Pendidikan Pluralisme Gus Dur dan Tipologi Buku
Beberapa minggu yang lalu, saya menulis tentang konsep pendidikan
pluralisme Gus Dur (silahkan baca: Pendidikan Pluralisme Gus Dur dan Kekinian). Tulisan tersebut sengaja saya awali
dengan menceritakan pertanyaan dosen penguji skripsi yang mempertanyakan terkait
dengan ada atau tidaknya buku karya Gus Dur yang khusus membicarakan tema
tentang konsep pendidikan pluralisme. Memang, pertanyaan itu sempat membuat
saya terdiam sejenak, karena memang tidak sekali pun terlintas dalam benak saya
saat itu akan mendapatkan pertanyaan itu. Tapi, keterdiaman saya itu tidak
berlangsung lama, karena - entah
terilhami dari mana – saya memberikan jawaban bahwa memang secara khusus Gus
Dur tidak mempunyai buku yang khusus membahs tentang pendidikan pluralisme. Akan
tetapi, ketidakadaan tersebut bukan berarti menegaskan jika penelitian saya
saat itu tidak memiliki sumber data pokok yang jelas. Karena, lanjut sanggahan
saya, di dalam tulisan-tulisan Gus Dur, terdapat gagasan-gagasan Gus Dur
tentang pendidikan pluralisme.
Memang, jika diperhatikan lebih seksama, dalam buku-buku atau
tulisan-tulisan Gus Dur yang belum terbukukan, semuanya tidak ada yang
berbentuk “buku akademis”. Dalam arti buku yang memang memuat satu
bahasan yang sistematis. Katakanlah terkait dengan pendidikan pluralisme,
beliau yang dikenal sebagai Bapak Pluralisme tidak pernah menulis satu buku
yang di dalamnya dibahas tentang pendidikan pluralisme dari ontologi,
epistemologi dan aksiologi secara runtut bab per-bab. Melainkan semuanya
berbentuk artikel-artikel yang meskipun ketika dibukukan nampak ada tema-tema
tertentu, namun tetap saja tidak ada sistematika buku yang runtut yang kemudian
saya menyebutnya sebagai “buku akademis”.
Sebenarnya, jika berbicara tentang buku. Setidaknya sampai saat ini
saya memiliki beberapa tipologi tentang buku. Dari segi konten misalnya, saya
membaginya menjadi dua, yaitu expied book dan non-expied book. Expied
book adalah buku yang secara konten materinya terbatas. Entah ini benar
atau tidak yang saya contohkan, tapi saya melihat bahwa buku-buku tentang
kurikulum-kurikulum yang ada di Indonesia sebagai salah satu contoh buku yang
materi terbatas, setidaknya terbatas oleh waktu. Katakanlah buku tentang
kurikulum berbasis kompetensi (KBK), pada akhirnya materi yang ada di dalamnya
tidak lagi cukup relevan – jika enggan menyebutnya tidak relevan sama sekali –
dengan realita pendidikan saat ini yang telah mengalami dua kali perubahan
kurikulum pasca kurikulum berbasis kompetensi (KBK), yaitu kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), dan kini kurikulum 2013. Sederhananya, expied book
adalah buku yang signifikansinya sangat terbatas. Sehingga, kalau kita saat
itu membeli buku KBK, maka 15 tahun setelah pembelian itu, maka bisa jadi buku
itu tidak bisa digunakan lagi, karena sudah tergantikan dengan kurikulum baru.
Kemudian, tipe non-expied book adalah buku yang secara
konten akan tetap sama sampai kapan pun dan tetap bisa didiskusikan sampai kapan
pun. Terkait buku tipe ini, saya mencontohkan buku-buku sejarah, yang sampai kapan
pun, buku sejarah ini tidak akan berubah dan kehilangan substansinya sampai
kapan pun. Katakanlah jika saat ini kita membeli buku tentang sejarah nabi
Muhammad, maka 50 tahun ke depan, buku ini akan tetap bisa memberikan manfaat
bagi anak cucu kita. Bahkan, sejauh pengamatan saya, buku-buku sejarah
dengan usia yang sangat lama akan sangat berharga, dan bernilai tinggi. Di samping
itu, buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh dunia yang pemikirannya –
katakanlah – bisa membawa perubahan pada zamannya, akan menjadi buku yang tidak
terbatas untuk dikaji dan dibicarakan di setiap era. Sebut saja buku “Di Bawah
Bendera Revolusi” karya Ir. Soekarno. Terakhir saya melihat buku ini dicetak
ulang dan di jual di toko buku ternama dengan harga yang sangat fantastis. Padahal
jika dilihat tahun penulisannya, mungkin hampir sama dengan usia kemerdekaan
bangsa ini.
Lantas, bagaimana dengan tulisan-tulisan Gus Dur? Apakah tulisan-tulisan
yang beliau hasilkan dan sebagian sudah terbukukan termasuk bagian dari expied
book atau non-expied book? Sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut,
saya ingin mengatakan bahwa saya melihat kesamaan tulisan-tulisan Gus Dur – dan
beberapa tokoh lainnya seperti Gus Mus – dengan sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an
yang diberikan kepada nabi Muhammad secara berangsur-angsur, dan terkadang ada
kesan bahwa beberapa ayat sengaja diturunkan untuk menjawab permasalahan yang
terjadi pada waktu itu, katakanlah tentang ayat yang menjelaskan tentang
permasalah terkait dengan fitnah adanya perselingkuhan antara Aisyah dengan salah satu sahabat Nabi, Shafwan ibn al-Mu'aththal al-Salami. Allah langsung menurunkan ayat yang menyatakan bahwa tuduhan itu adalah
fitnah (QS. Al-Nur [24]: 11-19). Kemudian, terkait
dengan pernikah Nabi dengan Zainab binti Jahsy yang merupakan mantan istri dari anak angkat
Nabi, Zaid bin Tsabit, Allah juga langsung menurunkan ayat yang menjelaskan
tentang kedudukan anak angkat dalam Islam, yang mengganggap bahwa anak angkat
tidaklah memiliki kedudukan yang sama dengan anak kandung, sehingga untuk
menikahi mantan istri dari anak angkat, atau anak angkat menikah dengan mantan
istri ayah angkat adalah tidak apa-apa. (QS. Al-Ahzab [33]: 37)
Lantas apa kesamaan tulisan-tulisan Gus Dur – dan termasuk – Gus Mus
– dengan sejarah turunnya Al-Qur’an? Silahkan baca: Gus Dur dan Al-Qur'an.
Malang,
01 Juni 2016, 14.53 WIB
0 Response to "Pendidikan Pluralisme Gus Dur dan Tipologi Buku"
Post a Comment