Agama Kesurupan
“Poso, Kembali
Membara” setidaknya itu tema yang meramaikan media Indonesia beberapa hari yang
lalu. Konflik yang kembali terulang dengan latar belakang yang masih sama,
yaitu sentimen agama. Kejadian ini cukup mencengangkan, pasalnya kejadian ini
terjadi saat belum genap satu bulan Presiden SBY memperoleh penghargaan sebagai
Negarawan Dunia dalam bidang toleransi umat beragama, utamanya di Indonesia.
Penulis jadi
teringat pada pernyataan salah satu koordinator pengungsi Syi’ah di Madura
(penulis lupa namanya) saat acara “Mata Najwa”. Acara saat itu menghadirkan
Yenni Wahid, Benny Susetyo, anggota DPR bidang HAM dari fraksi Demokrat dan
koordinator pengungsi yang telah disebutkan. Tema acara yang dipandu Najwa
Shihab malam itu mengangkat tema “Kontroversi Toleransi”, sebagai reaksi dari
penerimaan penghargan presiden SBY sebagai Negarawan Dunia.
Dengan gaya
seorang Najwa Shihab yang kritis dan juga terkesan blak-blakan ini membuat
acara malam itu cukup menarik. Dari beberapa hal menarik yang tersaji malam itu,
yang paling menarik adalah ketika Najwa bertanya pada koordinator pengungsi
Syi’ah tentang tanggapannya atas penghargaan yang akan diterima oleh SBY,
ternyata jawaban yang diberikan amatlah bijak. Ia mengatakan bahwa kita harus
tetap bangga kepada bapak Presiden atas prestasi yang telah dicapai, dan semoga
ke depannya ia dan para pengungsi Syi’ah dapat kembali ke kampung halamannya
lagi sebagai hak warga negara. Sementara itu, Benny Susetyo (dewan GKI) – yang
terkesan menolak atas penghargaan yang diterima SBY – di salah satu
pernyataannya mengatakan bahwa jika presiden SBY ke depannya tidak dapat
membuktika ia pantas mendapatkan penghargaan tersebut, maka itu akan menjadi
olok-olok dunia Internasional. Kejadian Poso pun seakan menjawab kekhawatiran
Romo Benny Susetyo tersebut. Negara yang dipimpin oleh seorang Negarawan Dunia
yang mengedepankan toleransi, faktanya tetap terjadi konflik-konflik bernafas
agama.
Politisasi agama
adalah istilah yang kemudian terlintas dalam benak penulis. Yah, agama yang
dirasuki kepentingan-kepentingan politik. Fenomena kerasukan atau biasa disebut
kesurupan ini biasanya menjadikan obyek yang dirasuki akan bertingkah di luar
kewajaran. Orang yang kesurupan sering terlihat bringas, brutal, atau
meraung-raung tak jelas. Intinya, orang yang kesurupan selalu berperilaku
diluar kewajaran. Ini pun berlaku pada agama, maka tidak aneh jika agama
sekarang sering terlihat garang, ganas dan sering meraung-meraung meneriakkan
kebengisan akibat dari dirasukinya agama tersebut oleh kepentingan-kepentingan
politik. Karena memang pada dasarnya, agama itu membawa perdamaian, bukan
kebencian apalagi pertikaian. Tapi mau bagaimana lagi, saking seringnya agama
ini kerasukan, sehingga kesannya agama itu ya garang seperti sekarang ini.
Penulis ingat
salah satu ungkapan – yang lagi-lagi kelupaan siapa yang mengatakan itu – yang menyatakan
bahwa bangsa ini sudah terlalu melenceng, sehingga yang melenceng pun sudah
terlihat tidak melenceng. Nampaknya ini juga berlaku bagi agama-agama saat ini
yang terlihat garang. Sebenarnya agama itu lemah lembut, tapi entah sudah seberapa
seringnya agama ini kerasukan hingga penampilan agama menjadi menakutkan dengan
berbagai penampakannya.
Biasanya, jika
ada orang yang kesurupan, maka perlu dilakukan proses pengeluaran makhluk halus
dengan dibacakan doa-doa atau di rukyah. Begitu juga agama yang kerasukan ini
perlu dilakukan rukyah. Tapi apakah rukyahnya sama dengan rukyah pada manusia? Tentu
beda! Lalu bagaimana? Hemm... penulis
sampai saat ini juga masih berpikir bagaimana caranya. Apakah anda punya ide?
^_^
0 Response to "Agama Kesurupan"
Post a Comment