Bahagia itu?
“Kebahagiaan”, baik itu di dunia atau di akhirat, adalah tujuan
hidup semua manusia. Siapa yang tidak ingin bahagia? Bahagia adalah perasaan di
mana kita merasa nyaman, merasa damai, merasa tentram dan semua perasaan yang
indah-indah tentang diri kita. Perasaan yang semua orang ingin memilikinya.
Semua orang memang ingin bahagia, tapi tiap orang mempunyai
pemaknaan yang berbeda-beda dalam memaknai kebahagiaan itu sendiri. Sebagian
orang memaknai bahagia itu ketika berlimpah harta, rumah megah layaknya istana,
sorum mobil mewah seakan pindah di garasi rumah, apa yang diinginkan selalu
bisa terpenuhi dan kehidupan mewah lainnya. Tapi, ada juga yang memaknai
bahagia itu adalah sebuah kesederhanaan. Rumah mungil dengan taman minimalis
ditambah air mancur kecil yang darinya terdengar gemericik air yang menenangkan
jiwa, dan yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa kesederhanaan berarti
berkecukupan, tidak berlebihan, juga tidak kekurangan.
Penulis teringat dengan teman penulis (sebut saja Anto) yang saat
ini sudah menikah. Ia tinggal di Jogja dengan istrinya di sebuah rumah
kontrakan yang sangat sederhana (ukuran 3x8 meter). Ia sendiri sekarang sudah
menyelesaikan studi S2 nya di salah satu Universitas kenamaan di Jogja, dan
istrinya sedang menempuh S2 di Universitas yang sama juga. Rumah yang ditempati
itu sebenarnya lebih pantas disebut dengan kamar, karena memang ukurannya yang
sangat kecil dan bentuknya yang lurus memanjang. Rumah itu terbagi menjadi tiga
ruangan yang disekat dengan papan triplek seadanya. Ruangan pertama, yaitu di
bagian depan berisi buku-buku, komputer, dan barang-barang lainnya. Kemudian
agak ke dalam terdapat kasur busa sederhana dengan seprai yang sederhana pula,
dan di bagian belakang terdapat dapur yang sangat minimalis, dengan peralatan
masak ala kadarnya.
Jika kebahagiaan itu dimaknai dengan melimpahnya harta, maka
kehidupan Anto dan istrinya itu tergolong kehidupan yang tidak membahagiakan.
Karena memang – selain kendaraan bermotor dan peralatan komputer – tidak ada
perabotan yang bisa dikatakan mewah, semuanya serba sederhana. Dindingnya pun warnanya
agak kusam (mungkin belum pernah dicat ulang), ditambah statusnya yang sebagai
rumah kontrakan. Akan tetapi, mengambil kesimpulan bahwa kehidupan Anto tidak
bahagia penulis kira terlalu cepat. Karena apa? Dari yang penulis amati,
kehidupan rumah tangga – yang masih tergolong pengantin baru itu – terasa
sangat membahagiakan, tersirat perasan bahagia, tentram, damai dan
perasaan-perasaan lainnya yang – jujur saja – membuat iri penulis. Anto juga
bercerita bagaimana ia dan istrinya menjalani kehidupan yang sangat
membahagiakan. Berangkat kuliah bersama dengan sepeda motor yang sederhana,
memasak bersama, jama’ah bersama, puasa sunnah bersama, dan
kebersamaan-kebersamaan lainnya yang sangat mengasyikkan.
Kemudian, penulis juga sempat mengamati kehidupan orang-orang kaya
yang berlimpah harta. Rumah megah dengan fasilitas super mewah, mobil-mobil
kelas atas berjajar rapi di garasi rumah, dan gelimang harta lainnya. Kehidupan
seperti itu, jika melihat ukuran kebahagiaan adalah berlimpahnya harta, maka
tidak salah lagi untuk mengatakan bahwa orang yang memiliki kehidupan itu
amatlah bahagia.
Secara pribadi, mengatakan bahwa kebahagaiaan itu adalah ketika
kita bergelimang harta adalah sesuatu yang naif. Meskipun penilaian ini
terkesan ngawur, dan mungkin ada kesan sebagai bentuk menghibur diri penulis
yang – kebetulan – tidak bergelimang harta. Tapi, terlepas dari itu, jika
meminjam istilah Gus Dur “terserah, kesan nggak kesan”, dan mungkin ada
yang tidak setuju dengan penilaian penulis, itu adalah hak anda.
Sebenarnya, penilaian penulis ini tidak ngawur/asal-asalan. Ada
proses yang lumayan panjang, yang penulis lalui hingga pada akhirnya
memunculkan kesimpulan tersebut. Coba kita renngkan sejenak akan arti
kebahagiaan dengan kekayaan. Bahagia itukan salah satu indikasinya adalah
tentram, hidup yang tentram adalah hidup yang tanpa ada perasaan gelisah dan tanpa beban . Pertanyaannya sekarang,
lebih tentram mana ketika memiliki harta yang sedikit atau yang melimpah? Mungkin,
ada yang lebih memilih jawaban yang kedua dengan alasan ketika mempunyai harta
yang banyak, maka kita akan bisa lebih berguna bagi orang lain. Kita bisa
sedekah yang banyak, bisa menyantuni yatim-piatu, bisa menyekolahkan anak-anak
gelandangan secara gratis dan amal baik lainnya. Jika itu alasannya, maka
penulis pun akan memilih jawaban itu. Tapi, yang penulis maksud dalam konteks
ini bukan bagaimana pentasarufan harta itu, melainkan dalam hal menjaga harta
serta pertanggungjawabannya. Misalnya kehidupan Anto di atas dengan seorang
yang kaya raya (sebut saja Rangga). Anto dengan rumahnya yang sederhana,
sedangkan Rangga dengan rumah yang mewah. Kedua sama-sama pergi ke suatu tempat
dalam kurun waktu yang lama, katakanlah sebulan. Saat bepergian itu, otomatis
mereka harus meninggalkan rumah masing-masing. Kedua rumah itu sama-sama tidak
ada yang menjaga, kira-kira lebih tentram mana antara Anto dan Rangga? Penulis
kira akan lebih tentram si Anto daripada Rangga. Kenapa? Anda pasti tahulah
jawabannya.
Kemudian, kaitannya dengan pertanggungjawaban. Dalam kesempatan
yang berbeda, kita dititipi uang seratus ribu rupiah, dan seratus juta rupiah.
Ternyata, semua uang itu terpakai baik yang seratus ribu atau yang seratus
juta. Kira-kira, akan lebih mudah mana untuk kita mempertanggungjawabkan uang
yang dititipkan pada kita itu? Jika anda adalah seorang akuntan, mungkin tidak
salah untuk menjawab bahwa semuanya mudah. Tapi, meskipun anda seorang akuntan
yang sangat familiar dengan perhitungan, tetap saja tingkat pertanggungjawaban
uang seratus ribu dengan seratus juta tetap lebih rumit yang seratus juta. Jika
demikian, manakah yang lebih menentramkan? Yang sedikit atau yang melimpah?
Itu tadi yang berkaitan dengan kepemilikan harta yang sedikit
dengan yang banyak. Sekarang coba kita renungkan dari aspek kebersamaan di
dalam keluarga. Ada keluarga yang sederhana, rumah minimalis
dengan beberapa kamar tidur dengan ukurang sedang, yang di dalamnya hanya
terdapat tempat tidur dan kawan-kawannya, ditambah meja kecil yang multifungsi. Halaman rumah yang tidak cukup luas, tapi juga tidak terlalu sempit, dan
di salah satu sudutnya ada air terjun buatan yang selalu menciptakan suara
gemericik air. Dari segi perabot rumah tangga pun sederhana, termasuk satu buah
televisi yang ada di ruang keluarga. Ada pula keluarga yang tinggal di rumah
yang besar dan mewah, yang di tiap-tiap kamar tidur yang tidak hanya ada tempat
tidur, tapi juga terpasang AC, televisi flat yang besar dipadukan dnegan
soundsystem yang sangat mewah dan interior yang begitu menakjubkan, ditambah
lagi kamar mandi dengan fasiltas juga tak kalah mewahnya.
Bersambung............^_^
0 Response to "Bahagia itu?"
Post a Comment