Kunjungan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada
Satu tahun yang lalu, tepatnya tanggal 30 November 2014, saya dan
teman-teman satu kelas mendapat kesempatan berkunjung ke Yogyakarta. Kunjungan ini,
memiliki tujuan utama yaitu melakukan kunjungan ke Center for Religious and
Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada, dan tulisan ini saya
maksudkan untuk mengenang kembali kunjungan yang – secara pribadi – sangat berharga
sekali.
Berawal dari mata kuliah Metodologi Tesis, dosen pengampu kami
menyarankan pada kami agar bisa mengangkat isu-isu terkini dalam penelitian
tesis kami, jangan hanya selalu berkutat pada strategi atau apa itu yang khas
dengan pengejaran. Sebentar lagi Indonesia memasuki (Masyarakat Ekonomi Asia),
maka mau tidak mau kita bangsa Indonesia dihadapkan pada persaingan yang
semakin luas, yaitu tidak hanya dengan sesama masyarakat Indonesi, namun juga
se-Asia. Karena itulah, sudah selayaknya bagi kita untuk mempersiapkan diri
menyambut itu. Dengan berbagai alasan, akhirnya beliau menyarankan untuk
melakukan studi banding ke CRCS yang ada di UGM.
Awalnya, kami memang tidak benar-benar berniat untuk melakukan
kunjungan tersebut. Namun, ternyata hampir di akhir-akhir perkuliahan,
keinginan melakukan kunjungan di CRCS meuncul kembali dan tercapailah itu
kesepakatan bersama untuk melakukan studi banding ke CRCS. Persiapan kunjungan
kurang lebih satu minggu, termasuk bagi kami untuk meminta ijin ke pihak CRCS. Awalanya
kami ragu, bahwa dalam waktu singkat bisa diizinkan oleh pihak UGM, tapi
untungnya beberapa dosen UIN Maliki Malang ada yang lulusan dari CRCS UGM, dan
ada juga mahasiswa lulusan UIN Maliki Malang yang masih studi di CRCS. Dari beliau-beliau
inilah kemudian jalan bagi kami untuk memperoleh izin kunjungan didapat dengan
mudah. Karena, penulis masih ingat jika pengajuan izin tersebut melalui email
ke bagian humas (jika tidak salah ingat ) CRCS UGM, bahkan sampai sekarang
sengaja email tersebut masih penulis simpan. Dan alhamdulillah email tersebut
mendapat balasan yang intinya mempersilahkan kami untuk berkunjung. Setelah mendapat
jawaban tersebut akhirnya penulis dan salah satu teman berusaha mencari
transportasi, termasuk menyiapkan surat izin kunjungan.
Seingat penulis waktu antara balasan dibolehkannya kami berkunjung
dengan hari H kunjungan tersisa 4/5 hari. Tapi alhmadulillah semua lancar dan
tepat pada hari Minggu, 30 November 2014, kami berangkat dari Malang menuju
Yogyakarta pada pukul 21.00 WIB. Meskipun dalam perjalanan ini ada kendala
transportasi, yaitu masalah tempat duduk yang kurang, toh pada akhirnya
kami sampai di Yogyakarta pukul 06.00 WIB. Masih tersisa sekitar 4 jam bagi
kami untuk mengahadap ke CRCS, karena kami diperkenan bertemu dengan pimpinan,
dosen dan karyawan di CRCS pada pukul 10.00-11.30 WIB. Sesampai di Yogyakarta
kami mempersiapkan diri, mulai dari sarapan, mandi dan sebagainya (kaitannya
dengan persiapan pagi ini, ada hal-hal yang cukup menggelikan yang memang sengaja
penulis tidak sampaikan, biarlah menjadi kenangan bagi kami sendiri).
Alhamdulillah, setelah tersesat beberapa kali, kami sampai juga di
gedung Sekolah Pascasarjana UGM di jalan Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta. Dan
tepat pukul 10.00 WIB kami disambut oleh ketua Prodi, beberapa dosen dan staf
yang ada di CRCS. Jujur saja, kami tidak membayangkan jika kunjungan ini akan
seistimewa ini. iya, kami disambut dengan begitu hangat.
Kami pun tanpa basa-basi langsung membuka diskusi pagi itu. Tanpa ada
sambutan atau susunan acara formal. Bapak Dr. Samsul Maarif, selaku Ketua
Program Studi Agama dan Lintas Budaya ini langsung menyampaikan sepatah dua
patah kata untuk mengawali diskusi ini. Kemudian, penulis yang kebetulan
ditunjuk oleh teman-teman untuk mewakili menyampaikan maksud dan tujuan
diadakannya kunjungan ini menyampaikan bberapa hal, pertama tentu terima kasih
yang teranat besar atas diperkenankannya kami berkunjung ke CRCS ini. Karena kami
yakin jika tidak banyak yang bisa mendapat kesempatan berharga seperti kami
ini. kedua, barang tentu kami menyadari bahwa dalam kunjungan kami ini banyak
sekali kesalahan baik yang disengaja atau tidak, termasuk mungkin pengajuan
izin yang – mungkin – tidak sesuai
dengan aturan yang ada, ditambah barangkali ada ketidaksopanan dari kami saat
kunjungan tersebut.
Setelah menyampaikan dua hal tersebut, penulis menyampaikan maksud dan
tujuan kami berkunjung ke CRCS ini. salah satunya adalah kami mencari
inspirasi-inspirasi yang mungkin bisa kami jadikan tema dalam penelitian tesis,
utamanya terkait dengan agama dan budaya. penulis juga memperkenalkan diri
bahwa kami berasal dari Program Studi Pendidikan Agama Islam yang diidealkan
kelak menjadi guru-guru agama. Selain itu kami juga ingin sharing dengan
para dosen di CRCS ini, dan jujur saja, satu setengah jam waktu berlalu nampak
tak terasa. Karena diskusi pagi itu sangat mengasyikkan, dari sini kami – atau minimal
untuk pribadi penulis – sadar bagaimana wajah Pendidikan Agama Islam kita saat
ini, bagaimana problem-problem kekerasan
berlatar belakang agama juga dilatar belakangi atas peran PAI di
sekolah-sekolah yang sebagian bukan mengajarkan Islam secara inklusif melainkan
lebih ke eksklusivitas.
Penulis, dan beberapa teman penulis, atau bahkan semua yang ikut
acara ini (penulis mengatakan demikian karena memang hanya beberapa teman yang
mengungkapkan secara langsung dan ada yang tidak) mengubah pandangan atau
paradigma pendidikan agama Islam secara fundamental. Dan itu, dalam waktu yang
singkat, ilmu yang kami dapat terasa sangat bermakna, mungkin karena yang
tersaji dalam diskusi itu adalah sesuatu yang baru, yang jarang kita dapatkan
di bangku-bangku kuliah.
Yang tak kalah asyik dalam diskusi ini, kami tidak merasa sedang
digurui oleh para dosen CRCS, karena komunikasi berjalan dua arah. Adakalanya
mereka bercerita tentang pengalaman-pengalaman di CRCS, adakalanya dari kami
juga menceritakan pengalaman-pengalaman
di sekitar kami masing-masing. Bukan tidak bermaksud tidak sopan, tapi rasanya
memang kami merasa tidak ada sekat yang seakan berbicara kami mahasiswa dan
mereka dosen-dosen. Ada kalanya mereka membenarkan pengalaman kami, adakalanya
juga menambahi atau mengomentari. Ada salah seorang teman bercerita bahwa di
sekolahnya ada anak yang non-Islam, sedangkan dia adalah guru agama Islam,
lantas bagaimana seharusnya menyikapi hal ini? Kemudian dari pihak CRCS secara
bergantian menanggapi itu. Jadi benar-benar terjadi komunikasi dua arah. Dan dari
cerita-cerita tersebut kemudian ada titik temunya. Cara beliau-beliau menjawab
itu tidak ada kesan memaksa, tapi menjadikan kita kemudian ikut berpikir. Jadi,
seperti tulisan sebelumnya tentang puzzle keilmuan Allah, diskusi ini
seakan-akan menyajikan potongan puzzle-puzzle baru yang menjadikan kita
menemukan bentuk pemahaman yang baru.
Ada banyak pelajaran yang kami dapatkan dari kunjungan ini,
sebagian sudah pernah penulis tuliskan (silahkan baca Reformulasi Pendidikan Agama Islam). Dan nampaknya perlu
penulis sampaikan kembali di sini, bahwa agama lahir sebagai jawaban dari
ketimpangan-ketimpangan yang ada di sekitarnya. Kadang penulis berpikir, jika
saja semua manusia di bumi, sejak manusia pertama Nabi Adam diciptakan, dan
kemudian disusul diciptakannya ibu Hawa, yang dari mereka berdua lahirlah
generasi-generasi manusia yang hidup di bumi tidak melakukan lejahatan yang
menjadikan dunia ini dipenuhi ketimpangan, apakah Allah akan tetap menurunkan
agama/Nabi/Rasul? Wallâhu A’lamu bish-Shawâb
Dari kunjungan ini, kami mendapat banyak ilmu, dan pastinya
inspirasi. Terbukti beberapa tema tugas akhir yang kami ambil, beberapa
mengangkat isu multikultural, termasuk penulis sendiri. Selain itu, kami juga
memperoleh beberapa buku yang – menurut penulis – cukup berharga, salah satunya
adalah semacam majalah yang menggambarkan tentang kegiatan “teaching
diversity”nya CRCS.
Tulisan ini akan penulis tutup dengan jawaban atas pertanyaan yang
kurang lebih “apakah keagamaan yang inklusif itu tidak akan merusak akidah
kita?”. Dijawab oleh beberapa dosen, yang kurang lebih menegaskan bahwa tidak
ada satu orang pun yang ketika belajar di CRCS, yang kemudian mengkonversi
agamanya, bahkan sebaliknya mereka semakin yakin atas agama yang mereka peluk. Artinya,
tidak benar jika dikatakan kita jangan dekat-dekat dengan akidah agama lain,
nanti bisa tersesat. Dalam QS. Al-Hujurat: 13, disebutkan untuk kita “saling
mengenal”, saling mengenal ini tidak akan bisa tercapai jika kita mendekat saja
tidak mau.
Demikianlah tulisan ini penulis akhiri. Setelah melakukan kunjungan
ke CRCS, kami pun melanjutkan perjalanan kami mengarungi pantai Parangtritis,
dilanjutkan ke Malioboro. Dan kebetulan hari Senin itu ada peringatan hari AIDS
Sedunia (1 Desember) yang diadakan di sekitar kawasan “Nol Kilometer”, sehingga
geliat semarak Malioboro semakin terasa dengan peringatan in. Tidak ada maksud
dalam tulisan ini selain karena penulis ingin mengabadikan moment ini dalam
sebuah tulisan. Beberapa tahun silam, penulis aktif menulis diary, nampaknya
sepele, namun begitu waktu telah berlalu, maka buku diary itu, ketika dibaca
kembali, ada semangat baru atau setidaknya ingatan-ingatan kita yang mungkin
sempat hilang bisa muncul kembali. Pun demikian dengan kunjungan berharga ini,
entah 10 tahun, 20 tahun, 30/40/50 tahun ke depan ingatan ini sedikit memudar,
maka dengan tulisan ini maka semua itu bisa didapatkan kembali. Atau, mungkin
tulisan ini bisa dibaca oleh genarasi kami yang terlibat dalam kunjungan, “ini
lho, bapak-ibu, nenek-kakekmu dulu pernah melakukan kunjungan yang sangat
berharga”, kurang lebih begitu lah. Dan yang paling penting pula adalah semoga
tulisan ini bisa menginspirasi para pembaca untuk bisa lebih terbuka terhadap
agama, bukan bermaksud menggadaikan agama demi sebuah “toleransi” atau
semacamnya, tapi lebih kepada wujud ekspresi rasa syukur kita atas keimanan
yang telah dianugerahkan Allah pada kita. Kurang lebihnya kami mohon maaf, dan
semoga yang sedikit ini bermanfaat. Amiiiin.
Perjalanan ini juga penulis abadikan dalam Youtube, silahkan klik di sini
Perjalanan ini juga penulis abadikan dalam Youtube, silahkan klik di sini
Malang,
30/11/2015, 16.07 WIB
0 Response to "Kunjungan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada"
Post a Comment