Ketidakterdugaan Part III: Dosen Yang Tak Terduga
Masih tentang “ketidakterdugaan”. Ya, kesimpulan sebelumnya adalah
ketidakterdugaanlah yang menjadikan hidup ini lebih menarik, yang itu juga
berlaku pada orang yang menarik adalah orang yang tidak terduga. (Baca: Memaknai Ketidakterdugaan Part I dan Memaknai Ketidakterdugaan Part II) Dalam
tulisan ini saya akan bercerita sedikit tentang pengalaman seorang teman saya,
sebut saja Angga.
Angga ini adalah mahasiswa Pascasarjana di salah satu universitas
di kota Malang. Suatu hari, Angga sedang mencari buku di perpustakaan kampus,
ketika sedang asyik mencari buku tiba-tiba ada bapak-bapak yang bertanya pada
dia “nyari buku mas?”, “iya pak” jawabnya. Kemudian Angga mendapatkan
pertanyaan lagi “kuliah di sini ya? Semester berapa?”, Angga pun menjawab “iya
pak, ini semester akhir”. Kemudian gantian Angga yang bertanya, “bapak juga
kuliah di sini?”, sambil tersenyum bapak tadi menjawab “tidak”. Kemudian Angga
mengejar bapak itu dengan pertanyaan lagi, “owh, apa karyawan di sini pak?”, pertanyaan
itu tidak memperoleh jawaban selain senyuman dari si bapak yang saat itu memang
terlihat sangat sederhana pakaian dan penampilannya.
Kemudian, suatu hari ketika Angga ini sedang menunggu dosen
pembimbing Tesis, ia melihat si bapak yang menanyai dia di perpustakaan, dan
betapa kagetnya dia setelah tahu ternyata bapak yang ia temui itu adalah dosen
di pascasarjana tempat ia kuliah. Bahkan tidak hanya dosen, tapi juga menjadi
Sekretaris Jurusan di program Doktor di Universitas itu.
Mengapa saya perlu menceritakan itu? Ya, karena saya merasa memang
begitulah menariknya ketidakterdugaan. Saya tidak bermaksud fokus pada Angga
yang salah menduga bapak Dosen itu, tapi yang perlu saya fokuskan di tulisan
ini adalah sosok yang tidak terduga seperti bapak Dosen dalam tulisan ini. Jauh
sebelum saya mendengar pengalaman si Angga tentang bapak Dosen tersebut, sebut
saja pak Ahmad. Saya sudah kagum betul dengan sosok beliau, dan nampaknya
kekaguman saya ini lagi-lagi berangkat dari unsur ketidakterdugaan yang
ditampilkan pak Ahmad. Pertama, beberapa kali saya melihat pak Ahmad naik motor
ketika ke kampus; kedua, pak Ahmad ini tidak sungkan jika harus makan di warung
yang notabene nya itu hanya warung bambu di samping jalan raya, dan
banyak sekali mahasiswa yang nongkrong di warung itu; ketiga, selalu ramah pada
siapapun termasuk pada mahasiswa yang sedang di warung makan. Sebenarnya, uraian
saya itu belum mewakili poin kekaguman saya pada bapak Ahmad ini, jadi
sebetulnya sosok pak Ahmad tidak amat simpel seperti uraian saya di atas. Selain
itu, sebenarnya masih banyak sekali poin-poin yang bisa saya sebutkan dari
kemenarikan pak Ahmad, tapi karena untuk menyngkat tulisan ini saya cukupkan
tiga poin saja.
Jadi, tiga poin di atas – setidaknya – menurut saya masuk kategori
ketidakterdugaan dari seorang Dosen yang sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Jurusan
Program Doktor di Universitas yang ternama. Naik motor ketika ke kampus, saya
yakin bukan berarti beliau tidak punya mobil, tapi justru karena punya mobil
dan ternyata masih mau naik motor itu menurut penilain pribadi saya kog hebat
sekali. Bahkan ketika beliau naik motor pun penampilannya sangat sederhana. Kemudian
makan di warung depan kampus. Ya, karena kampusnya terbilang baru, jadi belum
ada kantin di dalam kampus, adanya cuma warung bambu di depan kampus yang
teramat sangat sederhana. Oke, kalau cuma marung kiranya tidak terlalu
mengagumkan, tapi tidak hanya itu, ketika di warung, pak Ahmad tidak sungkan
atau jaga image dengan tidak mau bercengkrama dengan para mahasiswa,
bukan. Justru beliau sangat ramah dan friendly banget pada para mahasiswa.
Dan ini terkadang justru bertolak belakangan dengan beberapa karyawan yang
sering terlihat angkuh di depan mahasiswa. Ya, keramahan pak Ahmad ini saya
rasa di luar rata-rata dari beberapa dosen yang pernah saya temui. Termasuk dalam
aspek humornya sangat tinggi.
Jadi, bukanlah hal yang keterlaluan jika Angga yang memang belum
tahu siapa pak Ahmad ini kemudian sampai bertanya tentang apakah pak Ahmad itu
karyawan di kampus. Ya, karena memang secara penampilan bapak Ahmad tidak
terlihat sebagai dosen yang juga menjabat. Atau begini, karena banyak sekali
karyawan yang juga berpenampilan rapi, apalagi karyawan di kampus Pascasarjana,
maka menganggap bapak Ahmad sebagai bagian dari karyawan ini juga bukan hal
yang salah.
Sebenarnya beberapa kali saya menemukan sosok seperti pak Ahmad ini,
bahkan ada itu salah satu Guru Besar yang memang ketika pertama kali saya
melihat tidak menyangka bahwa beliau adalah salah satu Guru Besar yang dimiliki
Universitas Islam Negeri yang namanya sangat diperhitungkan. Sederhana, ramah
pada siapapun, tidak pernah jaga image, dan sangat friendly. Setidaknya
itulah poin keidakterdugaan dalam tulisan ini. Dan memang pada akhirnya saya
katakan bahwa dunia ini adalah dunia dengan penuh ketidakterdugaan, tinggal
kita kemudian apakah mau menjadi bagian yang terduga itu atau tidak. Dan saya
kira para pembaca pun pernah bertemu dengan sosok yang tidak terduga, yang membuat
kita pada akhirnya berkesimpulan bahwa sosok itu sangat menarik bagi kita,
entah menarik untuk diperhatikan atau setidaknya menarik untuk bisa kita
ceritakan dari waktu ke waktu.
Kunjungan di CRCS UGM (01/12/2014) |
Kesimpulannya? Tidak ada kesimpulan dari saya, jadi silahkan para
pembaca simpulkan sendiri tulisan saya ini. Itu pun jika tulisan saya ini mudah
dipahami, tapi jika anda tidak dapat menyimpulkan, maka itu bukan salah anda,
tapi salah saya yang kurang baik dalam penyampaian tulisan ini, dan karena kekurangan
itu mohon maafkanlah. []
Kartasura,
25 Agustus 2017, 09.53 WIB
0 Response to "Ketidakterdugaan Part III: Dosen Yang Tak Terduga"
Post a Comment