Rahasia Ilahi: Penjual Gorengan



Masih ingatkah kita? Beberapa tahun yang lalu, jika tidak salah ingat sekitar tahun 2004-2006, dunia pertelevisisan Indonesia dipenuhi sinetron-sinetron Religi, Rahasia Ilahi adalah satu diantara banyak judul sinetron yang populer saat itu.
Sinetron ini menceritakan akhir dari orang-orang yang dekat dengan Allah SWT., atau yang mendurhakai-Nya. Tapi, seingat saya, sinetron ini lebih banyak memuat cerita-cerita akhir riwayat orang yang durhaka kepada Allah dengan akhir yang sangat tragis.  Sebut saja akhir dari anak yang durhaka kepada orangtua yang bumi pun tak mau menerima mayatnya dengan selalu menyempitnya liang lahat yang akan digunakan untuk mengubur mayat anak tersebut. Kemudian kejadian liang lahat yang mengeluarkan air terus menerus meski sudah dilakukan penyedotan air, inilah akhir dari orang yang selama hidupnya digunakan untuk berfoya-foya dan melalaikan perintah agama. Serta masih banyak lagi cerita-cerita akhir dari orang yang keluar dari jalan agama.
Selain cerita-cerita tentang kesudahan orang-orang yang mendurhakai Allah, ada juga cerita-cerita kesudahan dari orang-orang yang taat beribadah kepada Allah. Sebut saja kesudahan dari orang yang selalu bersedekah, selalu menyantuni anak yatim-piatu dan ibadah-ibadah lainnya. Dari kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan semasa hidupnya ini, Allah menunjukkan Kuasa-Nya berupa tidak hancurnya jasad orang-orang yang taat itu meski telah dikubur berpuluh-puluh tahun. Kemudian ada juga yang mayatnya memancarkan aroma wangi dan senyum tersungging dari wajah si mayat, dan kejadian-kejadian menakjubkan lainnya.
Diantara sekian banyak kisah-kisah tersebut, saya teringat satu cerita yang ditayangkan dalam sinetron “Rahasia Ilahi” ini. Terlepas dari nyata atau tidaknya cerita ini, ada pelajaran penting yang  bisa kita ambil. Ceritanya, saat itu ada seorang yang meninggal dunia dan hendak di sholatkan di salah satu masjid, dan tidak jauh dari masjid yang akan digunakan untuk menyolatkan jenazah itu ada seorang penjual gorengan keliling (sebut saja Ahmad). Melihat ada jenazah yang hendak disholatkan, maka Ahmad pun bergegas menuju masjid tersebut untuk ikut menyolati si mayit.
Seperti biasanya, seusai sholat jenazah, para jam’ah mendoakan si mayit bersama-sama yang intinya agar segala amal perbuatan si mayit diterima di sisi Allah dan semua kesalahannya dapat diampuni, tak terkecuali Ahmad yang juga ikut mendoakan si mayit tersebut.
Hari pun berjalan seperti biasanya, hingga suatu ketika salah satu anak dari si mayit tadi bermimpi bertemu dengan ayahnya. Dalam mimpi, ia melihat ayahnyatersenyum bahagia. Dalam mimpinya, ayahnya meminta pada putranya untuk mencari pedagang gorengan (Ahmad) yang beberapa hari yang lalu ikut menyolatkan jenazahnya. Karena berkat doa si Ahmad tadilah, ia memperoleh tempat yang indah di alam kubur.
Sang anak tadi (sebut saja Ridlo) pun memenuhi permintaan ayahnya yang ada dalam mimpi, ia mencari-cari Ahmad, pedagang gorengan yang sering menjajakan jualannya di kompleks rumah Ridlo. Akhirnya, setelah lama mencari, Ridlo pun menemukan Ahmad. “Apa benar, anda kemarin ikut menyolatkan jenazah di Masjid depan?”, tanya Ridlo. Ahmad pun mengiyakan pertanyaan tersebut. “Semalam, saya bermimpi bertemu almarhum, dia nampak bahagia sekali, dan meminta saya untuk berterimakasih pada anda, karena berkat doa anda, almarhum mendapatkan tempat yang indah di alam kubur”, ucap Ridlo menjelaskan tentang mimpinya. “Iya mas, sama-sama, saya senang jika almarhum mendapat tempat yang indah di sisi-Nya”, tanggapan Ahmad kepada Ridlo.
Dalam hati, Ridlo penasaran atas doa yang dipanjatkan oleh seorang pedagang gorengan keliling ini. doa apa yang ia panjatkan hingga ayahnya menemuinya di mimpi untuk menyampaikan terimakasih. Sebenarnya doa apa yang dipanjatkan Ahamd? Tak mau berlama-lama dalam tanda tanya, Ridlo pun pun bertanya, “maaf mas Ahmad, kalu boleh tahu, sebenarnya doa apa yang mas Ahmad panjatkan kepada ayah saya? Apakah doa-doa pada umumnya yang ada di buku-buku tuntunan sholat jenazah?”. Mendengar pertanyaan itu, Ahmad pun tersenyum, “ah tidak mas, saya tidak begitu hafal dengan doa-doa itu mas, saya hanya berdoa pada Allah dengan bahasa sendiri, dalam doa,  saya merelakan semua dagangan saya Engkau ambil asalkan Engkau bukakan begi almarhum pintu ampunan atas dosa-dosanya dan diberikan limpahan rahmat dari Allah.” Mendengar jawaban itu, Ridlo terharu dan tak henti-hentinya mengucap tasbih.
Subhaanallah...
Apa yang kita bisa ambil dari cerita atas? Sekurang-kurangnya ada dua hal penti ng yang terkandung dalam kisah di atas. Pertama, bahwa status sosial, keilmuan dan status-status lainnya bukan jaminan dikabulkan atau ditolaknya suatu doa yang dipanjatkan kepada Allah. Seperti halnya cerita di atas, para jama’ah yang ikut menyolati jenazah adalah bermacam-macam, ada seorang kiai, pegawai, pengangguran dan juga Ahmad (seorang pedagang gorengan keliling). Tapi, meskipun hanya seorang pedagang gorengan, ternyata doanyalah yang paling didengar dan dikabulkan. Artinya, selama doa itu dipanjatkan, maka Allah pun akan menyambutnya dengan mengabulkannya. Kedua, kesederhanaan dalam berdoa. Doa yang tidak bertele-tele disertai dengan ketulusan itu jauh lebih bermakna daripada doa yang amat panjang yang di dalamnya ada unsur riya dan sebagainya.
Siapapun tidak akan ada yang bisa menjamin, jika doa seorang alim sudah pasti dikabulkan, dan doa orang yang – kelihatannya – biasa-biasa saja akan tertolak. Dari sekian banyak jama’ah sholat jenazah di atas, siapa yang akan menyangka jika karena doa Ahmad lah yang menjadikan almarhum berada di sisi-Nya dalam kedamaian?
Pelajaran lain yang berharga dari cerita ini adalah agar kita menghargai sesuatu yang kelihatannya remeh. Bukankah Ahmad berdoa dengan mengikhlaskan gorengan yang akan ia jual untuk dijadikan penebus atas dosa-dosa almarhum? Kedengarannya memang aneh, tapi keanehan ini tidak berlaku dalam Dzat Yang Maha Kuasa, karena sifat meremahkan hanya dimiliki manusia.
Terkadang, ketika ada pengamen atau pengemis, kita memberi mereka uang yang kita anggap sepele dan kecil. Tapi mereka menerimanya dengan bahagia, dan mendoakan kita semoga diberi kesuksesan dan kehidupan yang baik. Apakah kita pernah berpikir – ketika kita telah diberi kebahagiaan dan kesuksesan – bahwa apa yang kita dapat  saat ini berupa kesuksesan adalah dari doa pengemis/ pengamen yang kita beri uang yang kita anggap sepele? Jika Allah saja tidak menganggap remeh pada hal-hal yang seperi ini, lantas mengapa – terkadang – kita menganggap remeh hal ini?
Semoga kita semua senantiasa dijauhkan dari sifat-sifat meremehkan dan merendahkan. Andaikan kita saat ini sudah terjatuh pada hal meremehkan ini, semoga Allah mengampuni dan kedepannya semoga kita semua terhindar dari salah satu sifat buruk ini. Amiiin. []

1 Response to "Rahasia Ilahi: Penjual Gorengan"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel