ANALISIS KRITIS TENTANG KEBIJAKAN STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat suatu sistem yang di dalamnya
terdapat komponen-komponen yang saling berinteraksi, berinterelasi dan berinterdependensi
satu sama lain. Salah satu komponen pembelajaran itu adalah evaluasi. Begitu
pun dalam proses pembelajaran, salah satu langkah yang harus ditempuh seorang
guru adalah evaluasi.[1]
Karenanya, berbicara tentang pembelajaran, yang dalam hal ini terkait langsung
dengan proses pendidikan, evaluasi atau penilain baik itu dalam tingkatan
mikro, yakni proses belajar mengajar dalam kelas, atau pun pada tingkatan
makro, yaitu pada lembaga itu sendiri dalam sangatlah penting. Karena bagaimana
pun juga evaluasi ini adalah komponen dari pendidikan itu sendiri.
Dimasukkannya evaluasi sebagai salah satu komponen pendidikan tidak
lepas dari tujuan utama dari evaluasi itu sendiri. Tujuan utama dari kegiatan
evaluasi ini adalah untuk membuat keputusan, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Tylor, dalam Sudaryono,[2]
bahwa tujuan evaluasi ialah untuk mengembangkan suatu kebijakan yang
bertanggung jawab mengenai pendidikan. Artinya, evaluasi atau penilaian yang
dilakukan tidak hanya sekedar mengukur sejauh mana tujuan yang sudah ditetapkan
di awal telah tercapai, namun hasil evaluasi ini dipakai untuk mengambil
keputusan.[3]
Dalam proses pembelajaran misalnya, seorang guru melakukan evaluasi atas mata
pelajaran yang diberikan pada peserta didiknya, di mana hasil dari evaluasi
tersebut digunakan oleh guru tersebut untuk memutuskan apakah peserta didiknya
lulus atau tidak. Jika lulus maka akan diapakan atau diberi tambahan materi
atau bagaimana, dan jika tidak lulus apakah harus mengulang atau ada kebijakan
lainnya bagi peserta didik yang tidak lulus.
Apa yang menjadi tujuan evaluasi di atas, nyatanya memang sesuai
dengan fungsi evaluasi itu sendiri. Fungsi evaluasi secara umum
setidak-tidaknya memiliki tiga fungsi pokok, yaitu: mengukur kemajuan;
menunjang penyususunan rencana; dan memperbaikik atau melakukan penyempurnaan
kembali.[4] Melihat
pentingnya tujuan dan fungsi dari evaluasi ini, maka bukan hal yang aneh jika
kemudian penilaian ini dimasukkan ke dalam salah satu komponen Standar Nasional
Pendidikan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 yang merupakan salah
satu upaya Pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang No. 2 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.[5]
Dikembangkannya Standar Nasional Pendidikan ini secara sederhana bisa dimaknai
sebagai upaya Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,
karena dalam satandar-standar yang ditetapkan ini adalah memuat kriteria
minimal yang dapat dipenuhi oleh suatu lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
kegiatan kependidikan.
2.
Rumusan
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan yang penulis
ajukan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Apa
itu standar penilaian pendidikan?
b.
Bagaimana
landasan Yuridis Formal dari sistem evaluasi dan standar penilaian?
c.
Bagaimana
standar penilaian oleh pendidik dan standar penilaian oleh satuan pendidikan?
d.
Bagaimanakah
analisis kritis terkait keunggulan dan kelemahan dari standar penilaian
pendidikan dalam menurut Badan Standar Nasional Pendidikan?
3.
Tujuan
Didasarkan pada rumusan yang telah disebutkan di atas, maka tujuan
penulisan makalh ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk
mengetahui standar penilaian pendidikan.
b.
Untuk
mengetahui landasan Yuridis Formal dari sistem evaluasi dan standar penilaian.
c.
Untuk
mengetahui standar penilaian oleh pendidik dan standar penilaian oleh satuan
pendidikan.
d.
Untuk
mengetahui keunggulan dan kelemahan dari standar penilaian pendidikan dalam
menurut Badan Standar Nasional Pendidikan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Standar Penilaian Pendidikan
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria
mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta
didik. Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pengertian yang dirumuskan
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 19 tahun 2005 tentang
Standar nasional Pendidikan. yaitu pada Bab I tentang Ketentuan Umum, pasal 1
ayat 11.[6]
Penilaian pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup:
penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan,
ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat
kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian
sekolah/madrasah.
Dalam Permendikbud di atas disebutkan bahwa penilaian hasil belajar
peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.
Objektif,
berarti penilaian berbasis pada standardan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
b.
Terpadu,
berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
c.
Ekonomis,
berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporannya.
d.
Transparan,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diakses oleh semua pihak.
e.
Akuntabel,
berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah
maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
f.
Edukatif,
berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Jika dibandingkan dengan prinsip-prinsip penilaian hasil belajar di
atas dengan prinsip-prinsip umum yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan, maka nampak prinsip-prinsip di atas lebih ringkas dari pada yang
ditetapkan oleh BNSP.[7]
Pun demikian, secara substansi tidak ditemukan perbedaan yang cukup mencolok
antara prinsip penilaian yang ada dalam Permendikbud No. 66 tentang Standar
Penilaian Pendidikan dengan yang ditetapkan oleh BNSP.
Lebih lanjut, BSNP menegaskan bahwa dalam proses penilaian perlu
pula diperhatikan prinsip-prinsip khusus sebagi berikut:
a.
Penilaian
ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b.
Penilaian
menggunakan acuan kriteria, yaitu keputusan yang diambil berdasarkan apa yang
seharusnya dapat dilakukan oleh peserta didik setelah mengikuti proses
pembelajaran.
c.
Penilaian
dilakukan secara keseluruhan dan berkelanjutan.
d.
Hasil
penilaian digunakan untuk menentukan tindak lanjut.
e.
Penilaian
harus sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dengan proses
pembelajaran.[8]
2.
Landasan Yuridis Formal Sistem Evaluasi dan Standar Penilaian
Ketika membahas tentang landasan Yuridis Formal, tentunya tidak
bisa dilepaskan dari Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan hukum
dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam UUD 1945 juga mengatur tentang
pendidikan bagi warga negaranya, yaitu pada 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1),
Pasal 31 dan Pasal 32. Karena sifatnya sebagai hukum dasar, maka dalam praktis
di lapangan ada perundanga-undangan yang merupakan turunan dari UUD 1945.
Dalam sistem pendidikan misalnya, ketika berbicara tentang landasan
yuridis formal pendidikan di Indonesia saat ini, tentu tidak bisa dilepaskan
dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003. Yang mana
undang-undang tersebut berisi ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh
pemerintah dalam bidang pindidikan. Lahirnya UU Sisdiknas ini juga bukan tidak
mungkin memunculkan peraturan-peraturan di bawahnya terkait dengan pendidikan,
jika memang hal itu diperlukan.[9]
Seperti dalam kaitannya tentang landasan Yuridis Formal sistem evaluasi dan
standar penilaian, yang mengacu pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, dan belakangan, yakni saat dikeluarkannya
kebijakan Kurikulum 2013, telah terbit Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan.
a.
Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam Bab I Pasal 1 ayat (21) dikemukakan bahwa evaluasi pendidikan
adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan
terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. selanjutnya, dalam Bab XVI
tentang Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi, Bagian Kesatu tentang Evaluasi,
Pasal 57, disebutkan:
-
Ayat
(1): Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara
nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
-
Ayat
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan
pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis
pendidikan.
Penjelasan itu dipertegas lagi dalam Pasal 58, yaitu pada:
-
Ayat
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
-
Ayat
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan
oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk
menilai pencapaian standar nasional pendidikan
b.
Peraturan Pemerintah R.I. No. 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
Dalam Bab I
tentang Ketentuan Umum, Pasal 1 disebutkan bahwa:
-
Ayat
(11): Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dn instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik.
-
Ayat
(17): Penilaian aalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
-
Ayat
(18): Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapana mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.
-
Ayat
(19): Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau
kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
-
Ayat
(20): Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari
suatu satuan pendiidkan.
Selanjutnya dalam beberapa Bab setelahnya juga dijelaskan tentang
serba-serbi penilaian dalam pendidikan, seperti pada Bab IV tentang Standar
Proses, tepatnya pada Pasal 19 ayat (3). Kemudian secara teknis, penilaian ini
diatur dalam Bab IV Pasal 22 ayat 1, 2 dan 3. Khusus mengenai Standar Penilaian
Pendidikan di atut dalam Bab X, yang terdiri dari lima bagian, yaitu:
1)
Umum,
Pasal 63:
-
Ayat
(1): Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas:
a)
Penilaian
hasil belajar oleh pendidik;
b)
Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan;
c)
Penilaian
hasil belajar oleh pemerintah.
-
Ayat
(2): Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
a)
Penilaian
hasil belajar oleh pendidik;
b)
Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan.
-
Ayat
(3): Penilaian pad jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2)
Penilaian
hasil belajar oleh pendidik sebagaimana termuat dalam pasal 63 ayat (1) butir
a; kemudian pada ayat (2) tentang maksud tujuan dari penilaian; ayat (3)
tentang teknis penilaian agama dan kewarganegaraan; ayat (4) mengatur penilaian
hasil belajar ilmu pengetahun dan teknologi; ayat (5) terkait dengan penilaian
mata pelajaran estetika; ayat (6) tentang penilaian mata pelajaran jasmani,
olah raga dan kesehatan, dan ayat (7) terkait pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, BSNP menrbitkan panduan penilaian untuk:
a)
Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
b)
Kelompok
mata pelajaran kewarganegaran dan kepribadian.
c)
Kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
d)
Kelompok
mata pelajaran estetika; dan
e)
Kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan.
3)
Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendiidkan
Ketentuan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan ini
tercantum pada pasal 65 yang kemudian dibreakdown ke dalam beberapa ayat
dan pada setiap ayat juga dibreaksdown lagi ke dalam beberapa butir.
4)
Penilaian
hasil belajar oleh pemerintah.
Termuat dalama pasal 66, 67, 68, 69, 70, dan 71 yang secara garis
besar memuat tentang pencaapaian kompetensi nasional dan khususnya juga
membahas tentang ujian nasional besreta ketentuan-ketentuannya seperti
penyelenggaraan ujian nasional (pasal 67); hasil ujian nasional (pasal 68);
ketentuan ujian nasional tentang pihak-pihak yang berhak melakukan ujian nasional (pasal 69); jenis mata pelajaran
yang diujikan dalam ujian nasional (pasal 70); dan kriterian kelulusan pada
ujian nasional (pasal 71)
5)
Kelulusan
Pasal 72 ayat
(1) disebutkan bahwa: Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan
dasar dan menengah setelah:
a)
Menyelesaikan
seluruh program pembelajaran.
b)
Memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk mata pelajaran kelompok mata
pelajaran agama dam akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga dan kesehatan.
c)
Lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan
d)
Lulus
ujian nasional.
Sedangkan pada ayat (2) ditegaskan bahwa: Kelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan
sesuai kriteria yang dikembangkan BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
3.
Standar Penilaian oleh Pendidik
Standar penilaian oleh pendidik menurut BSNP mencakup standar umum,
standar perencanaan, standar pelaksanaan, standar pengolahan dan pelaporan
hasil penilaian serta standar pemanfaatan hasil penilaian.
a.
Standar Umum Penilaian
Standar umum penialaian adalah aturan main dari aspek-aspek umum
dalam pelaksanaan penilaian. BSNP menjabarkan standar umum penilaian ini ke
dalam beberapa prinsip sebagaimana berikut:
1)
Pemilihan
teknik penilaian disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran serta jenis
informasi yang ingin diperoleh dari psereta didik.
2)
Informasi
yang dihimpun mencakpu ranah-ranah yang sesuai dengan standar isi dan standar
kompetensi lulusan.
3)
Informasi
mengenai perkembangan perilaku peserta didik dilakukan secara berkala pada
kelompok mata pelajaran masing-masing.
4)
Pendidik
harus selalu mencatat perilaku peserta didik yang menonjol, baik yang bersifat
positif maupun negatif dalam buku catatan perilaku.
5)
Melakukan
sekurang-kurangnya tiga kali ulangan harian menjelang ulangan tengah semester,
dan tiga kali menjelang ulangan akhir semster.
6)
Pendidik
harus menggunakan teknik penilaian yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan.
7)
Pendidik
harus memeriksa dan memberikan balikan kepada peserta didik atas hasil kerjanya
sebelum memberikan tugas lanjutan.
8)
Pendiidik
harus memeiliki catatan kumulatif tentang hasil penilaian untuk setiap peserta
didik yang berada di bawah tanggung jawabnya. Pendidik harus mencatat semua
kinerja peserta didik untuk menentukan pencapaian kompetensi peserta didik.
9)
Pendidik
melakukan ulangan tengah dan akhir semester untuk menilai penguasaan kompetensi
sesuai dengan tuntutan dalam standar kompetensi (SK) dan standar lulusan (SL).
10)
Pendidik
yang diberi tugas menangani pengembangan diri harus melaporkan kegiatan peserta
didik kepada wali kelas untuk dicantumkan jenis kegiatan pengembangan diri pada
buku laporan pendidikan.
11)
Pendidik
menjaga kerahasiaan peserta didik dan tidak disampaikan kepada pihak lain tanpa
seizin yang bersangkutan maupun orangtua/wali murid.
b.
Standar Perencanaan Penilaian
Kaitannya dengan standar perencanaan penilaia ini, BSNP menetapkan
tujuh prinsip sebagai berikut:
1)
Pendidik
harus membuat rencan penilaian secara terpadu dengan silabus dan rencana
pembelajarannya. Perencanaan penilaian setidak-tidaknya meliputi komponen yang
akan dinilai, teknik yang akan digunakan serta kriteria pencapaian kompetensi.
2)
Pendidik
harus mengembangkan kriteria pencapaian kompetensi dasar (KD) sebagai dasar
untuk penilaian.
3)
Pendidik
menentukan teknik penilaian dan isntrumen penilaiannya sesuai dengan indikator
pencapaian KD.
4)
Pendidik
harus menginformasikan seawal mungkin kepada peserta didik tentang aspek-aspek
yang dinilai dan kriteria pencapaiaannya.
5)
Pendidik
menuangkan seluruh komponen penilaian ke
dalam kisi-kisi penilaian.
6)
Pendidik
membuat instrumen berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat dan dilengkapi dengan
pedoman penskoran sesuai dengan teknik penilaian yang digunakan.
7)
Pendidik
menggunakan acuan kriteria dalam menentukan nilai peserta didik.
c.
Standar Pelaksanaan Penilaian
BNSP menyebutkan dalam pedoman umum, bahwa standar pelaksanaan
penilaian yang dilakukan pendidik meliputi:
1)
Pendidik
melakukan kegiatan penilaian sesuai dengan rencana penilaian yang telah disusun
di awal kegiatan pembelajaran.
2)
Pendidik
menganalisis kualitas instrumen dengan mengacu pada persyaratan instrumen serta
menggunakan acuan kriteria.
3)
Pendidik
menjamin pelaksanaan ulangan dan ujian yang bebas dari kemungkinan terjadinya
tindak kecurangan.
4)
Pendidik
memeriksa pekerjaan peserta didik dan memberikan umpan balik dan komentar yang
bersifat mendidik.
d.
Standar pengolahan dan Pelaporan Hasil Penilaian
Tidak jauh berbeda dengan komponen-komponen di atas, dalam hal
standar pengolahan dan pelaporan hasil penilaian pun oleh BNSP ditetapkan
beberapa kriteria yang meliputi:
1)
Pemberian
skor untuk setiap komponen yang dinilai.
2)
Penggabungan
skor yang diperoleh dari berbagai teknik dengan bobot tertentu sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan.
3)
Penentuan
satu nilai dalam bentuk angka untuk setiap mata pelajaran, serta menyampaikan
kepada wali kelas untuk ditulis dalam buku laporan pendidikan masing-masing
peserta didik.
4)
Pendidik
menulis deskriptif naratif tentang akhlak mulia, kepribadian dan potensi
peserta didik yang disampaikan kepada wali kelas.
5)
Pendidik
bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya dalam rapat dewan guru untuk
menentukan kenaikan kelas.
6)
Pendidik
bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya kepada dewan guru untuk
menentukan kelulusan peserta didik pada akhir satuan pendidikan dengan mengacu
pada persyaratan kelulusan satuan pendidikan.
7)
Pendidik
bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya kepada orang tua/wali
peserta didik
e.
Standar Pemanfaatan Hasil Penilaian
BNSP menentukan
lima standar pemanfaatan hasil penilaian sebagai berikut:
1)
Pendidik
mengklasifikasikan peserta didik berdasar tingkat ketuntasan pencapaian Standar
Kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).
2)
Pendidik
menyampaikan balikan kepada peserta didik tentang tingkat capaian hasil belajar
pada setiap KD disertai dengan rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan.
3)
Bagi
peserta didik yang belum mencapai standar ketuntasan, pendidik harus melakukan
pembelajaran remidial agar setiap peserta didik dapat mencapai standar
ketuntasan yang dipersyaratkan.
4)
Kepada
peserta didik yang telah mencapai standar ketuntatasan yang dipersyaratkan dan
dianggap memiliki keunggulan, pendidik dapat memberikan layanan pengayaan.
5)
Pendidik
menggunakan hasil penilaian untuk mengevaluasi efektifitas kegiatan
pembelajaran dan merencanakan berbagai upaya tindak lanjut.
4.
Standar Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Seperti yang tertuang dalam pasal 63 PP. No. 19/2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Baik itu pendidikan dasar dan menengah atau
perguruan tinggi, penilaian hasil belajar tidak hanya dilakukan oleh pendidik
saja, melainkan juga dilakukan oleh satuan pendidikan. Menurut BSNP, terdapat
dua standar pokok yang harus diperhatikan dalam penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan, yaitu:
a.
Standar
penentuan kenaikan kelas, yang terdiri atas tiga hal poko, yaitu:
1)
Pada
akhir tahun pelajaran, satuan pendidikan menyelenggarakan ujian kenaikan kelas.
2)
Satuan
pendidikan menentukan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) pada setiap
mata pelajaran. SKBM tersebut harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
3)
Satuan
pendidikan menyelenggarakan rapat Dewan pendidikan untuk menentukan kenaikan
kelas setiap peserta didik.
b.
Standar
penentuan kelulusan
1)
Pada
akhir jenjang pendidikan, satuan pendidikan menyelenggarakan ujian sekolah pada
kelompok mata pelajaran IPTEKS.
2)
Satuan
pendidikan menyelenggarakan rapat dewan pendidikan untuk menentukan nilai akhir
peserta didik pada:
a)
Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b)
Kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c)
Kelompok
mata pelajaran estetika, dan
d)
Kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan untuk menentukan kelulusan.
3)
Satuan
pendidikan menentukan kelulusan peserta didik berdasarkan kriteria kelulusan
yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 10/2005 pasal 72 ayat (1) yang
menyaakan bahwa peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada
pendidikan dasar dan menengah setelah:
a)
Menyelesaikan
seluruh program pembelajaran.
b)
Memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk mata pelajaran kelompok mata
pelajaran agama dam akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga dan kesehatan.
c)
Lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan
d)
Lulus
ujian nasional.
5.
Analisis Kebijakan Standar Penilaian menurut Badan Standar Nasional
Pendidikan
Seperti yang tertuang dalam Bab I Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa “standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Artinya, apa yang telah ditetapkan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), yang dalam hal ini merupakan
sebuah badan yang ditunjuk sebagai kepanjangan atau pewujud dan pelaksana
amanat undang-undang tentang standar pendidikan menjadi acuan dasar bagi semua
satuan pendidikan yang ada di Indonesia.
Dijelaskan pula bahwa pengembangan standar nasional pendidikan
serta pemantauan dan pelaporan pencapaiaannya secara nasional dilaksanakan oleh
suatu badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.[10]
Yang dari sini dapat dipahami bahwa salah satu tujuan ditetapkannya stndar
nasional pendidikan adalah untuk menjamin mutu atau kualitas pendidikan. Dengan
standar-standar yang ditentukan dalam setiap komponen yang ada (isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan) diharapkan mampu meningkatkan atau
minimal menjadikan mutu pendidikan di satuan pendidikan yang ada dalam taraf
mutu yang layak, tentu layak di sini juga mengacu pada kelayakan yang
ditentukan pemerintah.
Tilaar memberikan catatan bahwa standar yang ada dalam pendidikan
ini bukanlah standar yang kaku, melainkan standar yang terus-menerus meningkat.
dengan kata lain kualitas pendidikan nasional semakin lama semakin meningkat.[11]
Misalnya, sebelum dikeluarkannya UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dunia pendidikan di menggunakan landasan Yuridis yaitu Undang-Undang
Sistem Pendidikan No. 2 tahun 1989. Dalam UUSPN No. 2 tahun 1989 belum ada
rumusan tentang Standar Nasional Pendidikan, sementara dalam UU Sisdiknas No.
20 tahun 2003 telah muncul istilah Standar Nasional Pendidikan.
Dalam undang-undang tersebut, yakni pada Bab XII tentang penilaian,
pada Pasal 43 disebutkan: “Terhadap kegiatan dan
kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian.” Kemudian dilanjutkan Pasal
44: “Pemerintah dapat menyelenggarakan
penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara nasional.”
Kemudian pada Pasal 45 disebutkan: “Secara berkala dan berkelanjutan
Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta sarana dan prasarana
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan. “ Sedangkan pada Pasal 46, ayat (1):
“Dalam rangka pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian
setiap satuan pendidikan secara berkala.” (2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diumumkan secara terbuka.”
Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 tahun 2003, pada Bab XVI tentang Evaluasi,
Akreditasi dan Sertifikasi, Bagian Kesatu: Evaluasi. Pada Pasal 57, ayat
(1) disebutkan bahwa: Evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Kemudian, pada
Pasal 58 ayat (1), ditegaskan juga bahwa:
Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan, dan pada ayat (2) dinyatakan bahwa: Evaluasi peserta didik,
satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan.
Dari perbandingan dua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
terkait dengan penilaian, pada taraf konsepsi, ada kemajuan yang sangat berarti
dalam pemaknaan dan fungsi penilaian dalam pendidikan. Jika pada UUSPN No. 2
tahun 1989, diadakannya penilaian dalam pendidikan tidak dikaitkan dengan mutu
atau kualitas dari satuan pendidikan. selain itu, penilaian pendidikan hanya
dilakukan oleh pemerintah. Sementara dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003,
penilaian pendidikan dikaitkan dengan pengendalian mutu suatu satuan
pendidikan. Selain itu, penilaian yang diamanatkan oleh Undang-Undang tersebut
tidak hanya tertuju pada peserta didik saja, melainkan juga pada lembaga, dan
program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan,
dan jenis pendidikan. Masyarakat juga diberikan wewenang untuk melakukan
evaluasi dengan membentuk suatu lembaga yang mandiri, yang dilakukan secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan.
Perubahan dalam memaknai penilaian dalam pendidikan ini, pada
akhirnya menjadikan penilaian yang ada dalam satuan pendidikan lebih komprehensif
di banding sebelum dikeluarkannya UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Meskipun
memang tidak bisa dipungkiri bahwa masalah-masalah yang kemudian muncul dari
diterbitkannya undang-undang tersebut menjadikannya perlu dikritisi lagi dan
lagi.
Pun demikian, khususnya terkait dengan BSNP, Tilaar menilai bahwa
badan ini merupakan badan kekuasaan pemerintah untuk menancapkan kekuasaannya
melalui pendidikan. pendidikan telah menjadi suatu komoditi politik seperti
yang kita lihat pada waktu terjadi polemik apakah Ujian Negara dapat
dilaksanakan tahun 2006 atau tidak. Pada mulanya, Menteri Pendidikan Nasional
telah menjanjikan bahwa tahun 2006 Ujian Negara dihapuskan, namun pada akhirnya
Ujian Negara itu justru dilaksanakan meskipun tidak jelas dari mana sumber pembiayaannya.[12]
Lebih lanjut, Tilaar menyebut bahwa BNSP yang ada saat ini sebagai
gurita kekuasaan pendidikan. ini terlihat dari penyelenggaraan Ujian Naional
yang Uniform untuk seluruh Indonesia. Bagaimana mungkin Ujian Nasional
yang sama diselenggarakan untuk peserta didik yang ada di kota-kota besar
dianggap sama dengan Ujian Nasional untuk sekolah di pedalaman-pedalaman desa
tertinggal di seluruh Nusantara. Artinya, telah terjadi pemerkosaan terhadap
hak asasi manusia sebagaimana yang dituntut oleh konvensi PBB mengenai hak
sosial budaya dalam pembangunan. Selain itu, penentuan tingkat pencapaian
proses belajar peserta didik yang menurut undang-undang merupakan tugas dan
tanggung jawab guru sekarang diambil alih oleh BSNP.[13]
Hanya saja, mulai tahun ini Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh BSNP tidak
lagi menjadi penentu utama kelulusan, melainkan sebagai pertimbangan tambahan
di samping penilaian pendidik terhadap kompetensi peserta didiknya.
C.
KESIMPULAN
Dari pembahasan
di atas, diperoleh beberapa kesimpulan, yang diantaranya:
1.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme,
prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
2.
Landasan
Yuridis dari Standar Penilaian Pendidikan ini adalah Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan.
3.
Standar
penilaian oleh pendidik menurut BSNP mencakup standar umum, standar
perencanaan, standar pelaksanaan, standar pengolahan dan pelaporan hasil
penilaian serta standar pemanfaatan hasil penilaian. Masing-masing standar ini
memiliki prinsip-prinsip dan kriteria yang ditetapkan oleh BNSP. Sementara itu,
penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh satuan pendidikan memilikin dua
standar pokok yang harus diperhatikan, yaitu: standar penentuan kenaikan kelas
dan standar penentian kelulusan.
4.
Secara
Yuridis, yaitu dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, penilaian dalam pendidikan
dikaitkan dengan peningkatan mutu. Baik itu mutu peserta didik maupun mutu
satuan pendidikan itu sendiri. Karenanya, penilaian ini juga mencakup lembaga,
termasuk program-program yang ada di lembaga itu sendiri. Lebih dari itu,
penilaian hasil belajar ini juga melibatkan peran serta masyarakat yang
dijalankan melalui lembaga mandiri yang dalam evaluasinya dilaksanakan secara berkala,
menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional
pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, Zainal. 2010. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik,
Prosedur. Cetakan ke-2. Bandung: Remaja Rosda Karya
Rahardjo, Mudjia. 2010. Pemikiran Kebijakan Pendidikan
Kontemporer. Malang: UIN Maliki Press
Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi PembelajaranYogyakarta:
Graha Ilmu
Sudiyono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Cetakan
ke-6. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sulistyorini. 2009. Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan.. Yogyakarta: Teras
Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional; Suatu
Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta
[1] Zainal Arifin,
Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, cet. ke-2, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2010), hlm. 13
[2] Sudaryono, Dasar-Dasar
Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 50
[3] Sulistyorini, Evaluasi
Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009),
hlm. 50
[4] Anas Sudiyono,
Pengantar Evaluasi Pendidikan, cet. ke-6, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2006), hlm. 8
[5] Zainal Arifin,
Op. Cit., hlm. 42
[6] Standar
penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
[7]
Prinsip-prinsip umum penilaian hasil belajar menurut BNSP adalah sebagai
berikut: mendidik; terbuka atau transparan; menyeluruh; terpadu dengan
pembelajaran; objektif; sistematis; berkesinambungan; adil; dan pelaksanaannya
menggunakan acuan kriteria. Lihat Ibid., hlm. 52-53
[8] Ibid.,
[9] Adanya
perubahan atau penghentian suatu kebijakan bisa dilatar belakangi karena
masalah yang telah dipecahkan, kebijakan tidak berhasil atau hasilnya dinilai
tiinginkan, melakukan perubahan mendasar berdasarkan umpan balik, atau
mengganti kebijakan tertentu dengan kebijakan baru. Lihat Mudjia Rahardjo, Pemikiran
Kebijakan Pendidikan Kontemporer, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 5
[10] Zainal Arifin,
Op.Cit., hlm. 42
[11] H.A.R. Tilaar,
Standarisasi Pendidikan Nasional; Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006), hlm. 76
[12] Ibid.,
hlm. 171
[13] Iibid., hlm.
172
0 Response to "ANALISIS KRITIS TENTANG KEBIJAKAN STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN"
Post a Comment