Romantis Itu Gila
Suatu ketika, ada yang bertanya
pada saya tentang “romantis”. Sebenarnya romantis itu apa? Dan kapan sesuatu
itu dapat dikatakan romantis? Jawaban yang saya berikan amat singkat, yaitu
“tergantung”, tergantung situasi dan kondisi. Apakah memang situasi mendukung
untuk menjadikan sesuatu menjadi romantis dan juga kondisi kita untuk melakukan
hal-hal yang nantinya bisa dikatakan romantis.
Secara pribadi, saya juga kurang
tahu persis tentang hal-hal bersifat romantis. Jika dalam film-film, sering
kita menjumpai sesuatu yang romantis itu dekat dengan kemewahan, sebut saja ada
adegan dimana seorang cowok meletakkan tangkaian bunga mawar yang di tata dari
depan pintu rumah sang kekasih sampai ke tempat yang sudah di desain sedemikian
rupa begitu indah. Kemudian, ada lagi seorang cowok yang menyewa tempat khusus
untuk kekasih saat jamuan makan malam dengan temaran lilin dan diiringi oleh
lagu romantis (seperti dalam film Spiderman 3, ketika Ben Parker hendak melamar
Marie Jane) yang pastinya itu bukanlah perkara kecil dan murah. Jadi wajar,
jika beberapa orang beranggapan bahwa romantis itu lebih dekat dengan kemewahan.
Tapi apakah memang demikian?
Apakah memang “romantis” itu mahal? Jika kita melihatnya secara kasat mata,
mungkin akan terkesan demikian bahwa romantis itu mahal. Tapi tidak demikian
jika melihat lebih cermat, bahwa bukan mahalnya sesuatu yang menjadikan itu
menjadi hal yang romantis. Bukan jamuan makan malam yang mewah saja yang bisa
menjadikan suasana romantis, kenapa? Karena bukan mahallah yang menjadikan
sesuatu itu romantis, tapi kegilaan, sekali lagi, kegilaan lah yang menjadi
jiwa dari keromantisan. Jika kita berbicara tentang prinsip dalam hal romantis,
maka yang menjadi prinsip utamanya adalah “gila”, karena tak akan ada
keromatisan tanpa kegilaan.
Lantas, gila yang seperti apakah
yang menjadi prinsip romantis ini? Apakah gila dalam arti sesungguhnya, yaitu
hilangnya akal? Tentu bukan. Gila yang saya maksud di sini adalah melakukan
hal-hal yang di luar kewajaran, atau bisa jadi di luar nalar kebanyakan orang. Gila
ini bisa meliputi kegilaan mengeluarkan materi yang begitu banyak seperti yang
saya contohkan di atas, bisa juga gila dalam melakukan hal-hal yang tak pernah
terpikirkan dalam benak manusia biasa.
Akan tetapi, di luar itu semua, yang perlu diingat adalah – apa yang
saya sebut di depan – situasi dan kondisi. Saya teringat salah satu tulisan
teman saya yang kurang lebihnya seperti menjelaskan bahwa kata “cinta” akan
menjadi kata yang biasa-biasa saja jika diucapkan kepada kita oleh yang tidak
kita cintai atau setidaknya tidak kita harapkan. Sebaliknya, kata “cinta” bisa
begitu bermakna dan mampu membawa kita pada keadaan yang begitu membahagiakan
jika kata itu terucap dari orang yang kita cintai. Artinya apa? Sebelum kita mengeluarkan
kata-kata itu, ada baiknya mencari tahu kemungkinan orang yang akan kita
nyatakan cinta itu ada rasa juga atau tidak. Begitu juga dalam “kegilaan” dalam
romantis, jangan sampai kegilaan kita yang dimaksudkan membuat si doi
tersanjung dengan keromantisan kita, ternyata berbalik menjadi jenuh dengan
kita. Itulah sebabnya di depan saya menjawab pertanyaan saya dengan “tergantung
situasi dan kondisi.” Maybe. []
Salam romantisisme. ^_^
0 Response to "Romantis Itu Gila"
Post a Comment