongan baru mau naik atau sudah turun? Alhamdulillah
mereka baru hendak naik. Setidaknya kami yang cuma bisa bareng dengan
mereka.
![]() |
BaseCamp Alang-Alang Sewu |
Kami putuskan untuk mulai perjalanan pukul 09.00 WIB. Oh ya, Gunung
Sindoro via Alang-alang Sewu ini terdiri dari 3 Pos. Dari BC Alang-alang Sewu
sampai ke Pos 1 estimasi perjalanannya sekitar 1,5 jam. Namun, bagi pendaki
yang ingin menghemat tenaga, ada ojek yang bisa mengantarkan sampai batas
vegetasi atau batas akhir ladang warga.
![]() |
Ladang Warga, BC menuju Pos I |
Kami berdua berangkat terlebih dahulu meninggalkan rombongan yang
dari Jakarta yang memang berencana naik ojek untuk sampai Pos 1. Di tengah
perjalanan, kami sempat berbincang dengan salah seorang petani yang ada di
ladang, seorang bapak-bapak. Percakapan awal ya sekedar basa-basi tanya dari
mana dan kami pun juga bertanya-tanya kepada si bapak. Tapi kemudian bapaknya bertanya
“cuma berdua saja mas?”, “nggih pak, namung tiyang kalih niki, lak mboten
nopo-nopo nggih pak? (iya pak, cuma berdua saja, kan tidak apa-apa ya
pak?”. “Nggih mas, mboten nopo-nopo, penting tetep sopan ae, namine ae ten
gunung, tapi saene jane ampun namung tiyang kalih, njih njagani menawi enten
nopo-nopo yen tiyang kathah kan sekeco (Yam as, tidak apa-apa, penting
tetap sopan, namanya juga di gunung. Tapi yang baik seharusnya tidak cuma
berdua, ya jaga-jaga semisal ada apa-apa kalau orang banyak kan lebih nyaman.”
Singkat cerita, kami berdua pun pamit untuk melanjutkan perjalanan, sambil kami
membahas apa yang disampaikan bapaknya tadi.
Bismillah, lancer dan selamat sampai balik besok. Amiiin.
![]() |
Gubuk di Salah Satu Ladang Warga |
Belum sampai Pos 1, tiba-tiba hujan turun. Mau pakai jas hujan,
tapi kog malas ya, akhirnya kami berdua berteduh di salah satu gubuk
yang ada di ladang. Sambil nunggu hujan reda, kami pun membuat kopi dan sarapan
dulu.
![]() |
Gapura Batas Ladang Warga dengan area Vegetasi |
Tak begitu lama, hujan pun mulai reda. Kami memutuska melanjutkan
perjalanan. Bagaimana kondisi treknya? Seru. Seru bagaimana? Ya, bukan
jalur yang memanjakan, tapi juga tidak terlalu menegangkan (meskipun
menegangkan di sini juga relatif ya). Estimasi BC – Pos 1 adalah 1,5 jam, dan
kami pun sampai Pos 1 sekitar pukul 11.00 WIB. “Lembah Kesunyian, 1755 Mdpl”.
Istirahat sebentar. Oh ya, di Pos 1 ini kami berdua mulai bergabung dengan
rombongan yang dari Jakarta, dan sampai perjalanan ke puncak, kamipun selalu
bersama. Jadi, ada delapan personil.
Setelah
cukup istirahat, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pos II. Trek nya?
Seru, ada beberapa pohon yang tumbang yang mengharuskan kami untuk melompat
atau merangkak semerangkak-merangkaknya untuk melewati itu. Ya, kalau tingkat
kengerian trek tertinggi 100, di trek ini 50 lebihlah ya
nilainya. Sejauh ini masih teratasi dengan baik. Hingga akhirnya kami
dikejutkan dengan adanya trek yang longsor, dan nampaknya longsoran itu
masih baru. Lalu? Ya kami saling bantu untuk bisa melewatinya.
Jalur Longsor, antara Pos I menuju Pos II |
Singkat cerita? Sampaikah kami di Pos II? Alhamdulillah lancar
sampai Pos II. “Lembah Katresnanan, 2062 Mdpl.” Di Pos ini istirahat? Ya
iyalah, sambil merenung. Kenapa di Pos I Lembah Kesunyian, kemudian di Pos II
Lembah Katresnanan. Adakah makna filosofinya? Sebentar, bisa jadi memang untuk
mencapai satu kecintaan, kita harus dihadapkan pada kesunyian yang notabene nya
itu pedih. Ah apa iya? Ya, bisa jadi.
Dua pos terlalui, dua pos yang sama-sama tidak ada shalternya.
Kira-kira pukul 15.00 kami ada di Pos II. Oh ya, sebelum Pos II ada
sumber mata air. Letaknya 100 meter dari jalur pendakian dengan trek yang
lumayan landai. Kami putuskan makan siang di sini, sambil mengisi tempat minum
kami yang sudah kosong.
Kami
agendakan nge-camp di Pos III saja, karena jika kami mendirikan tenda di
Pos III, maka summit nya akan teramat jauh. Akhirnya, setelah kami rasa
cukup istirahatnya, kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju Pos III. Dari Pos
II ke Pos III, menurut peta yang kami dapatkan merupakan trek yang
berat, dan memang pada kenyataannya demikian. Ditambah lagi, ada semacam pohon
yang merambat yang menutupi jalan. Satu-satunya cara yang bisa kita tempuh
adalah harus merangkak di bawah rerumpunan yang menyisakan ruang sekitar 30 cm.
Beberapa dari kami merangkak terlebih dahulu tanpa carrier. Begitu sampai
satu persatu cerrier dioper melalui celah tadi, setelah semua carrier
berhasl melewati terowongan semak belukar tadi. Giliran kami yang mulai
merangkak satu persatu. Finally? Istirahat bentar, mengatur nafas dan mengumpulkan
tenaga.
![]() |
Semak Belukar di Jalan antara Pos II menuju Pos III |
Cuaca kurang bersahabat ketika hari menjelang sore. Kabut mulai
turun dan angin semakin kencang. Jalurnya beneran berat? Sebenarnya jalur
Alang-alang Sewu ini trek nya stabil, stabil menegangkan dan stabil
tidak memanjakan. Dan karena memang tenaga telah terkuras dari awal, jadi yaw
ajar kalau kemudian diperjalanan menuju ke Pos III terasa lebih berat.
![]() |
Pos III dengan Latar Belakang Gunung Sumbing |
Memanfaatkan sisa-sisa tenaga, tiba-tiba salah seorang teman
berteriak “Pos III”. Penasaran juga, kalau Pos I Lembah Kesunyian, Pos II
Lembah Katresnanan, Pos III apa ya? Rasa lega sampai Pos III ternyata tidak
lama, karena kabur semakin tebal dan angin semakin kencang, badaikah? Nampaknya
iya. Dalam benak hanya terpikir secepatnya mendirikan tenda. Tapi, tak ada
pepohonan tinggi, hanya tanah lapang yang kami temukan di Pos III. Lha mau
mendirikan tenda dimana? Entah, kami hanya terdiam sambil meringkuk menahan
dinginnya badai. Sudahlah, kami putuskan diam dulu saja, sebelumnya akhirnya
ada seorang teman yang mengajak saya mencari tempat untuk mendirikan tenda. Ada
rombongan lain? Tidak, hanya ada rombongan kami.
Bersambung
...
Salatiga,
26 Maret 2018, 11.03 WIB
0 Response to "Gunung Sindoro Via Alang-Alang Sewu (Pajero)"
Post a Comment