Beliau Telah Berpulang: Selamat Jalan Bapak Profesor
Beliaulah yang mengajarkan bagaimana seorang pendidik dapat
bersikap sebagaimana mestinya, dan senantiasa konsisten antara apa yang
diucapkan dengan apa yang dikerjakan. Salah satunya ketika dalam mengawali
pembelajaran, seorang guru biasa mengucapkan salam kepada siswa-siswinya. Konsekuensinya
adalah seorang guru ini harusnya menebarkan kedamaian, minimal saat
pembelajaran atau di majlis yang mana ia mengucapkan salam di dalamnya. Tapi,
pada kenyataannya tidak semuanya bisa benar-benar menebarkan kedamaian
tersebut, karena masih banyak ternyata seorang guru atau dosen yang setelah
mengucapkan salam bukannya mendamaikan hati peserta didiknya, melainkan
sebaliknya malah menjadikan peserta didik ini takut, was-was dan berbagai
perasaan negatif lainnya yang bisa jadi perasaan negatif ini menjadikan
sulitnya peserta didik untuk menerima materi dalam pembelajaran saat itu. (Silahkan
baca: Puzzle Keilmuan Allah SWT; Pendidik dan Da'i)
Hal ini nampak sepele, namun jika kita renungkan kembali maka ini
mengandung makna yang sangat dalam, diantaranya – dengan tidak bermaksud men-judge
pihak manapun – kritik atas tidak sampainya apa yang senantiasa kita
ucapkan setiap hari ini sampai pada hati dan kemudian terekspresi dalam
keseharian kita. Tidak hanya bagi pendidik saja sebenarnya, bagi yang bukan
pendidik pun yang beragama Islam tentu senantiasa mengucapkan salam ini, minimal
5X dalam sehari. Namun, seiring rutinnya pengucapan salam ini, ternyata masih
kita dapati banyak orang-orang muslim yang dalam kesahariannya masih jauh untuk
dikatakan dalam proses menebarkan kedamaian bagi sesama. Ada muslim yang baru
saja disebut namanya sudah membuat kita takut, ada muslim yang ketika kita
bertemu dengannya saja kita lantas khawatir dan sebagainya. Bahkan mungkin diri
kita sendiri tidak menyadari bahwa perilaku kita terkadang bukannya
mendatangkan kedamaian bagi siapa saja yang di sekitar kita, melainkan
menjadikan orang lain harus khawatir, was-was dan takut ketika bertemu dengan
kita. Jika memang demikian, maka sudah saatnya bagi kita untuk mempertanyakan
kembali ucapan salam yang senantiasa kita ucapkan, baik ketika shalat atau pun
ketika bertemu dengan saudara kita. Apakah salam tersebut hanya terbatas pada
lisan kita ataukah memang benar-benar mampu tercermin dalam sikap kita? Khusus pagi
para guru di sekolah-sekolah yang saat ini – katanya – lebih menekankan
karakter dan moral melalui K-13, dari hal “salam” ini bisa menjadi pijakan awal
dalam rangka mengajarkan karakter dan moral. Bagaimana seorang guru dapat menjadi
pembawa kedamaian bagi peserta didik. Sehingga, salam bukan sebatas salam yang
hanya dijadikan sebagai rutinitas membuka pembelajaran saja, melainkan ia
(salam) benar-benar dapat dirasakan siapa saja yang ada di sekitar kita. Dan beliau,
sejauh yang penulis amati tidak pernah itu sekali pun marah-marah dalam kelas. Meskipun
kami menyadari bahwa kami melakukan kesalahan, dan adapun kami terkadang merasa
takut bukan karena beliau marah, melainkan kami menyadari bahwa kami salah. Beliau
juga terlihat friendly kepada siapa saja, termasuk
mahasiswa-mahasiswinya.
Kemudian, beliau juga yang mengajarkan pada kami untuk memahami
dalil-dalil naqli tidak terbatas pada arti teks saja, namun bisa memperlakukan
dalil-dalil tersebut secara out of the box. Bukan bermaksud merancukan
dari sebuah dalili, namun bisa menggali makna terdalam dari sebuah dalil, baik
itu dalam Al-Qur’an dan Hadist, atau dalam istilah Nurcholis Madjid bisa
mengambil semangat dari nash-nash tersebut.
Salah satu contoh yang sering disampaikan beliau dalam perkuliahan
adalah dalil tentang dinikahinya seorang wanita adalah karena empat sebab,
yaitu “Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena
kedudukannya, karena kecantikannya, (atau) karena agamanya. Pilihlah yang
beragama, maka kau akan beruntung”
Jika oleh sebagian orang hadist di atas hanya dimaknai sebagai
kriteria untuk memilih pasangan hidup, tapi tidak demikian dengan beliau. Beliau
mengambil semnagat terdalamnya yang terkandung di dalamnya, karena beliau
mengatakan bahwa hadist tersebut bisa dijadikan pedoman kriteria dalam merekrut
pegawai. Artinya, katakanlah jika kita mempunyai lembaga atau apa saja yang
kita menjadi pemimpinnya, kemudian kita membutuhkan pegawai atau partner, maka
empat kriteria yang ada dalam hadist di atas bisa dipakai.
Beliau memberi contoh, semisal dalam lembaga pendidikan, dalam
menyeleksi seorang guru (misalnya), maka yang perlu diperhatikan adalah empat
kriteria yang telah ditegaskan oleh Nabi, yaitu hartanya, kedudukannya,
kecantikan dan agamanya. Pertama, adalah hartanya. Pertanyaannya
kemudian adalah apa harta yang harus dimiliki oleh seorang guru? Jawabannya
adalah ilmu. Jadi, kriteria pertama adalah ilmu. Kedua, kedudukannya. Sepemahaman
penulis, ini terkait dengan nasab keluarga. Lantas bagaimana kriteria yang
kedua ini? kedudukan di sini dimaknai sebagai qualifyed. Artinya,
ambillah guru-guru yang memang ahli di bidang yang kita butuhkan. Misalnya,
kita membutuhkan guru Biologi, maka pastikan orang yang hendak kita rekrut ini
benar-benar mumpuni. Ketiga, kecantikannya (rupawan). Dalam konteks ini,
perhatikan tampilannya. Pastikan guru yang akan kita rekrut berpenampilan yang
rapi, meskipun tidak harus selalu berpenampilan resmi, tapi setidaknya rapi. Rapi
dalam berpakaian atau dalam mengekspresikan diri, termasuk jika perlu
perhatikan pula gaya rambutnya, terutama bagi para pria, apakah gondrong atau
tidak? Dan yang keempat, adalah agamanya. Pastikan orang yang hendak
kita rekrut itu adalah orang yang beragama, dalam arti tidak sebatas di dalam
KTP nya tercantum agama tertentu, melainkan orang yang taat dalam menjalankan
ajaran-ajaran agama. Jika keempat kriteria tersebut terpenuhi, maka – sesuai dengan
hadist di atas – kita (sebagai pimpinan) akan beruntung karena memiliki partner
yang qualifyed.
Jadi, dari hadist di atas yang secara tekstual membicarakan tentang
memilih calon pasangan hidup, oleh beliau juga dijadikan pula dasar dalam
manajemen sumber daya manusia terkait rekrutmen. Ini bukan berarti menggeser
atau mengubah hadist Nabi, bukan. Justru semangat seperti ini nampak lebih
mengagungkan Hadist nabi, karena secara tidak langsung menjadikan hadist-hadist
Nabi, termasuk juga Al-Qur’an, bisa senantiasa berkomunikasi dalam segala
zaman. Jika kita mencari hadist atau ayat Al-Qur’an tentang manajemen Sumber daya
Manusia ini tentu tidak ada. Kalau tentang kriteria pemimpin mungkin ada, tapi
kalau yang spesifik dalam kaitannya dengan rekrutmen pegawai maka akan sulit
menemukan itu.
Sebenarnya masih banyak pelajaran-pelajaran berharga yang beliau
berikan, baik itu dalam perkuliahan, seminar, buku-buku beliau dan sebagainya.
Hanya saja di antara sekian banyak pelajaran berharga itu, dua yang telah
penulis paparkan adalah yang paling memberikan kesan. Besar harapan penulis
untuk senantiasa bisa menimba ilmu dari beliau. Meskipun kini, beliau telah
berpulang ke Hadirat Ilahi Rabbi. Ya, pada hari Ahad (06-12-2015) kemarin,
beliau telah dipanggil oleh Allah SWT.
Beliau, Prof. Dr. H. Muhaimin, MA., adalah salah satu guru yang
sangat istimewa, yang meskipun tidak terlalu lama bagi penulis untuk bisa
menimba ilmu secara langsung dari beliau, banyak pelajaran berharga yang
penulis dapatkan. Hari ini bertepatan dengan ulang tahun beliau, karenanya
penulis ingin berbagi pengalaman dan ilmu yang berharga ini, bukan sebagai sok-sok
an, melainkan sebagai ucapan terimakasih penulis kepada beliau yang telah
memberikan pelajaran-pelajaran berharga. Meskipun penulis menyadari bahwa
tulisan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu yang telah beliau
berikan.
Selamat jalan bapak Prof. Dr. H. Muhaimin, MA. Terimakasih atas
ilmu-ilmu yang telah engkau berikan. Kami hanya bisa mendoakan, semoga kini
engkau telah berada di pangkuan Rahmat-Nya, berada di tempat yang paling indah
di sisi-Nya. Doa kami senantiasa menyertaimu. Dan kami, para mahasiwamu, mohon didoakan
pula agar ilmu yang telah kami peroleh bermanfaat. Amiiiiiiiiiiiiiin.
Jika rekan-rekan pembaca ada yang menemukan ketidaksesuain apa yang
penulis tulis, mohon kritikannya. Terimakasih
Malang,
11/12/2015, 07.25 WIB
0 Response to "Beliau Telah Berpulang: Selamat Jalan Bapak Profesor"
Post a Comment