Belajar dari Drama Korea: Hikmah Misteri Kematian



Kata siapa belajar harus dengan datang ke sekolah, harus di kelas, atau ke tempat kursus, atau di tempat yang banyak buku seperti di perpustakaan? Memang iya, semua itu tadi adalah sarana untuk belajar, untuk mendapat pengetahuan, namun karena itu hanya sebagai sarana, maka bukan tidak mungkin kita bisa memperoleh ilmu (yang menjadi tujuan utama belajar) dari mana dan di mana saja. Bahkan tak jarang dari waktu senggang kita dan ketidaksengajaan, kita bisa mendapatkan pengetahuan. Penulis pernah melihat acara “On The Spot” di Trans 7, di mana saat itu ditayangkan 7 penemuan mutakhir pada waktu luang, diantaranya yang masih penulis ingat adalah penemuan alat pacu jantung (defiblator) yang ada sekarang adalah penemuan yang berawal dari ketidaksengajaan, kemudian seperti yang kita ketahui teori gravitasi saat ini ditemukan pada waktu luang oleh Isaac Newton Jadi, membatasi belajar hanya pada situasi dan tempat tertentu hanya akan menyulitkan cahaya ilmu untuk masuk ke sanubari kita.
Sedikit kembali mengingat sejarah, bahwa perintah pertama yang turun kepada Nabi Muhammad Saw adalah perintah membaca. Di mana perintah membaca ini bukan bermakna membaca apa yang tertulis, karena jika itu bermakna membaca layaknya membaca buku, maka yang perlu dipertanyakan kemudian adalah apa yang dibawa oleh Malaikat Jibril saat itu untuk ditujukan kepada Nabi Muhammad yang selanjutnya diminta untuk dibaca. Dari berbagai literature sejarah Nabi yang penulis baca, tak satupun penulis menemukan bahwa saat Malaikat Jibril menemui Nabi di Gua Hira untuk menyampaikan wahyu pertama kali, tidak ada penjelasan bahwa saat itu Malaikat Jibril membawa lembaran yang ada tulisan di dalamnya yang dimintakan kepada nabi Muhammad SAW untuk dibaca. Artinya, perintah membaca dalam wakyu pertama adalah membaca dalam arti yang luas, bukan terbatas pada apa yang tertulis, namun membaca segala sesuatu yang nampak, bisa jadi itu membaca lingkungan sekitar, membaca tanda-tanda alam dan sebagainya. Dan satu lagi, jika memang membaca yang dimaksud dalam QS. Al-Alaq adalah membaca tulisan, maka sudah selayaknya Islam di awal kedatangannya saat itu lantas mewajibkan kepada umatnya untuk belajar membaca dan begitu pun Nabi, jika membaca adalah membaca yang tertulis, maka apakah Nabi lantas mengabaikan perintah itu dengan tidak belajar membaca? Padahal kita tahu, bahwa beliau adalah Rasul yang ummi, yang tidak bisa membaca dan menulis. Bukankah ini berarti bentuk kelalaian Nabi atas perintah Allah?
“Bacalah dengan Nama Allah yang Maha Mencipta”, kurang lebih begitulah arti dari wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dua poin penting yang perlu digarisbawahi, yaitu: membaca dan menyebut nama Allah, dan yang akan penulis bahas adalah yang pertama yaitu membaca. Bahwa kita tentu sangat sepakat jika dikatakan dengan membaca kita akan memiliki pengetahuan yang luas dan marilah kita jangan membatasi aktifitas membaca ini – seperti yang sudah penulis sebut di atas – dengan hanya membaca yang tertulis saja, tapi yang tak tertulis pun kita bisa baca untuk selanjutnya kita ambil pelajaran di dalamnya. Salah satu yang ingin penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah pelajaran yang penulis dapat dari drama Korea yang oleh beberapa orang dianggap sebagai sesuatu yang syarat akan kemaksiatan dengan argumentasi drama tersebut  mengajarkan hubungan yang terlalu vulgar antara pria dan wanita. Tapi terlepas dari itu, secara pribadi drama Korea dan semacamnya itu jika kita bijak menyikapinya kita akan menemukan beberapa hal positif di dalamnya.
Beberapa hari yang lalu, di waktu jeda penulis, penulis kembali menyaksikan episode terakhir drama Korea berjudul “My Love From Anothers Star”, di mana menurut penulis, episode ini yang menggambarkan semua sisi emosi seseorang, bahagia, sedih, tawa, tangis, kecewa, marah, semuanya ada. Dan meskipun penulis sudah berkali-kali menyaksikannya, tapi baru saat terakhir menontonnya, penulis mendapatkan sebuah pelajaran penting dari kehilangan seseorang yang kita cintai. Dikisahkan dalam drama itu, bahwa Do Min Joo yang merupakan makhluk dari luar angkasa yang telah menjalin hubungan percintaan dengan Cheon Song Yi telah tiba waktunya untuk kembali ke tempat asalnya. Saat waktu kepergian itu tiba, Do Min Joo berpesan banyak kepada Cheon Song Yi, tapi setelah semuanya dikatakan, tiba-tiba Do Min Joo sudah menghilang meninggalkan Cheon Song Yi. Meskipun kepergian itu sudah diketahui kapan akan terjadi, tetap saja Cheon Song Yi merasa begitu kehilangan seorang yang begitu dicintainya. Lalu apa yang bisa kita ambil pelajaran?
Bukankah kematian adalah sebuah misteri yang hanya Allah SWT yang tahu? Dan kematian tidak selalu mendatangi orang-orang yang sudah tua atau yang sakit-sakitan. Bahkan dengan orang yang saat ini kita ajak bercanda-canda semenit kemudian bisa jadi orang btersebut sudah tak bernyawa. Kemudain, kematian ini terkadang begitu tiba-tiba menimpa keluarga atau orang dekat yang sangat kita cintai, sehingga adakalanya kita merasa ini tidak adil. Mengapa dia harus pergi sebegitu cepat dan mendadak tanpa bisa mengucapkan kata perpisahan?
Di sini penulis ingin mengajak kita untuk membayangkan, bagaimana jika kematian itu tidak menjadi sebuah misteri, artinya kita tahu kapan kita atau orang di sekitar kita akan meninggal. Apakah itu akan menjamin kita untuk tidak bersedih kehilangannya? Bukankah dengan kita tahu kapan orang yang kita cintai akan meninggal justru akan menjadikan luka yang teramat dalam? Apakah kita akan mengatakan jika Tuhan itu sangat kejam mengambil seseorang yang begitu berarti dengan begitu cepat? Penulis justru melihat inilah bentuk kasih sayang Tuhan yang teramat tinggi kepada manusia. Dia yang Maha Menghidupkan dan Mematikan menyembunyikan waktu kematian seseorang karena demi kebaikan kita.
Penulis tidak ingin berpanjang lebar dengan penjelasan yang rumit dengan keterbatasan bahasa tulis. Langsung saja penulis berikan contoh: sebut saja sepasang suami istri yang sangat bahagia, Anton dan Nina. Keduanya hidup dengan sangat bahagia, ekonomi yang mapan, ditambah kehadiran dua buah hati yang sangat menggemaskan, masing-masing berusia 7 tahun dan 5 tahun. Tidak ada kesedihan dalam keluarga ini. Akan tetapi, pagi itu, dalam perjalannya ke kantor, Anton mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya. Hal ini tentu menjadi pukulan yang sangat berat bagi Nina dan putra putri mereka. Kenangan kebersamaan mereka denganAnton terasa begitu menyakitkan saat mereka menyadari Anton sudah tidak ada lagi bersama mereka. Apalagi sehari sebelum kecelakaan itu, Anton dan keluarga usai mengadakan rekreasi bersama. Suasana bahagia verubah menjadi duka hanya dalam selang waktu taka da sehari.
Pertanyaannya sekarang, apakah kesedihan Nina dan keluarga Anton tak akan separah itu jika saja kepergian Anton sudah diketahui sebelumnya, bahwa dia akan meninggal hari ini jam sekian? Akankah kesedihan itu tak akan seberat yang dirasakan jika saja Anton mampu mengucapkan salam perpisahan? Apakah memang iya, jika kita tahu kapan yang orang kita cintai meninggalkan kita, kita akan lebih bisa menerima kepergian itu? Jika jawaban anda iya, maka penulis kira perlu memastikan kembali mengapa anda berpikir demikian. Karena bagaimanapun juga, menurut penulis, kematian yang merupakan misteri adalah jalan terbaik yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Bahwa kematian adalah sebuah keniscayaan, dan karenanya siapapun itu tak bisa menghindarinya, termasuk keluarga tak bisa menghindarkan anggota keluarganya dari kematian. Maka, kematian itu pasti dan kesedihan bagi orang yang ditinggalkan pun itu juga keniscayaan. Jadi, mati itu pasti dan sedih pun juga pasti, dan dengan kemisteriusan kematian ini adalah alternatif terbaik yang Tuhan berikan pada kita. Sebut saja jika Nina dan keluarga tahu jika esok hari Anton akan meninggal, apakah saat mereka rekreasi dengan Anton sehari sebelum meninggalnya Anton, mereka akan bisa bahagia? Bisa tertawa lepas? Karena mereka tahu itu adalah hari terakhir, maka sebahagia-bahagianya mereka, mereka tetap sedih jika mengingat besok Anton akan meninggal. Bukankah ini lebih kejam? Karena mereka sudah sedih dahulu sebelum Anton benar-benar tiada. Bahkan kata “sedih” akan terasa meremehkan untuk menggambarkan perasaansedih sebelum kehilangan ini.
Yang tak kalah penting dari kisah Anton ini adalah jika Anton atau Nina tahu bahwa di usia yang masih muda, Anton akan meninggalkan, akankah kemudian keduanya tetap menikah dan membangun keluarga yang bahagia? Coba kita tanyakan pada diri kita, apakah kita akan tetap akan menikahi seseorang yang kita tahu bahwa ia akan meninggal pada tanggal sekian dan jam sekian? Beberapa mungkin akan menjawab bahwa itu mungkin saja. Bukankah banyak kita jumpai kisah seseorang tetap menikahi pujaan hatinya meskipun ia tahu bahwa kekasihnya tak bisa hidup lama. Iya, memang ada kisah cinta sejati seperti itu. Tapi itu tak bisa dijadikan patokan, kisah tersebut adalah peristiwa langka yang bisa dikatakan sebagai pewarna di kehidupan ini.  Dan peristiwa kisah cinta itu tentu tak sepenuhnya membahagiakan, karena bagaimana pun juga pasti kekasih yang akan ditinggalkan – meskipun akan menikahi kekasihnya pasti tetap merasa – sedih. Kita tak akan bisa membayangkan jika kita semua tahu kapan kematian kita dan orang yang kita cintai, sehingga kita akan mengatakan kapan tanggal kedaluwarsa kita di bumi di saat kita melamar kekasih kita. bayangkan semuanya seperti itu, akankah dunia akan tetap bisa tertawa bahagia?
Demikian yang penulis dapatkan dari drama Korea “My Love From Anothers Star”  tentang hikmah kemisteriusan kematian. Semoga bermanfaat. []

0 Response to "Belajar dari Drama Korea: Hikmah Misteri Kematian"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel