Refleksi dari Pelatihan Research Skill
Setiap orang memiliki pengalaman pribadinya masing-masing, yang
terkadang pengalaman tersebut – meskipun bisa diceritakan kepada orang lain –
belum tentu orang lain bisa merasakan apa yang dirasakan si pencerita pertama.
Salah satu contoh adalah – bagi diri penulis – ketika banyak dosen yang
menyampaikan betapa pentingnya bagi kita untuk membaca buku dan segala sumber
ilmu. Karena dari membaca itu kita bisa membuka wawasan-wawasan keilmuan
dengan begitu luasnya. Bagi dosen
tersebut, banyak membaca buku akan memberikan dampak positif yang sangat
berharga bagi keilmuan yang kita kita miliki, karena didasarkan dari
pengalamannya tersebut. Namun, pengalaman itu meskipun bisa dibagi kepada para
mahasiswanya, tidak lantas menjadikan semua mahasiswanya menjadi sadar atau kemudian mau membaca
banyak buku. Salah satu hal yang menjadikan keengganan itu adalah belum adanya
pengalaman yang dialami langsung oleh para mahasiswa ini yang membenarkan bahwa
dengan membaca, mereka bisa membuka serta memperluas wawasan keilmuan mereka.
Terkadang kita pun demikian, kita selalu mendengar motivasi-motivasi dari
orang-orang sukses, mereka membagi kepada kita bagaimana kita bisa meraih
kesuksesan dan sebagainya. Tapi, lagi-lagi karena kita memang belum terjun
langsung pada apa yang disampaikan motivator-motivator tersebut, akhirnya
motivasi-motivasi yang diberikan itu hanya bereaksi sementara pada kita.
Sama halnya, ketika saya pribadi dari bangku pendidikan Strata 1
selalu dipesan oleh banyak dosen untuk sering-sering membaca jurnal penelitian,
terlebih saat berada di semester-semester akhir, dimana tugas akhir perkuliahan
sudah menanti. Dari jurnal-jurnal penelitian inilah kita akan mendapat banyak
inspirasi-inspirasi tentang penenilitian apa yang hendak kita ambil. Awal-awal,
memang semangat mencari jurnal itu menggebu-gebu, namun ketika kemudian
didapati bahwa untuk mendapatkan jurnal penelitian itu tidak mudah, maka
kenyataan itu akhirnya menyurutkan niat untuk lebih sering membaca
jurnal-jurnal penelitian. Dan ini kemudian memunculkan satu pengalaman
tersendiri bahwa “jurnal penelitian itu tak semanis kata para dosen”.
Kini, di jenjang penddikan selanjutnya, tuntutan untuk membuka dan
membaca-baca jurnal ilmiah ada lagi pada semester akhir yang salah satu penentu
kelulusan adalah tugas akhir. Banyak para dosen yang menyarankan untuk sering
membuka jurnal, karena dari situ kita akan dapat banyak imspirasi penelitian.
Saran-saran tersebut tentunya berangkat dari pengalaman dari para dosen yang
menemukan besarnya manfaat dari jurnal-jurnal ilmiah ini. Tapi, bagi kami para
mahasiswa – atau khususnya bagi diri saya sendiri – karena belum merasakan
kemanfaatan itu, akhirnya belum bisa mengiyakan apa yang dinyatakan oleh para
dosen-dosen tersebut. Ditambah lagi bahwa untuk mendapatkan jurnal-jurnal ini
memang tidak mudah. Iya, beberapa memang bisa kita akses dari internet. Tapi,
tidak jarang apa yang kita dapati dari internet, dengan pencarian melalui
peramban yang umum seperti Google tidak memunculkan jurnal-jurnal yang hendak
kita cari. Masalah lainnya adalah ketika kita sudah menemukan jurnal tersebut,
ternyata jurnal tersebut berbayar, yang artinya tidak bisa diakses secara
cuma-cuma. Banyaknya kendala yang dihadapi ini pada akhirnya menghambat
sampainya pengalaman yang positif yang dirasakan oleh para dosen kepada para
mahasiswa terkait dengan kegunaan jurmal itu sendiri.
Dua hari terakhir ini, saya dan beberapa teman dari Prodi Pasca
Sarjana PAI UIN Maliki Malang mendapatkan pelajaran berharga terkait dengan
jurnal dan beberapa sumber referensi online. Dipandu oleh Bapak Faizuddin
Harliansyah, MIM., selaku Kepala Perpustakaan UIN Maliki Malang, kami
diperlihatkan betapa pentingnya bagi kami dan juga para akademisi lainnya untuk
memmpunyai keahlin penelitian (research skill) di samping juga penting
memiliki keahlian dalam metode penelitian, yang mana untuk keahlian yang kedua
ini sudah banyak diajarkan di mata kuliah-mata kuliah. Research Skill ini
berbeda dengan research metode, karena research skill ini lebih
kepada kemampuan menggunakan referensi-referensi ilmiah yang telah banyak
dipublikasikan di dunia maya (internet). Memang, kita bisa mencari apa saja
diinternet melalui bantuan Google atau search engine lainnya, namun apa
yang diperoleh dari situ tidak semuanya bisa masuk pada kategori ilmiah.
Intinya, melalui search engine yang umum itu kita akan kesulitan mencari
referensi-referensi ilmiah yang memang bisa kita pakai sebagai pijakan untuk
sebuah penelitian ilmiah.
Materi dari pelatihan ini adalah bagaimana mengakses referensi-referensi
ilmiah yang tersebar di internet. Yang mana referensi ini dari segi
kredibilitasnya sangat tinggi. Dipaparkan juga strategi pengolahan refensi riset
dari internet, mulai dari pemetaan sumber-sumber referensi ilmiah hingga pada
pengelolaan refensi ini setelah berhasil didapatkan.
Dari pelatihan tersebut, setidaknya ada beberapa pengalaman
berharga yang kami dapat. Salah satunya adalah apa yang selama ini dikatakan
oleh para dosen, bahwa jurnal itu bisa memberikan inspirasi tentang tema-tema
atau masalah yang hendak kita teliti adalah benar. Pembenaran ini bukan berarti
kami menganggap apa yang dikatakan itu – sebelumnya adalah salah – sebelum
adanya pelatihan ini. Melainkan pembenaran yang memang kami sendiri merasakan
bahwa jurnal itu memang memberikan banyak inspirasi yang berharga, utamanya
bagi tema-tema penelitian. Itulah kenapa pada awal tulisan ini saya sampaikan
bahwa setiap orang itu mempunyai pengalamannya masing-masing, yang terkadang
pengalaman itu tidak bisa dirasakan orang lain, tanpa orang tersebut
mengalaminya sendiri, meskipun ia telah banyak diceratai tentang pengalaman
tersebut.
Sengaja tulisan ini tidak membahas secara detail apa yang ada dalam
pelatihan tersebut, karena memang untuk menceritakan semuanya di sini sangat
tidak memungkinkan mengingat materi yang tidak sedikit. Di samping juga
keterbatasan bahasa tulis yang saya miliki. namun, yang perlu saya garis bawahi
di sini adalah sudah kita perlu tahu bagaimana harus menggunakan kecanggihan
teknologi informasi yang telah berkembang pesat dewasa ini. Dan perlu saya
sampaikan di sini bahwa Bapak Faizuddin mengatakan – yang kurang lebihnya –
adalah jika beda buku dengan jurnal adalah bahwa jurnal itu berangkat dari
penelitian di lapangan, itu yang saya tangkap. Informasi yang ada di jurnal
bisa lebih up to date dari pada yang ada di buku. Seperti – dicontohkan
– penggunaan tanaman ganggang sebagai sumber energi, informasi itu bisa lebih
dahulu termuat dalam jurnal dibanding denga yang ada dalam buku.
Karena itu tadi, jurnal ilmiah berangkat dari adanya penelitian,
yang tidak jarang hasil dari penelitian itun adalah sesuatu yang baru. Dan
tidak menutup kemungkinan, sesuatu yang baru ini bisa dilakukan penelitian
selanjutnya yang bersifat mengembangkan. Itulah kenapa yang menjadikan jurnal
itu bisa memeberikan inspirasi untuk penelitian selanjutnya. Karena memang
jurnal penelitian selalu menampilkan sesuatu yang up to date.
Menyambung apa yang disarankan oleh bapak Faiz, bahwa sudah saatnya
kita bisa menggunakan sumber-sumber atau referensi-referensi ilmiah yang ada di
internet untuk pengembangan keilmuan. Karena itu, sudah selayaknya di
lembaga-lembaga Pendidikan Tinggi ini mulai dibudayakan penggunaan-penggunaan
jurnal penelitian dalam setiap mata kuliah. Ini dimaksudkan untuk membiasakan
mahasiswa berhadapan dengan jurnal-jurnal ilmiah. Dan secara pribadi, saya
berharap di setiap Perguruan Tinggi rutin diadakan pelatihan “resaerch skill”
ini sebagai salah satu bentuk pengembangan keilmuan. Karena memang akan banyak
hal baru yang sangat berguna yang bisa dipetik dari “research skill’
ini. Terimakasih banyak kami haturkan pada Bapak Faizuddin Harliansyah yang
telah berkenan membagi waktu, tenaga, dan yang paling utama adalah telah
berkenan membagi ilmunya tentang “research skill” kepada kami. “Amaziiiiiiiing...”
adalah ungkapan yang mewakili kebahagiaan kami telah mendapatkan ilmu dari
Bapak. Semoga pelatihan-pelatihan seperti ini bisa dilaksanakan secara rutin
dan massif di semua perguruan-perguruan tinggi di mana pun berada. Dengan begitu, kendala untuk mendapatkan jurnal atau referensi-referensi ilmiah bisa diatasi, tinggal tantangan yang menanti adalah ketelatenan kita untuk memahami bahasa yang dipakai dalam jurnal dan referensi-referensi, yaitu bahasa Inggris. Karena meskipun referensi yang berbahasa Indonesia juga ada, namun jumlahnya tak sebanyak yang berbahasa Inggris. Terimakasih
juga kami haturkan bagi para dosen-dosen yang telah membimbing dan memberikan
ilmu serta motivasinya kepada kami. Semoga engkau tak pernah lelah membimbing
dan mendoakan untuk kesuksesan kami ke depan. Amiiiiiiiin amiiin amiiiiin.
Semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat, termasuk semoga
menginspirasi siapa saja untuk mau dan belajar tentang “research skill”,
dan kurang lebih dan mungkin ada salah-salah kata kami mohon maaf
sebesar-besarnya.[]
0 Response to "Refleksi dari Pelatihan Research Skill"
Post a Comment