Fikih Kedokteran: Hymenoplasty (Operasi Selaput Dara)
A.
Operasi Selaput Dara (Hymenoplasty)
1.
1. Hymenoplasty dalam
pandangan Kedokteran
Pembahasan
ini akan langsung fokus pada hymenoplasty, karena pada dasarnya pembahasan hymenoplasty ini perlu diawali dengan penjelasan anatomi reproduksi wanita. Dalam
anatomi reproduksi wanita, terdapat bagian yang biasa disebut dengan selaput
dara atau yang dalam istilah medisnya disebut dengan hymen. Hymen adalah lapisan mukosa yang mengelilingi atau menutupi
sebagian dari muara vagina. Lapisan tersebut, seperti halnya mukosa vagina,
juga mempunyai pembuluh darah dan pembuluh saraf. Oleh sebab itu, robekan pada
hymen seringkali diikuti dengan perdarahan dan rasa nyeri.[1] Meskipun demikian, kini dalam dunia medis
terdapat cara untuk melakukan perbaikan terhadap hymen yang telah rusak,
yaitu dengan melakukan operasi selaput dara atau hymenoplasty.
Hymenoplasty atau operasi rekonstruksi selaput dara sejatinya adalah sebuah
prosedur untuk kembali merekatkan selaput dara pada bibir vagina menggunakan
jahitan. Jahitan yang diterapkan adalah jenis jahitan yang dissolvable
sehingga secara kasat mata tidak akan terlihat dan tidak perlu dilepas pasca
operasi. Dengan kembali merekatnya dinding vagina, maka rasa sakit dan
pendarahan saat melakukan sexual intercourse pun dapat terjadi kembali.[2]
Prosedur dalam operasi ini adalah sebagai berikut:
a.
Konsultasi menjadi
prosedur awal operasi keperawanan. Tahapan ini menjadi jembatan yang
menyambungkan dan menyelaraskan keinginan pasien dengan pandangan medis dari
dokter.
b.
Tahapan berikutnya
adalah pemeriksaan kesehatan. Seperti prosedur bedah pada umumnya, operasi
keperawanan pun menyimpan risiko. Karenanya penting untuk memastikan calon
pasien dalam kondisi prima lewat medical check-up.
c.
Masuk ke tahap
pengerjaan, pemberian bius dilakukan dengan bius total supaya pasien nyaman,
tidak merasa kesakitan, karena posisi pasien seperti orang
melahirkan. Teknik yang digunakan pada setiap pasien tidaklah sama, tergantung
pada jenis robekan yang ada. Bila robekan baru terjadi dan hanya pada satu
tempat saja sementara selaput dara sisanya masih utuh, maka akan dilakukan
operasi yang sederhana. Operasi ini hanya membutuhkan waktu yang relatif
singkat, yaitu sekitar 10-20 menit. Bila selaput dara sudah lama robek dan
terjadi di beberapa tempat maka teknik yang dilakukan akan semakin rumit.
Kemungkinan tersambung dengan sempurna pun menjadi semakin kecil. Waktu yang
dibutuhkan untuk operasi ini juga cukup lama, sekitar 30 menit sampai 1 jam.
d.
Sebagai tindakan
pascaoperasi, pasien diwajibkan “puasa” seks minimal 40 hari atau sampai luka
operasi pulih. Hasilnya, keperawanan (selaput dara utuh) pun bisa didapatkan
pasien.[3]
Sementara itu,
metode yang digunakan dalam operasi ini terdiri dari dua macam, yaitu simple hymenoplasty dan alloplant.
a.
Simple Hymenoplasty
Hymen yang tersisa akan diikat bersama untuk menutupi kerusakan yang
terjadi. Kemudian jaringan hymen akan terangkat, sehingga vagina akan kembali
terlapiskan hymen. Jadi selaput dara akan dilukai dulu, kemudian dijahit
kembali. Penyatuan kembali lapisan mukosa selaput dara itu dilakukan oleh
benang yang tipis yang bersifat terserap oleh tubuh. Kadang dibutuhkan
pemindahan jaringan dari “Miss V” bagian luar untuk membuat lagi selaput dara
tersebut.
b.
Alloplant
Tindakan Alloplant ini dilakukan bila lapisan Hymen sudah tidak bisa lagi
diperbaiki, karena kerusakan yang terjadi sangat parah atau bahkan telah hilang
sama sekali karena itu dilakukan pemasangan Hymen buatan. sebuah sayatan
berbahan biometri akan dimasukan dan akan menjadi Hymen. Implan Hymen ini juga
termasuk prosedur sederhana, dilakukan dengan cara pembiusan lokal. Karena itu
untuk menentukan tindakanoperasi mana yang akan dilakukan, dokter akan
mengadakan pemeriksaan kondisi pasien terlebih dahulu untuk mengetahui
kerusakan yang terjadi. Setelah dilakukan pemeriksaan dilanjutkan dengan
pemeriksaan pembekuan darah dan kondisi fisik selama dua minggu sebelum
dilakukan operasi.[4]
Sekilas dari pembahasan ini dapat dilihat bahwa operasi selaput dara ini
adalah operasi sederhana, dan dari segi risiko serius yang ditimbulkan pasca
operasi ini hampir tidak ada. Karena memang operasi ini bersifat operasi kecil,
dan apa yang menjadi objek operasi adalah bukan organ vital yang dapat
mengancam pelaku operasi. Dan meskipun ada, itu terkait dengan perawatan pasca
operasi.
2.
2. Hymenoplasty dalam
Pandangan Fikih
a.
Sisi Positif dan Negatif Hymenoplasty
Mempertimbangkan sebagian pandangan di masyarakat yang menganggap
kehormatan gadis terletak di selaput daranya menjadikan operasi selaput dara
ini sebagai alternatif bagi wanita yang kehilangan keperawanannya sebelum
menikah. Dari sudut pandang kedokteran, hymenoplasti
tentu merupakan suatu kemajuan. Namun bagaimana jika ini kemudian dilihat
dari sudut pandang agama Islam, khususnya dari kaca mata fikih yang pada
akhirnya memunculkan rumusan hukum tentang boleh atau tidaknya hymenoplasty. Untuk dapat mengatahui
hukum dari hymenoplasty ini, terlebih
dahulu perlu diungkap dampak yang ditimbulkan, baik dari segi positif atau
negatif.
1)
Sisi
Posistif Hymenoplasty
Nu’aim Yasin[5]
menyebutkan ada lima dampak positif dari adanya hymenoplasty, diantaranya: untuk menutupi aib, melindungi keluarga,
pencegahan dari prasangka buruk, mewujudkan keadilan antara pria dan wanita,
dan mendidik masyarakat.
a)
Untuk
menutupi aib
Menutupi
aib seorang gadis yang telah sobek selaput daranya bisa dengan dua cara, yaitu
menutupi secara pasif dan aktif. Cara pertama yaitu dengan tidak
menyebarluaskan aib itu kepada orang lain. Sedangkan mengembalikan kondisi
selaput dara yang dilakukan dokter melalui operasi adalah cara menutupi aib
secara aktif. Dari kedua cara tersebut, adalah cara yang kedua, yakni melakukan
operasi selaput dara yang benar-benar bisa menutup aib.
Adapun menutup
aib itu sendiri merupakan tujuan syariat yang mulia, dan ini juga ditekankan
dalam beberapa nash dari sunnah Nabi saw., diantaranya sabda beliau:
لَا
يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ . (رواه مسلم)
Artinya: “Tidaklah seseorang
menutupi aib orang lain di dunia, kecuali Allah akan menutupi aibnya pada hari
kiamat.” (HR. Muslim)
لَا
يَرَى مُؤْمِنٌ مِنْ أَخِيْهِ عَوْرَةً فَيَسْتُرُهَا عَلَيْهِ إِلَّا أُدْخِلَهُ
اللهُ بِهَا الْجَنَّةَ. (رواه الطبراني)
Artinya: “Tidaklah seorang
mukmin melihat aib saudaranya lalu menutupinya, kecuali Allah akan
memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Ath-Thabrani)
Juga sabda Nabi
saw. Kepada Hazzal –seorang laki-laki yang mengetahui masalah Ma’iz ketika
berzina– “Jika kamu menutupinya dengan
bajumu, itu lebih baik bagimu.” (HR. Dawud, dll)
b)
Melindungi
keluarga
Kepentingan lain dilakukannya hymenoplasty
di samping menutupi aib adalah melindungi sebagian keluarga –yang akan
dibentuk kemudian hari– dari hal-hal yang menyebabkan kehancuran. Karena jika
kemudian gadis yang telah hilang/rusak keperawanannya menikah, dan suaminya
kemudian tahu bahwa wanita yang dinikahinya sudah tidak perawan, maka hal itu
bisa menjadi sebab hancurnya keluarga. Atau paling tidak menimbulkan prasangka
dan hilangnya kepercayaan antara keduanya, sedangkan tidak dapat dipungkiri
bahwa suatu rumah tangga berlandaskan rasa saling percaya adalah salah satu
tujuan syariat. Sehingga hymenoplasty dipandang
memiliki manfaat melindungi keluarga dari kehancuran.
c)
Pencegahan
dari prasangka buruk
Artinya, hymenoplasty ini dapat menyebarkan
prasangka baik dalam masyarakat, dan menutup pintu di mana jika dibiarkan
terbuka terbuka akan memungkinkan masuknya prasangka buruk dalam hati, dan
tenggelam dalam apa yang telah diharamkan oleh Allah, dan hal tersebut
terkadang menyebabkan kezhaliman atas gadis-gadis yang tidak bersalah.
Sementara, menyebarkan prasangka baik di antara orang-orang mukmin itu sendiri
adalah tujuan syariat. Allah SWT. berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah perbuatan banyak berburuk sangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari kesalahan-kesalahan orang
lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.” (QS.
Al-Hujurat: 12)
d)
Mewujudkan
keadilan antara pria dan wanita
Faktanya, seorang lelaki demngan kekejian dan perbuatan tercela
apapun tidak akan menimbulkan pengaruh fisik pada tubuhnya, dan tidak ada
kecurigaan apapun di sekitarnya, jika perbuatan itu tidak dapat dibuktikan
melalui perangkat hukum syariat. Sedangkan bagi seorang perempuan, akan
disalahkan secara sosial dan adat atas hilangnya keperawanannya sebelum
menikah, sekalipun tidak ada satu bukti yang diakui oleh syariat atas perbuatan
kejinya.
Melihat kenyataan di atas, maka kita dapati bahwa secara ijma’ dari
fuqaha bahwa perbuatan zina tidak ditetapkan oleh sekedar hilangnya keperawanan
seorang gadis. Karena bagaimana pun juga sebab hilangnya keperawanan itu
beragam, maka jika hal itu tidak dikuatkan dengan pengakuan, kesaksian, atau
kronologi kejadian, berarti ia tidak bisa menjadi suatu tanda atas perbuatan
keji tersebut dan tidak ada hukumannya.
Ketentuan tersebut dalam rangka mewujudkan keadilan bagi pria dan
wanita. Karena jika tanda melakukan perbuatan keji itu dinilai dari fisik saja,
yakni dilihat dari selaput dara seorang wanita, maka akan terasa tidak adil
bagi para wanita. Sementara para pria sendiri tidak ada tanda-tanda secara
fisik apakah ia telah melakukan perbuatan keji atau tidak. Akan tetapi, bagaimana
jika di suatu daerah telah dipertahankan adat jika seorang wanita yang selaput
daranya telah rusak – tanpa peduli apa penyebabnya – adalah wanita yang telah
berbuat keji atau hilang kehormatannya, maka hymenoplasty bisa menjadi alternatif atau jalan keluar untuk
menyikapi adat tersebut.
e)
Mendidik
masyarakat
Penjelasan
tentang pengaruh yang mendidik secara umum ini adalah bahwa sebuah kemaksiatan
jika ditutupi, bahayanya akan terbatas pada wilayah yang sempit. Bisa jadi
hanya terbatas pada diri si pelaku saja, dan jika ia bertaubat maka pengaruhnya
akan hilang sama sekali. Namun, jika hal tersebut tersebar dalam masyarakat,
maka pengaruh buruknya akan bertambah, dan akan berkuranglah rasa segan pada
orang yang melakukannya yang pada akhirnya akan melemahkan perasaan sosial jika
hal itu terus terjadi. Apabila telah sampai pada batas ini, maka melakukan
kemaksiatan tersebut akan menjadi hal yang sepele, dan telah disebutkan
dalam sebuah riwayat, “Sesungguhnya kemaksiatan jika disembunyikan,
tidaklah berbahaya kecuali bagi pelakunya, dan jika disebarluaskan dan
diingkari akan berbahaya bagi masyarakat umum.”
Tindakan hymenoplasty –
seperti yang telah disinggung dalam poin sebelumnya - merupakan salah satu aib
yang dalam konteks ini adalah kemaksiatan. Sehingga bisa diartikan sebagai
upaya meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan. Lebih dari itu, jika
operasi ini tidak dilakukan, sementara si gadis mendapat perlakuan tidak
menyenangkan/hukuman dari msyarakat, ditambah keimanan kepada Allah yang tidak
terlalu melekat akan memunculkan reaksi yang sebaliknya yang justru akan lebih
menjerumuskannya dalam kehinaan dengan melakukan maksiat terus menerus, karena
ia sudah tidak takut lagi kehilangan tanda yang memberinya kehormatan setelah
kehormatan itu hilang karena hal-hal di luar kemampuannya atau oleh kecelakaan.
Beberapa sisi positif hymenoplasty
di atas tidak seharusnya diterima begitu saja. Karena apa yang menjadi
nilai positif ini tidak bisa dipakai/diterapkan begitu saja dalam kasus
rusaknya selaput dara, apalagi penyebab dari rusaknya selaput dara itu sendiri
bermacam-macam. Dan jika memang benar rusaknya selaput dara tersebut karena
perbuatan zina atau melakukan hubungan seks di luar nikah dengan sengaja, maka hymenoplasty bisa menjadi hal yang negatif,
karena akan mendorong timbulnya kemaksiatan-kemaksiatan lainnya.
2)
Sisi-sisi
Negatif Hymenoplasti
Mengetahui sisi positif yang
ditimbulkan dari sesuatu tanpa melihat sisi negatifnya akan menjadikan
penilaian terhadap sesuatu itu menjadi kurang baik/benar, begitu pun dengan hymenoplasty. Berikut beberapa sisi
negatif dari adanya operasi selaput dara (hymenoplasty):
a)
Penipuan
Di balik
pengembalian keperawanan yang dilakukan dokter itu terdapat unsur penipuan
terhadap calon suami, karena suatu tanda yang menjadi bukti akan kelakuan buruk
yang pernah dilakukan oleh gadis itu telah tertutupi.[6] Jikalau
diketahui keburukan itu, niscaya suaminya tidak akan meneruskan kehidupan
berumah tangga dengan gadis tersebut, untuk menjaga keturunannya, dan karena
khawatir akan lahirnya anak-anak yang bukan dari darah dagingnya.[7]
Terkait dengan
seorang suami yang tidak mengetahui bahwa istrinya telah hilang keperawanannya
sebelum menikah, dan di kemudian hari suami itu tahu atas fakta itu. Maka suami
boleh memilih apakah akan mempertahankan istrinya atau menceraikannya.[8]
Dan apabila dari awal suami mensyaratkan keperawan sang istri, sementara
kenyataannya tidak demikian maka pernikahan itu batal dengan sendirinya. Dalam
hal ini, berarti dokter telah menyepelekan hak suami dan menipunya dengan
keperawanan palsu sehingga persyaratan itu terwujud dalam diri sang istri.[9]
b)
Mendorong
perbuatan keji
Jika
keperawanan bisa dikembalikan dengan operasi, maka akan mendorong berkembangnya
perbuatan keji dalam masyarakat. Karena dengan demikian , rasa segan dan
tanggung jawab pada diri seorang gadis akan hilang, dimana biasanya rasa segan
itu akan mencegahnya dari perbuatan keji tersebut, karena sadar bahwa perbuatan
keji (hubungan seks di luar nikah) akan berpengaruh dan membekas pada tubuhnya
yang pada akhirnya akan mendatangkan hukuman dari masyarakat. Akan tetapi, jika
ternyata kerusakan itu bisa diperbaiki, maka akan menghilangkan rasa takut atas
konsekuensi yang didapatkan atau dengan kata lain, gadis tersebut tidak akan
takut lagi jika harus kehilangan keperawanannya meskipun ia belum menikah.
Karena keperawanan itu bisa diperolehnya lagi dengan operasi. Hal ini tentu
bertentangan dengan tujuan syariat dalam pencegahan zina, dan menutup semua
pintu yang dapat mengantarkan pada tujuan tersebut.[10]
c)
Membuka
aurat
Menurut seluruh
fuqaha, kemaluan wanita dan sekitarnya adalah aurat yang paling vital, dan
karenanya tidak diperbolehkan bagi selain suami untuk melihatnya dan
menyentuhnya, baik yang melihat dan menyentuhnya itu lelaki atau wanita.
Sementara, operasi pengembalian keperawanan mengharuskan melihat dan
menyentuhnya. Selain itu, membuka aurat, khususnya aurat yang paling vital
tidak dihalalkan kecuali terpaksa atau sangat dibutuhkan, sedangkan ilmu
kedokteran tidak menemukan manfaat keperawanan untuk kesehatan sehingga alasan
yang mendesak yang menghalalkan tindakan tersebut tidak ada, kecuali jika
terjadi luka akibat dari sobeknya keperawanan.[11]
b.
Hukum Hymenoplasty
Dalam literatur-literatur fikih,
hukum pernikahan bisanya disandingkan atau dikaitkan dengan bagaimana kondisi
seseorang. Ada kalanya nikah itu dibolehkan, diwajibkan, disunnahkan, bahkan
diharamkan. Sama halnya dengan pernikahan ini, penentuan hukum hymenoplasty ini juga dikaitkan dengan bagaimana seorang
gadis itu kehilangan keperawanannya. Berikut adalah penjelasan hukum operasi
selaput dara/hymenoplasty:[12]
1)
Wajib
Jika sobeknya
sela put dara disebabkan oleh kecelakaan atau
perbuatan yang bukan mkasiat secara syariat dan bukan hubungan seksual dalam
pernikahan, maka terdapat dua hukum, yakni wajib dan sunnah. Wajib dilakukan
operasi pengembalian selaput dara jika diaykini si gadis akan menerima
kezdaliman karena adat istiadat, dengan harapan bahwa dengan dilakukannya
operasi akan menghilangkan yang kemungkinan besar akan terjadi.
2)
Sunnah
Operasi selaput dara ini dihukumi sunnah jika diperkirakan
kemudlaratan yang akan terjadi itu kecil. Adapun yang dijadikan sebagai batasan
untuk menetapkan urgen tidaknya operasi tersebut adalah tabiat dan adat
istiadat masyarakat dimana gadis itu tinggal di dalamnya.
3)
Haram
Keharaman
operasi selaput dara ini disebabkan oleh dua hal: pertama, jika penyebab
hilangnya selaput dara ini karena hubungan seksual dalam pernikahan, maka hymenoplasty
ini hukumnya haram atas janda atau wanita yang dicerai, karena tidak ada kepentingan
di dalamnya. Terlebih lagi diharamkan untuk yang sudah menikah karena itu sama
saja dengan main-main, ditambah lagi tidak diperkenankannya dokter melihat
aurat wanita kecuali dalam keadaan darurat.
Kedua,
jika penyebabnya adalah zina yang diketahui masyarakat, baik yang
diketahui melalui putusan pengadilan bahwa si gadis berzina, atau karena
perbuatan zina itu dilakukan berulang-ulang, atau karena pernyataan dari si
gadis itu itu sendiri dan dia terkenal sebagai pelacur. Maka, operasi yang
dilakukan terhadap gadis ini tidak ada kemaslahatannya sama sekali.
4)
Boleh
(mubah)
Jika hilangnya keperawanannya tidak diketahui oleh masyarakat, maka
dokter bisa memilih untuk melakukan operasi atau tidak. Dan melakukannya lebih
baik jika memungkinkan, karena perbuatannya ini termasuk menutupi aib.
Terkait dengan menutupi aib ini, terdapat beberapa hukum: pertama,
menutupi aib itu haram jika mengakibatkan hilangnya hak-hak manusia; kedua,
wajib hukumnya mneutupi aib secara nyata mengakibatkan terjadi mudlarat atau
kerusakan; ketiga, sunnah jika yang melakukan maksiat telah bertaubat
dan tidak mengulangi perbuatannya; keempat, makruh jika seseorang yang
telah taubat tadi kembali mengulangi perbuatannya, maka menutupi aib itu
makruh; dan kelima, mubah jika tidak diketahui apakah pelaku itu
bertaubat atau tidak.
Pengantar Fikih Kedokteran, klik di sini
Untuk melanjutkan Pembahasan tentang Aborsi, silahkan klik di sini
Refleksi Fikih Kedokteran ada di sini
Untuk melanjutkan Pembahasan tentang Aborsi, silahkan klik di sini
Refleksi Fikih Kedokteran ada di sini
[1] http://fathecca.blogspot.com/2014/05/hymenoplasty-rekontruksi-selaput-dara.html. Diakses pada
tanggal 26/04/2015. Pukul 19.30 WIB
[2] http://www.vemale.com/topik/perawatan-tubuh/40953-hal-hal-yang-perlu-anda-ketahui-tentang-hymenoplasty.html. Diakses pada
tanggal 26/04/2015, pukul 19.15 WIB
[3] http://cintakasih88.blogspot.com/2012/04/operasi-selaput-dara-untuk.html. Diakses pada
tanggal 16/04/2015. Pukul 19.45 WIB
[4] http://fathecca.blogspot.com/2014/05/hymenoplasty-rekontruksi-selaput-dara.html. Diakses pada
tanggal 26/04/2015. Pukul 19.30 WIB
[5] Muhammad
Nu’aim Yasin, Op. Cit., hlm. 239-245
[6] Oleh karena
itu, Islam menganjurkan agar sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, terlebih
dahulu yang meminang dan keluarganya mencari informasi pendahuluan tentang
calon yang diinginkan untuk menjadi teman hidup. ... Dari pihak yang dipinang,
tidak ada kewajiban untuk menyampaikan segi negatif dari calon yang dipinang
selama hal itu tidak berkaitan dengan fungsi perkawinan. Namun, jika aib itu
terkait dengan fungsi pernikahan seperti impotensi, gila atau memiliki penyakit
menular yang bisa mengangganggu hubungan suami istri maka harus diketahui oleh
kedua belah pihak. Lihat M. Quraish Shihab, Anda
Bertanya, Quraish Shihab Menjawab; Berbagai Masalah Keislaman, (Bandung:
Al-Bayan, 2002), hlm. 214-215
[7] Muhammad
Nu’aim Yasin, Op. Cit., hlm. 245
[8] Syeikh
Athiyyah Shaqr, Fatwa Kontemporer Seputar
Remaja, terj. M. Wahib Aziz, (......: Penerbit Amzah, 2003), hlm. 9
[9] Muhammad
Nu’aim Yasin, Loc. Cit.
[10] Ibid.,
hlm. 246
[11] Ibid.,.
Terkait dengan pemeriksaan dokter terhadap pasien yang berlainan jnis, menurut
Dr. Elkadi, seperti yang dikutip oleh Abul Fadl, sebaiknya dihadiri orang
ketiga. Hal ini dapat melindungi pasien dari godaan yang mengarah pada
pelecehan seksual, dan menjadi salah satu bentuk rasa hormat terhadap pasien.
Lihat Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi;
Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandula; Isu-isu Biomedis dalam Perspektif Islam, terj.
Sari Meutia, cet. ke-2, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 47
[12] Muhammad
Nu’aim Yasin, Op. Cit., hlm. 264-265
0 Response to "Fikih Kedokteran: Hymenoplasty (Operasi Selaput Dara)"
Post a Comment