Bagaimana Nasibmu Duhai Skripsi?


Siang tadi, saya mengikuti jama’ah di masjid Tarbiyah yang ada di UIN Maulana Malik Ibrahim. Seperti biasa, setelah shalat berjamaah, selalu ada ceramah yang disampaikan oleh para dosen. Menarik apa yang disampaikan oleh bapak Agus Mulyono pada siang hari ini. Setelah salam, hamdalah dan shalawat, beliau langsung masuk pada materi. Beliau mengatakan bahwa saat mengajar mata kuliah metodologi penelitian, beliau selalu membayangkan. Bahwa tiap tahunnya, UIN Maliki Malang mewisuda 1500 mahasiswa/mahasiswi, sementara Universitas Brawijaya 6000, belum lagi Universitas Negeri Malang yang sekitar 3500 an mahasiswa diwisuda tiap tahunnya. Katakanlah dari ketiganya di rata-rata tiap tahunnya mewisuda 10000 mahasiswa-mahasiswi. Artinya, tiap tahunnya ada 10000 skripsi yang lahir. Tapi pertanyaannya kemudian, dari sekian puluh ribu skripsi yang dihasilkan mahasiswa ini, berapakah yang benar-benar mampu mengentaskan atau setidaknya memberikan sumbangsih pada penyelesaian di masyarakat? Beliau menyimpulkan bahwa tidak lebih dari 2% saja dari skripsi-skripsi itu yang benar-benar berkontribusi terhadap penyelesaian masalah di masyarakat.  Lantas kemana perginya sisa 98% lainnya? Jawabanannya sudah barang tentu hanya ditumpuk di perpustakaan, itu pun masih bagus, bahkan ada yang hanya di taruh di gudang.
Lantas beliau bertanya dan selanjutnya dijawab sendiri. Kenapa bisa demikian? Kenapa skripsi yang tiap tahunnya lahir berpuluh ribu ini bisa bernasib seperti itu? Itu tadi baru tiga Universitas di Malang dan itu pun belum semua. Bayangkan jika semua skripsi yang ada di universitas-universitas lainnya di Indonesia memiliki nasib yang sama. Ada berapa ratus juta skripsi yang tersia-siakan? Bukankah ini sangat ironi? Belum lagi jika kita menghitung berapa kertas yang dipakai untuk menyusun skripsi sebanyak itu? Besok 22 April adalah Hari Bumi, maka apakah kita akan selalu “memperkosa” bumi dengan cara menelurkan skripsi-skripsi yang sia-sia? (Kalimat terakhir adalah tambahan penulis sendiri).
Bapak Agus kemudian menyatakan bahwa kesia-siaan itu bisa jadi karena pembuatan skripsi itu berangkat dari niat yang kurang tepat. Coba kita lihat di halaman pertama skripsi-skripsi yang ada, pasti yang ada adalah kalimat yang kurang lebihnya seperti ini “Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana”. Sehingga, karena niat awalnya hanya sebagai syarat kelulusan, maka yang didapatpun hanyalah kelulusan. Sedangkan penelitian yang diwujudkan dalam bentuk skripsi tidak mempunyai dampak yang berarti di masyarakat. Karenanya, ke depan, bapak Agus mengharapkan agar apa yang ada di halaman skripsi-skripsi yang ada diubah menjadi kalimat yang diharapkan membawa dampak yang signifikan di masyarakat, misalnya “Skripsi ini disusun untuk memberikan kontribusi terhadap permasalahan yang ada”, sehingga dari kata-kata itu tersirat harapan bahwa penelitian yang sudah dijalankan memang benar-benar berguna di masyarakat.
Tidak sampai di situ saja, beliau juga menegaskan bahwa memang niatan itu adalah hal pokok yang harus diperhatikan. Sebaik apapun perbuatan, jika diniati jelek maka akan jelek pula apa yang akan dihasilkan. Bahkan, dalam fisika pun yang notabene nya adalah ilmu pasti juga demikian. Dunia mikrokospik itu bisa menghasilkan hasil penelitian sesuai dengan apa yang diniatkan oleh penelitinya. Satu komponen misalnya, itu ketika peneliti hendak meneliti satu aspek, maka yang didapati adalah yang dikehendaki. Namun, di lain waktu, menggunakan obyek yang sama persis dengan niatan meneliti yang berbeda dengan penelitian awal pun akan menghasilkan hasil penelitian yang berbeda.
Kesimpulan yang bisa diambil dari ceramah di atas adalah terkait dengan skripsi yang ada di univeristas-universitas, nampaknya perlu dilakukan reorientasi pembuatan skripsi. Skripsi bukan lagi dibuat hanya sebagai syarat kelulusan saja, tapi bagaimana agar skripsi/penelitian yang dilakukan benar-benar memiliki dampak positif di masyarakat. Dari segi dosen sendiri, mungkin lebih mampu membimbing para mahaiswa-mahasiswi untuk dapat menghasilkan karya – meminjam istilah yang saya temui di sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta – yang layak di baca dunia. Atau itu tadi, yang mampu berkontribusi nyata bagi penyelesaian permasalahan di masyarakat. Bukan malah  meng-gembosi para mahasiswa dengan mengatakan yang penting cepat lulus.
Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat. Amiiiiin. []

0 Response to "Bagaimana Nasibmu Duhai Skripsi?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel