Refleksi Kisah Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik
“Alhamdulillahirobbilaalamiiin”, segala puji hanya Milik Allah,
Tuhan Semesta Alam. Atas segala
nikmat-Nya yang senantiasa kita terima dan tak akan mungkin bagi kita untuk
menghitung nikmat yang telah Dia – Yang
Maha Pengasih – berikan pada kita. “Allaahumma sholli ‘alaa Sayyidinaa
Muhammad”, sholawat serta salam untuk Baginda Nabi Agung Muhammad SAW., tak patut kita lalaikan. Melalui beliau lah
kita umat manusia ditunjukkan pada jalan yang lurus, di keluarkan dari masa
kegelapan menuju ke masa yang terang benderang. Muhammad ibn Abdullah, 14 abad
yang lalu telah membawakan kepada umat manusia risalah yang menyerukan kepada
semua manusia untuk berikrar “Laa ilaaha illa Allaah”, tiada Tuhan yang patut
disembah kecuali Allah SWT.
Namun, kini beliau tidak lagi bersama kita – secara dlohirnya. Tapi
kita masih bisa bertemu, bercengkrama dengannya melalui sunnah-sunnahnya,
termasuk melalui kisah hidup beliau yang dapat kita temukan dalam banyak
buku-buku atau kitab sirah nabawiyah. Melaluinya, kita mampu merasakan
kehadirannya, merasakan perjuangan beliau menyebarkan Islam, merasakan betapa
beratnya cobaan yang ia dan para pengikutnya dalam menyebarkan Islam di
masa-masa awal diangkatnya beliau menjadi Rasulullah.
Salah satu buku yang menceritakan kisah nabi Muhammad adalah karya
Abu Bakar Siraj al-Din (Martin Lings) dengan judul “Muhammad; Kisah Hidup Nabi
Berdasarkan Sumber Klasik)”. Secara garis besar, semua literature tentang
sejarah nabi Muhammad SAW. selalu sama antara satu dengan yang lain. Karena memang
yang namanya sejarah itu bukanlah sesuatu yang bisa berubah. Sejarah adalah
kejadian masa lalu, di mana tak seorang pun mampu mengembalikannya atau hanya
sekedar merubahnya.
Namun, bukan berarti tidak ada sesuatu yang berbeda dari antara
satu buku dengan yang lainnya. Jika harus membandingkan buku yang penulis sebut
di atas dengan buku yang ditulis oleh Haekal Muhammad tentang kisah Nabi amat
jauh berbeda. Memang penulis akui, bahwa apa yang penulis baca – baik itu karya
Martin Lings atau Haekal Muhammad – adalah versi terjemahan dalam bahasa
Indonesia. Tapi justru karena keduanya sama-sama versi terjemahan, maka penulis
berani membandingkan keduanya.
Dalam buku “Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik)”,
memang banyak sekali hal baru tentang sejarah nabi Muhammad SAW., yang tidak
ada dalam buku “SEjarah Hidup Muhammad” karya Muhammad Husein Haekal. Akan tetapi, buku karya Muhammad Husein Haekal, secara pribadi, penulis katakana lebih bisa membawa pembaca masuk ke dalam alur cerita.
Bagaimana takutnya Nabi ketika menerima wahyu pertama, bagiamana sabarnya
beliau menerima ejekan para kafir Quraisy, bagaimana sedihnya beliau ketika
ditinggal wafat istrinya Khadijah dan juga pamannya Abu Thalib, bagaimana
menakjubkan dan dahsyatnya peristiwa Isra’ Mi’raj, bagaimana getirnya kondisi
dalam peperangan Uhud, betapa senangnya kaum muslimin dalam peristiwa
“pembebasan Makkah”, bahkan sampai bagaimana sedih dan terpukulnya umat Islam
mendengar kabar wafatnya sang Baginda Rasul. Semuanya terasa begitu nyata.
Bahkan ketika menggambarkan betapa Umar ibn al-Khattab terpukul atas kabar
wafatnya Nabi hingga ia begitu marah kepada siapa saja yang berani mengatakan
bahwa Rasul telah wafat begitu terasa saat membacanya. Serasa pembaca
menyaksikan betapa cinta, betapa besar rasa cinta yang dimiliki Umar kepada
Nabi hingga ia tak rela seorang pun menyatakan bahwa orang yang sangat ia
cintai telah wafat. Muhammad Husein Haekal dengan cerdasnya mengungkapkan itu semua
dengan pemaparan yang mampu membuat pembacanya terbawa ke dalam cerita.
Hal tersebut yang – setidaknya menurut penulis pribadi – tidak
ditemukan dalam buku “Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik)
karya Martin Lings. Ketika penulis membacanya, entah karena keterbatasan
pemahaman, serasa tidak mampu membawa pembaca masuk ke dalamnya.
Tapi, bukan berarti penulis mengatakan buku satu lebih baik dari
buku lainnya. Seperti yang telah penulis katakana di ata, bahwa selalu ada
sesuatu yang baru dari setiap buku yang mengisahkan sejarah kehidupan Nabi
Muhammad. Itulah kenapa, meskipun berkali-kali kita membaca sejarahnya dari
berbagai sumber, kita tidak akan merasa bosan. Seperti misalnya dalam buku
“Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik) ini, ada kisah-kisah
menakjubkan tentang mu’jizat Nabi Muhammad yang jarang diungkap. Karena memang
kita seringkali takjub dengan sesuatu yang sangat agung, dan mengabaikan
sesuatu yang – kelihatannya – tidak begitu agung, namun sebenarnya sangat agung
pula.
Kita tahu bahwa salah satu mukjizat nabi Musa adalah adalah mampu
memancarkan air dari batu dengan
tongkatnya – melalui izin Allah. Kemudian, mukjizat nabi Isa yang memberkati
makanan sehingga makanan yang nampaknya sedikit mampu mencukupi sekian banyak
umatnya. Kedua mukijizat tersebut sebenarnya juga diberikan kepada Nabi Muhammad
SAW. Berikut penulis paparkan kisah tersebut:
“….
Namun, tempat itu (pen. Perbatasan Hudaibiyah) nyaris tidak ada air, hanya ada
air di dasar satu atau dua lubang, dan mereka mengeluh kehausan. Nabi memanggil
Najiyah, seorang Aslam yang bertanggung jawab atas unta-unta kurban, dan
menyuruhnya membawakan kepada beliau sebotol air. Ia melakukan perintah itu.
Seusai berwudu, Nabi berkumur-kumur dan menyemburkan kembali airnya ke dalam
botol itu. Sembari mengambil anak panah dari sarungnya, beliau berkata, “Turunlah
dengan air ini dan tumpahkan ke dalam air di lubang itu, lalu aduklah dengan
anak panah ini.” Najiyah melakukan seperti yang diperintahkan. Ketika tersentuh
oleh anak panah itu, air jernih dan bersih memancur deras dan berlimpah,
sehingga ia hampir tenggelam sebelum memanjat keluar.”[1]
Selain
kisah tersebut, terdapat beberapa kisah yang nampaknya tidak cukup popular di
kalangan Islam saat ini.
Kemudian, terkait dengan isu kontemporer, di mana pendidikan
karakter menjadi jawaban atas merosotnya moral bangsa. Ditambah lagi dengan
momentum Kurikulum 2013 yang diterapkan dalam dunia pendidikan yang ada di
Indonesia. Menceritakan kisah-kisah para Nabi, termasuk kisah Nabi Muhammad ini
sangat perlu menjadi materi pokok. Penulis teringat pernyataan dari Prof. Dr.
H. Imam Suprayogo dalam salah satu seminar,[2] ia
menyatakan bahwa “Nabi Muhammad itu bukan Modin, bukan Menteri Agama,
bukan KUA, bukan MUI, tapi Nabi Muhammad itu Jokowi (dalam arti pemimpin yang
bukan hanya mengurusi agama, tapi juga hukum, ekonomi, sosial, dan
sebagainya).” Jika demikian, jika kita mampu menanamkan kepribadian Nabi
Muhammad SAW. dalam diri setiap manusia atau katakanlah para peserta didik,
sama artinya kita – sebagai pendidikan – telah menyiapkan pribadi-pribadi yang
berkarakter “manusia sempurna, yang mempunyai akhlak al-Qur’an, yang menjadi
Kalam Allah, Tuhan Semesta Alam.”
Namun, nampaknya realita yang kita dapati saat ini, kisah-kisah
Nabi Muhammad nampaknya kalah dengan sinetron-sinetron, kalah dengan
tontonan-tontonan yang mengajarkan sikap hidup hedonis dan serba instan. Pola
hidup keduniawiaan menjadi hal yang popular. Kepekaan sosial dikalahkan dengan
gengsi kebendaduniawiaan. Banyak yang bangga membelikan putra-putri mereka gadget
seharga jutaan rupiah dengan melupakan mengajarkan pada putra-putri mereka
untuk berbagi dengan yang lain.
Dari semuanya itu, mari kita bersama memohon kepada-Nya yang maha
Pengasih dan Penyayang, semoga kita senantiasa dapat meneladani pribadi
kekasih-Nya yang begitu mulia, yaitu Baginda Rasul Muhamad SAW. Dan kami
berlindung kepada-Nya atas kesombongan atas kelebihan keduniawiaan yang
hakikatnya adalah milik-Nya. Amiin.
Malang,
26 November 2014
[1] Martin
Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik, terj.
Qamaruddin, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013), hlm. 471
[2]
Seminar nasional dengan tema “Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis
Multidisipliner”. Yang diadakan pada hari Kamis, 6 November 2014 di
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
0 Response to "Refleksi Kisah Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik"
Post a Comment