Korupsi: Antara Niat dan Kesempatan
Tahun ini adalah tahun ketiga saya mengikuti – sebagai panitia
lokasi – kegiatan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang diselenggarakan
oleh LPTK Rayon 232 IAIN Surakarta. Kegiatan yang diperuntukkan bagi para guru
madrasah semua jenjang yang telah memenuhi kriteria. Dalam kegiatan ini, banyak
hal yang bisa saya dapatkan, dan dari sekian banyak hal itu adalah pengalaman
bisa berdiskusi dan berbincang dengan para dosen yang menjadi narasumber, yang
mana kesempatan seperti ini akan sulit didapatkan jika hanya ada di bangku
kuliah. Selain itu, jika saya memutar kembali kenangan-kenangan menjadi panitia
PLPG ini, terlebih pada tahun pertama – tahun pertama IAIN Surakarta, sebagai
alamater saya – mengadakan kegiatan PLPG ini. Salah satunya adalah upaya “penyuapan”
dari peserta yang ditujukan kepada panitia.
Malam sebelum diadakannya ujian praktik, ada dua ibu-ibu yang
menghampiri panitia. Awalnya, ibu-ibu tersebut hanya mengajak berbincang
panitia lokasi (saya dan satu teman saya). Perbincangan awal hanya seputar
tentang kegiatan PLPG, namun kemudian lama kelamaan mulai menyinggung tentang
ujian yang hendak dilaksanakan esok harinya. Singkat cerita, ibu-ibu tadi
menyodorkan sebuah amplop pada salah satu teman saya (wanita). Secara kasat
mata, amplop itu bukan amplop kosong, dan kata teman saya tadi isinya lumayan
banyak. Sontak kami pun bertanya, “untuk apa ini bu?” “apa untuk IAIN?”
pertanyaan tersebut kami lontarkan karena memang pada tahap sebelumnya, ada
beberapa peserta yang memang ingin memberi kenang-kenangan kepada kampus, atau
menyumbang untuk masjid yang intinya bukan ditujukan untuk seseorang, dan itu
pun diberikan setelah semua ujian selesai. Tapi ternyata, amplop yang diberikan
oleh ibu-ibu tadi adalah untuk panitia dan juga dosen yang akan menjadi
penilainya di ujian esok harinya. Meskipun sempat kaget, dan – jujur saja –
sempat terpikir untuk menerima amplop tersebut. Tapi kemudian kami menyadari
bahwa itu bukanlah hak kami, dan pastinya karena itu juga mencatut kepentingan
kelulusan, maka kami pun menolak dengan tegas amplop tersebut.
Dari kejadian itu membuat saya sadar akan satu hal, bahwa benar
jika kejahatan itu tidak selalu diawali dengan niat jahat, namun juga bisa
terjadi karena ada kesempatan. Dan bisa jadi yang kedua itu lebih membahayakan
dari yang pertama. Jika yang pertama, karena diawali dengan niat jahat, maka
kejahatan itu bisa saja benar-benar terjadi. Kenapa saya katakan demikian? Karena
diniatkan sebesar apapun, jika tidak ada kesempatan, maka niat jahat itu pun
tidak akan berhasil. Namun sebaliknya, jika kejahatan yang dilakukan itu
dilandasi atas adanya kesempatan, maka niat jahat itu bisa muncul, dan apa yang
terjadi jika kesempatan ada dan diikuti dengan niat jahat yang muncul? maka
kejahatan itu pun bisa terjadi.
Dalam hal korupsi misalnya, yang marak terjadi di negeri ini. Jika
kita mau jeli dalam melihat para pelau koruptor, maka akan kita temui bahwa
beberapa diantara koruptor ini dulunya adalah aktivis mahasiswa yang ketika
menyandang status mahasiswa mereka dengan lantang menentang perilaku KKN yang
dilakukan para penguasa. Namun, saat mereka yang memegang kekuasaan, mereka pun
melakukan sesuatu yang dulunya ia tentang. Itu kenapa? Karena kesempatan mereka
yang berbeda. Dulu, ketika ia masih mahasiswa, kesempatan untuk memperoleh
banyak uang dari posisinya itu tidaklah banyak, atau tidak ada sama sekali. Ini
menjadikan godaan untuk korupsi itu sedikit, kesempatan itu pun kecil. Namun,
ketika ia memiliki kekuasaan, maka kesempatan untuk meraih banyak uang pun
terbuka, dan seakan lupa, ia pun mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya.
Kembali ke kasus suap yang saya ceritakan di atas, bahwa ada
beberapa hikmah yang bisa kita ambil pelajaran. Salah satunya adalah agar kita
mau melihat seseorang selayaknya kita berada di posisi orang tersebut. Dalam hal
korupsi misalnya, ada sebagian mahasiswa yang dengan getolnya menghujat para
koruptor, sumpah serapah pun diumbar bagi para koruptor. Saya berkata demikian
bukan karena saya menyalahkan para penentang korupsi dan membenarkan para
koruptor. Tapi lebih kepada upaya menyadari diri sendiri. Bahwa “tidak ada
kucing yang ketika disodori ikan akan enggan memakannya”. Korupsi bukan sepenuhnya
kesalahan pelakunya. Sekali lagi saya katakan bukan sepenuhnya, artinya masih
ada faktor lain yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi. Salah satunya ya
kesempatan itu tadi. Kadang saya juga penasaran pada para aktivis atau
mahasiswa yang dengan gigih menentang korupsi, saya penasaran apakah jika
kemudian ia berada dalam sistem yang di dalamnya kesempatan untuk KKN itu
terbuka lebar, mereka akan tetap memegang konsistensinya melawan korupsi? Apakah
mereka yakin jika mereka lebih kuat menahan godaan harta duniawi yang melimpah
dari pada koruptor yang saat ini telah tertangkap jika mereka berada di posisi
para koruptor ini? dari upaya suap yang dilakukan saat kegiatan PLPG ini saja
saya menyadari, bahwa posisi saya yang hanya panitia Lokasi saja bisa
mendatangkan kesempatan untuk meraih uang, apalagi jika posisi itu sangat
tinggi dan lebih berpengaruh? Maka kesempatan itu tentu akan lebih besar. Tinggal
kemudian persoalannya adalah apakah mau atau tidak mengambil kesempatan itu.
Tulisan ini bukan saya maksudkan untuk menyudutkan atau mengumbar
aib, melainkan sekedar refleksi saja bahwa korupsi dan kawan-kawannya (kolusi
dan nepotisme) pada dasarnya tidak selalu diawali oleh niat pelakunya dari
awal, melainkan juga karena kesempatan untuk melakukan kejahatan itulah yang
mempunyai sumbangsih besar atas maraknya korupsi. Sederhananya, silahkan saja
jika negeri ini dikuasai para penjahat, namun kesempatan melakukann kejahatan untuk
para penjahat ini ditutup serapat mungkin – entah bagaimana caranya – maka kejahatan
itu pun tak akan terjadi. Karena niat saja tanpa kesempatan itu sama halnya
dengan mimpi. Dan silahkan saja negeri ini dipimpin oleh para orang baik, namun
dalam proses pemerintahannya banyak sekali kesempatan untuk melakukan
penyelewengan, maka yang perlu kita ingat, bahwa selama bumi masih berputar,
syaitan tak pernah libur untuk menggoda manusia. Artinya, orang baik yang
dikelilingi kesempatan berbuat jahat, maka akan sangat rentan. Sedikit mengingatkan
pada kita, bahwa dalam lintasan sejarah,
banyak kita temui orang-orang yang awalnya berbudi baik sekali, tapi
kemudian berhasil dijerumuskan oleh syaitan. Dan saya sedikit menyimpulkan jika
strategi yang digunakan oleh syaitan dalam membujuk manusia berbuat jahat
adalah menciptakan kesempatan-kesempatan berbuat jahat yang karena adanya
kesempatan itu, terjerumuslah manusia itu dalam kejahatan, meskipun awalnya ia
sangatlah alim dan taat sekalipun. Misalnya ya itu tadi, melalui posisin saya
sebagai panitia lokasi, terciptalah kesempatan bagi saya untuk melakukan
kejahatan. Jadi, kejahatan – memang – terjadi bukan karena ada niat saja,
melainkan karena ada kesempatan. Waspadalah......waspadalaaaaaaaah.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Amiiiiiin.
0 Response to "Korupsi: Antara Niat dan Kesempatan"
Post a Comment