Refleksi: Ada Apa Dengan Cinta yang "Menggemaskan"



Diantara film Indonesia yang sampai saat ini masih tak bosan-bosannya penulis tonton adalah Ada Apa dengan Cinta. Film yang disutradai oleh Rudi Soedjarwo dan dibintangi oleh Dian Sastro dan Nicholas Saputra ini entah mengapa begitu menarik untuk selalu ditonton, meskipun ada beberapa bagian yang kemudian dipercepat saat menonton film ini untuk kesekian kalinya. Menurut penulis, film ini memuat semua ekspresi emosi seseorang, ia seakan-akan merangkum semua sisi emosional yang dimliki oleh makhluk yang disebut oleh manusia. Perhatikan saja, dalam film ini ada unsur marah, kecewa, berharap, cinta, rindu, putus asa, angkuh dan banyak lagi yang semua itu akan kita rasakan dan pasti setiap orang akan mengalami semua perasaan ini.
Diawali dari kisah pertemuan Rangga (Nicholas Saputra) dengan Cinta (Dian Sastro) dengan kesan pertama yang – bisa dikatakan – sangat buruk. Bukan saling mengagumi satu sama lain, melainkan kebencian dan keegoisan masing. Tapi apa mau dikata, kesan pertama memang tak selamanya menentukan bagaimana kesan selanjutnya. Benci dan ego pun pada akhirnya takluk pada rasa cinta, setelah keduanya mengenal lebih dekat. Namun, seiring berjalannya waktu, Cinta kemudian masuk pada masa di mana dia dihadapkan pada pilihan antara memilih sahabat atau cinta yang baru pertama ia rasakan. Meskipun pada akhirnya Cinta memilih cintanya. Tapi, apa kemudian? Ternyata pemihakan Cinta pada Rangga dengan – seakan-akan mengabaikan – teman-teman karibnya harus dibayar dengan ketidakpercayaan teman-temannya  atas sikap Cinta yang rela berbohong kepada teman-temannya. Di sinilah pergolakan hati manusia dimulai kembali. Dijauhi teman-temannya, membuat Cinta galau, dan pada akhirnya ia berkesimpulan jika Rangga membawa perbuhan buruk pada dirinya. Akhirnya, ia berusaha membenci dan menjauhi Rangga dan membuatnya juga menjauh darinya. Tapi apakah Cinta benar-benar membenci Rangga? Ternyata perasaan cinta itu memang tidak bisa dibohongi. (Kebetulan saat menulis ini, penulis sedang mendengar lagu-lagu soundtrack AADC, dan kebetulan lagu “Hanya” cukup menarik perhatian penulis, “jangan pernah menyanjung cinta, bila tak mengerti makna mencinta, satu terindah dalam dirimu kini ada di jiwaku, ku inginkan cerita cinta, terindah bagaikan dalam dongeng, percintaan BERHUJANKAN RINDU, ASMARA KITA AKAN LAMA?” iya, seakan-akan ketika Cinta meminta Rangga untuk menjauh, keduanya saling merasa kehilangan yang begitu sangat. Belum lagi dengan lagu "Denting" yang terasa sebagai jeritan seorang yang benar-benar sedang merindukan kekasihnya yang jauh, "sepi ku rasa hatiku saat ini oh sayangku, jika kau di sini, aku tenang" "sayang kau di mana, aku ingin bersama, aku butuh semua untuk tepiskan rindu, mungkinkah di sana kau merasa yang sama seperti dinginku di malam ini?",  dan kita bisa saksikan bagaimana visualisasi saat back-song lagu ini ditampilkan dalam film tersebut. Cinta yang galau, yang bahkan harus di depan telfon untuk sejenak ragu apakah akan menelpon Rangga atau tidak, yang meskipun akhirnya ia putuskan untuk menelfon, begitu mendengar suara Rangga, Cinta tak berani mengucapkan sepatah kata. Sungguh menggemaskan bukan?hehehe#lebay)
Lanjut, kita bisa saksikan bagaimana kemudian kehidupan Cinta setelah ia putus dengan Rangga? Apakah dia benar-benar bisa melupakan Rangga? Ternyata tidak, setiap hari Cinta merindukan sosok Rangga yang pernah membuat dia benar-benar merasakan Cinta. Frustasi, kecewa, dan merindu bercampur dengan komitmen bahwa ia tetap ingin bersama dengan teman-teman karibnya, dan ia tidak mau jika harus kehilangan teman-teman yang sudah lama   menemaninya sejak dulu demi Rangga yag baru ia kenal. Hingga dalam satu scene  diceritakan saking kacaunya perasaan Cinta, ia sampai menuangkan saos ke dalam makanannya begitu banyak. dari kejadian itu, kemudian teman-temannya meminta Cinta untuk jujur, apakah benar ia tidak ada perasaan dengan Rangga? Apakah benar bahwa Rangga tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya? Dan ternyata apa jawaban Cinta? Dia pun berkata jujur bahwa ia masih sangat mencintai dan sangat rindu pada Rangga, tapi dia juga takut jika ia memilih Rangga, Cinta akan kehilangan teman-teman dekatnya. Sampai di sini, coba kita rasakan alur ceritanya, menurut penulis ini sungguh “menggemaskan”. Bagaimana tidak menggemaskan? Awalnya benci-membenci, kemudian malah jadi saling cinta, kemudian saling memenangkan ego masing-masing, yang pada akhirnya mereka pun terjebak pada kerinduan yang mendalam antara satu sama lain. Tapi begitulah memang manusia, terkadang ego mengalahkan logika. Dan apa? “Ketika ego mengalahkan logika, terbukti kan banyak ruginya?”. Pernyataan itu ditulis Cinta saat ia menyerahkan buku “Aku” nya Sumandjaya milik Rangga yang hilang. Iya, memenangkan ego itu akan banyak ruginya. Karena karena ego masing-masing, mereka pun terpenjara dalam ruang kerinduan.
Cerita selanjutnya makin menggemaskan. Setelah Cinta mengaku kepada teman-temannya, akhirnya ia disuruh teman-temannya untuk segera minta maaf dan mengatakan perasaannnya pada Rangga. Tapi apa coba yang terjadi? Seharusnya ini kan menjadi happy ending? Tapi ternyata akhir film ini bukan sepenuhnya happy ending. Iya benar, Cinta akhirnya mengakui perasaannya, begitu pun Rangga. Tapi ternyata  takdir berkata lain, ternyata Rangga harus tetap berangkat ke New York, sementara Cinta tak bisa berbuat apa-apa melihat pujaan hatinya terbang untukmelanjutkan studi di luar negeri.
Itulah mengapa penulis mengatakan bahwa film ini memuat semua unsur emosi manusia. Marah, ketika bertemu; Cinta, ketika keduanya sudah saling mengenal dan merasa nyaman; kemudian Marah dan Kecewa, saat Cinta lebih memilih Rangga dari pada temannya; Rindu, Sedih, Kecewa, Putus Asa dan Bimbang, saat keduanya memutuskan untuk berpisah; dan pada akhirnya semua itu kembali dikalahkan oleh perasaan Cinta, yang pada akhirnya mendatangkan kebahagiaan, meskipun bahagia itu juga diikuti dengan kesedihan, dan sekali lagi Rindu pun menaungi mereka berdua. Tapi bukan rindu dengan rasa kecewa dan putus asa, melainkan rindu yang penuh optimisme.
Bukankah kita juga senantiasa diliputi perasaan-perasaan di atas? Pada akhirnya penulis yakin, bahwa meskipun ada perasaan sedih, ada kecewa, putus asa yang terkadang bersemayam dalam hati kita, itu tidak lain adalah bagian dari sesuatu yang sangat berharga untuk hidup kita. Kita tidak akan merasakan bahagia jika kita tidak tahu apa itu sedih. Kita tidak akan merasakan rindu, jika kita tidak pernah tahu apa itu kehilangan. Kita tidak tahu bahwa cinta itu indah, jika kita tidak tahu bahwa terkadang untuk mencapai keindahan itu harus melewati kekecewaan. Semua itu adalah saling mengisi satu sama lain.  Dan AADC lah yang menurut penulis bisa benar-benar menyampaikan pesan perasaan-perasaan itu, apalagi Dian Sastro dan Nicholas Saputra bisa benar-benar menjiwai perannya. Bagaimana ketika marah, sesih, kecwlewa, egois, sampai bagaimana peran seorang yang benar-benar rindu berhasil diperankan dengan sempurna. Terlebih ketika Cinta usai menyatakan cinta dan mengantar Rangga di bandara. Dalam buku yang dibetikan Rangga pada Cinta, ada puisi yang memang diperuntukkan untuk Cinta. Usai membaca puisi itu nampak ekspresi Cinta yang begitu bahagia dan seakan-akan ekspresi itu mengatakan "Iya Rangga, aku akan menunggu kedatanganmu dalam satu purnama". Dari sini lah kemudian penulis tidak sabar menantikan AADC season 2 yang akan tayang pada 2016. Apakah film itu akan sesukses AADC 1 yang rilis 7 Februari 2002? Penulis berharap demikian, minimall pesan alur ceritanya bisa menggemaskan seperti season 1, dan akan lebih bagus lagi jika memang melebihi season 1. Semoga saja.
Berikut ada satu lagu yang juga soundtrack AADC yang berjudul “demikian” yang menurut penulis bisa menjadi kesimpulan dari tulisan ini, dan lagu ini juga diperdengarkan dalam film AADC di akhir cerita, ketika Cinta sedang membaca puisi yang di tulis oleh Rangga seusai keduanya berpisah di Bandara:
Lihatlah para insan yang berhati penuh CINTA dan RINDU
Sejenak kemudian saling BENCI
Ke-ANGKUH-an datang
Bisakah kau bayangkan
Anak dara menari
Diiringi penyair cinta

ASMARA yang membara
Kan dahaga di kegersangan RINDU
Laksana ku yang ratu
Kau yang raja
Terbaring lupa terbangun

Demikianlah hidup
Selalu membimbing MANIS
Tapi terkadang TERLUKA

Malang, 13/11/2015, 08.29 WIB

0 Response to "Refleksi: Ada Apa Dengan Cinta yang "Menggemaskan""

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel