Tasawuf Gus Dur
-->
Berbicara
tentang sosok yang satu ini memang tidak akan ada habisnya. Selain
pemikiran-pemikiran serta kredibilitasnya yang tidak diragukan lagi terhadap
beberapa isu besar mengenai demokrasi, keadilan, pluralisme, humanisme dan
lainnya, ia juga terkenal sebagai sosok yang penuh dengan kontroversial.
Abdurrahman
Wahid, yang mempunyai nama kecil Abdurrahman Ad-Dakhil ini adalah putra pertama
dari pasangan KH. Wahid Hasyim dengan
Solichah. Secara nasab, Abdurrahman
Wahid (selanjutnya disebut Gus Dur) merupakan keturunan darah biru, yaitu
keturunan Djoko Tingkir yang merupakan putra dari Brawijaya VI. Selain darah
biru, Gus Dur juga mempunya trah darah
putih (kiai), karena ia adalah cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim
Asy’ari (dari jalur ayah) dan KH. Bisri Syansuri (dari jalur ibu). Tidak sampai
di ditu saja, Gus Dur juga memilki trah kepahlawanan,
karena ayahnya, KH. Wahid Hasyim, dan kakeknya, KH. Hasyim Asy’ari merupakan
pahlawan nasional.
Selain
pemikiran yang besar serta garis keturunan yang tidak bisa dibilang biasa,
sepak terjang Gus Dur yang sering melawan main
stream juga secara tidak langsung ikut mendongkrak kepopulerannya. Bagi yang
pro dengan Gus Dur, menilai Gus Dur sebagai orang istimewa yang mempunyai
kelebihan-kelebihan yang jarang dimiliki, bahkan ada sebagian yang
menganggapnya sebagai wali. Tapi, tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa Gus
Dur ini adalah seorang pengkhianat, bahkan dalam beberapa tulisan dikatakan
bahwa Gus Dur ini adalah antek Yahudi, murtad, kafir dan penilaian-penilaian
miring lainnya.
Terlepas
dari penilaian-penilaian itu, Gus Dur telah mewariskan pada bangsa ini sebuah
cita-cita mulia tentang kemanusiaan. Pemikiran-pemikiran beliau sampai saat ini
masih menarik untuk diperbincangkan. Tulisan-tulisan tentang beliau, baik itu
berupa buku atau artikel-artikel bukanlah sesuatu yang sulit untuk ditemukan.
Kebanyakan
tulisan-tulisan yang menjadikan Gus Dur sebagai aktor utama, selalu berkutat
sekitar demokrasi, keadilan, pluralisme, humanisme, dan pembela kaum minoritas.
Tentu bukanlah hal yang aneh, karena memang pemikiran-pemikiran Gus Dur ada di
sekitar isu-isu tersebut.
Tapi, beberapa
hari yang lalu, saya menemukan buku yang cukup menarik tentang Gus Dur. Judul buku
itu, sama seperti judul tulisan ini, yaitu Tasawuf Gus Dur. Di tulis oleh
Muhammad Zaairul haq. Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk meresensi buku
tersebut, melainkan lebih kepada refleksi pribadi tentang sisi yang menarik. Buku
tersebut menempatkan Gus Dur sebagai seorang sufi, yaitu seseorang yang ahli
dalam tasawuf.
Gus
Dur, dalam buku tersebut, dikatan sebagai sufi yang berbeda dari sufi-sufi
lainnya. Perbedaan itu terletak pada cara pencapaian tingkat paling tinggi
dalam tasawuf, yaitu ma’rifat Allah. Jika
selama ini, gambaran seorang sufi adalah seseorang yang selalu bermesraan
dengan Tuhan, yang selalu lebih memilih menyendiri untuk bercengkrama secara
intim dengan Tuhan. Maka, jalan sufi Gus Dur lebih kepada aspek sosial. Oleh sebab
itu, dalam keseharian Gus Dur, ia lebih sering bersosialisi dengan sesama.
Menurut
beberapa sufi kenamaan, seperti al-Ghazali, terdapat beberapa tingkatan maqam yang harus ditempuh untuk dapat
mencapai tingkat tasawuf (pengalaman spiritual) tertinggi, seperti taubat,
sabar, khauf, raja’, dan lain sebagainya. Dan setidaknya, maqam-maqam itu ada dalam ranah individual. Maka Gus Dur – bisa dikatakan
– lebih jauh dari itu, karena beliau menggunakan konsep manfaat bagi sesama
untuk mencapai ma’rifatullah.
Meskipun
demikian, bukan berarti tingkatan sufi Gus Dur lebih tinggi dari sufi-sufi yang
lainnya. Karena, dalam tasawuf yang merupakan pengalaman spritual yang bersifat
amat pribadi ini, kita tidak bisa mmbuat tingkatan-tingkatan mana yang paling
tinggi dan mana yang sedikit lebih rendah. Komaruddin Hidayat dalam “The Wisdom
of life” sering mengutip tentang adanya alam ini adalah manifestasi dari adanya
yang Maha Kuasa. Dan bisa jadi, Gus Dur ingin meraih puncak tertinggi dalam
tasawuf dengan perantara alam semesta ini, dengan cara berusaha menjadi
khalifah yang memang memiliki sifat khalifah. Wallaahu A’lam. []
semoga buku saya bermanfaat..mohon barokah doanya... http://jagadkawula.blogspot.com/
ReplyDeleteAmiin ya Robbal 'AAlamiin,,, nyuwun doa lan bimbinganipun ugi,,,,,
Delete