Antara Kemajuan IPTEK dan Keimanan
Dewasa ini, kemajuan ilmu pengetahuan teknologi seakan tak bisa
dibendung. Teknologi ini secara sederhana bisa dimaknai sebagai sesuatu yang
memudahkan manusia. Teknologi komunikasi dan informasi misalnya, menjadikan
manusia dapat melakukan komunikasi dan mendapatkan informasi dengan mudah. Melalui
telefon, manusia bisa berkomunikasi dengan tanpa terbatas oleh ruang dan waktu,
bahkan sekarang ini komunikasi jarak jauh tidak hanya melalui suara saja,
melainkan bisa terjalin komunikasi jarak jauh yang seakan-akan berhadap-hadapan
langsung. Itu adalah bentuk kemajuan teknologi di bidang komunikasi dan
informasi saja, belum lagi ketika kita berbicara tentang teknologi lainnya yang
inti dari dikembangkannya adalah untuk memudahkan manusia.
Namun, kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam teknologi ini
seringkali diikuti dengan dampak yang kurang baik, di samping kemudahan yang
didapat yang merupakan dampak positifnya. Misalnya, jika dulu ketika internet
masih menjadi sesuatu yang langka, akses untuk – apa yang disebut sebagai –
konsumsi porngrafi belum semudah saat internet kini menjadi konsumsi keseharian
masyarakat luas dengan pengguna dari berbagai macam status sosialnya. Selain pornografi,
ekses negative internet ini juga membuka peluang penipuan semakin lebar. Kita tentu
tidak asing lagi dengan penipuan yang berkedok jual-beli online. Memang,
dari hal-hal negative tersebut tidak bisa dijadikan alat justifikasi akan buruknya
internet, karena itu sama saja kita mengabaikan manfaat-manfaat yang ditawarkan
oleh salah satu wujud dari kemajuan teknologi di bidang komukasi dan informasi
yang secara umum di kenal dengan internet.
Kembali ke pembahasan kemajuan teknologi secara umum, bahwa
kemajuan ini senantiasa mendatangkan dua sisi, yaitu sisi negative dan positif.
Lantas bagaimana kemudian agama memandang fenomena kemajuan teknologi ini? Penulis
tidak akan membahas kemajuan teknologi ini dalam perspekstif agama, khususnya
Islam. Hanya saja, tulisan ini merupakan coretan dari perenungan pribadi
penulis tentang kemajuan teknologi yang kami coba untuk dikomunikasikan dengan
pemahaman keagamaan yang penulis miliki.
Faktanya, kemajuan teknologi yang ada saat ini bisa mempengaruhi
tingkat keimanan kita. Penulis tidak akan menerangkan secara panjang lebar
kronologis pengambilan kesimpulan tersebut. Tapi itulah yang penulis rasakan,
bahwa kemajuan teknologi ini bisa menjadikan iman seseorang menjadi lebih kuat,
namun di sisi lain juga bisa menjadikan penyebab dari hilangnya iman seseorang
atas adanya kekuatan yang transenden yang menguasai alam semesta ini, termasuk
manusia yang dari tangan-tangan manusia inilah kemajuan teknologi berkembang
dari masa ke masa. Di kalangan ateis misalnya, kebanyakan dari mereka begitu
mengagungkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mereka melupakan bahwa
kemajuan itu adalah terlahir dari manusia, yangmana manusia tentunya tidak
terwujud begitu saja tanpa ada yang menciptakan. Bahkan parahnya lagi ketika
mereka menyangkal adanya Sang Pencipta yang Tunggal, mereka menyombongkan diri
dengan mengatakan bahwa adanya manusia adalah suatu kebetulan, kebetulan zat
ini bertemu ini dan sebagainya (karena keterbatasan pengetahuan penulis akhirnya
hanya menyebutkan ini dan itu).
Di lain pihak, gelombang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
ini juga bisa menjadikan iman dan ketakwaan seorang hamba semakin mantap, tentu
jika kemajuan tersebut bisa dimaknai sebagai bukti dari kebesaran Sang Ilahi. Karena
bagaimana pun tanda-tanda kekuasaan Tuhan tidak begitu saja bisa dipahami dan
disaksikan hanya dengan penginderaan manusia saja. Beberapa tanda kebesaran
Tuhan dalam alam semesta ini bisa disaksikan melalui alat-alat yang merupakan
hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebut saja tentang fakta
tentang bumi, bandingkan informasi tentang penciptaan dan komponen dari bumi
menurut ilmu pengetahuan dan teknologi dengan informasi tentang bumi yang ada
dalam al-Qur’an, maka akan sangat nampak bahwa apa yang menjadi mukjizat
terbesar Nabi Muhammad berupa Al-Qur’an adalah benar-benar dari Sang Maha
Pencipta dan Penguasa Alam Raya ini. Karena logika tidak akan bisa menjangkau
jika dikatakan bahwa al-Qur’an adalah ciptaan manusia.
Kemudian dengan tanpa bermaksud menghakimi keyakinan orang lain,
terkadang penulis heran dengan pola pikir mereka yang tidak mempercayai akan
adanya Sang Pencipta. Bagaimana bisa mereka dengan tingkat kecerdasan yang di
atas rata-rata bisa berkesimpulan bahwa alam semesta ini tercipta dengan
kebetulan-kebetulan. Bahkan di tangan mereka lah ilmu pengetahuan dan teknologi
ini bisa berkembang, namun seakan-akan lupa dengan yang memberikan kecerdasan
pada mereka, mereka pun mengingkarinya. Tapi terlepas dari rasa heran itu,
tentunya kita tak bisa menyalahkan mereka, karena bagaimana pun hidayah itu tak
bisa dipaksakan dan itu merupakan hak preogatif Allah.
Tulisan ini penulis akhiri dengan kutipan
terjemah firman-Nya dalam QS. Asy-Syams ayat 8: “maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. Dengan tanpa bermaksud
sok yes, ayat tersebut juga mengandung semangat bahwa segala sesuatu (tidak
hanya manusia) itu juga berpotensi dua hal, yaitu kebaikan dan keburukan yang
dalam ayat tersebut dipakai istilah takwa dan fasik. Termasuk dalam hal
kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi, yang berpotensi membawa kebaikan dan
keburukan. Dan karena ada dua pilihan, maka kita dibebaskan untuk memilih
apakah kita mengmbil sisi positif atau negatifnya, dengan konsekuensinya mereka
harus mempertanggungjawabkan pilihannya itu, sesuai firman-Nya yang kurang
lebih artinya “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan
seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah:
7-8). Inilah Al-Qur’an yang sering kita dengar sebagai mukjizat terbesar Nabi
Muhammad yang shâlih likulli zamânin wa makânin (baca Kesimpulan Makalah Penciptaan Bumi dalam Al-Qur'an dan Sains). Dan itu bisa terbukti
jika kita tidak terjebak pada pemaknaan tekstual saja, karena memang dibalik
kata-kata yang tersusun dalam Al-Qur’an itu tersimpan mutiara-mutiara hikmah
yang bisa ditemukan dengan cara merenungi tiap-tiap kata, kalimat, ayat dan
tiap surahnya.
Demikian, penulis berlindung pada-Nya dari
kesalahan pemaknaan firman-Nya. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Amin. []
Kartasura, 03 Oktober 2015, 16.43
WIB
0 Response to "Antara Kemajuan IPTEK dan Keimanan"
Post a Comment