Biarkan Semua Indah Pada Waktunya
“Wanita yang baik hanya untuk lelaki yang
baik,
&
lelaki yang baik
hanya untuk wanita yang baik juga”
Bagi
yang sering mengikuti acara Mario Teguh Golden Ways tentu tidak asing dengan
kata-kata di atas. Ya, kata-kata yang menggambarkan bahwa kebaikan seseorang
akan mendatangkan hal-hal yang baik bagi dirinya, termasuk pasangan hidup.

Kebaikan
seseorang itu tidak ujug-ujug datang dengan sendirinya. Ada proses di
dalam kebaikan itu sendiri. Karena setiap manusia diberi oleh Tuhan dua
potensi, yaitu potensi kebaikan dan potensi keburukan yang keduanya merupakan
dua elemen yang saling bertolak belakang. Ketika manusia bisa mengoptimalkan
potensi kebaikan dan meminimalisir potensi keburukan, maka saat itu ia menjadi
pribadi yang baik. Begitu pun sebaliknya, ketika potensi keburukan yang
mendominasi keseharian, maka ia tergolong sebagai pribadi yang tidak baik
(buruk). Selain itu, bercermin dari kata-kata yang sering dipakai Mario Teguh di
atas, dapat kita temukan makna tersirat bahwa tidak akan datang dalam hidup
kita seseorang yang baik, jika diri kita tidak/belum baik. Artinya, jodoh yang
baik akan datang dengan sendirinya di saat kita telah menjadi pribadi yang baik.
Setidaknya itu adalah penjelasan yang Mario Teguh berikan berkenaan dengan
kata-kata di atas.
Berkaiatan
dengan hal ini, yaitu pribadi yang baik hanya untuk orang yang baik, mengingatkan
penulis pada percakapan singkat dengan salah satu teman (sebut saja Anjani)
yang kebetulan saat itu sudah mempunyai pacar. Kata Anjani, ia sangat mencintai
pacarnya yang menurut ia adalah lelaki yang baik. Tapi, ketika penulis bertanya
apakah ia yakin bahwa kelak ia akan bersanding dengan pacarnya itu di
pelaminan, ia tidak yakin. Meskipun dalam ketidakyakinan itu, ia masih
menyimpan harapan.
Kemudian,
penulis mengutip kata-kata Mario Teguh dan bertanya pada Anjani, “apakah kamu
merasa bahwa kamu adalah orang yang baik?”. Ia pun menjawab “tidak”. Lantas
penulis melanjutkan pertanyaan, “berarti kamu tidak pantas dong mendapatkan si
doi yang baik itu?”, dan dia hanya diam.
Tidak
sampai di ditu saja, berawal dari keisengan penulis untuk menjahili Anjani yang
sudah mempunyai pacar, tiba-tiba keluar dari mulut penulis kata-kata yang tidak
pernah terbayangkan dalam benak penulis. Karena, jujur saja keisengan itu
berawal dari perasaan iri melihat Anjani dan beberapa teman penulis yang sudah
memiliki pacar. Saat itu, penulis menegaskan bahwa orang yang terburu-buru
menentukan jodohnya – yang dalam hal ini adalah orang yang pacaran – terkesan
mendahului kehendak Tuhan. Selain itu, ketika seseorang telah memutuskan bahwa
si “dia” lah jodoh kita, padahal kemungkinan menikah masih bertahun-tahun,
katakanlah bagi muda-mudi berusia 20 tahun yang mentargetkan menikah pada usia
25 tahun. Maka, ada tenggang waktu 5 tahun lagi untuk bisa duduk di pelaminan. Wow,
bukankah 5 tahun itu bukan waktu yang sebentar?
Selain
itu, jika 5 tahun sebelum tanggal jatuh tempo rencana pernikahan, kita sudah
menentukan mana yang akan menjadi pasangan kita, itu berarti kita menutup
kemungkinan bagi Tuhan untuk mempertemukan kepada kita seseorang yang
menurut-Nya baik buat kita, bukan baik menurut kita. Sudah berapa banyak
suami-istri yang akhirnya bercerai karena penilaian terhadap calon pasangannya
yang baik, ternyata terbukti salah di masa depan. Awalnya, suami menilai si
istri adalah orang yang baik, begitu pun si istri menilai bahwa dirinya adalah
wanita paling beruntung karena mendapatkan suami yang baik – menurutnya. Tapi,
ternyata ketukan palu Hakim di Pengadilan Agama mengakhiri Love Story
mereka, bukan maut. Bukankah ia adalah suami/istri yang beberapa waktu lalu
merupakan pribadi yang baik di mata pasangan mereka? Nah, pertanyaannya
sekarang adalah apakah pacar yang kita anggap baik menurut kita juga baik
menurut Tuhan?
Nampaknya
kurang adil jika hanya mempertanyakan kebaikan si doi. Kita juga perlu bertanya
pada diri kita, apakah diri kita saat ini sudah termasuk golongan orang baik,
sehingga kita merasa pantas mendapatkan doi yang baik? Kalau memang sudah
merasa pantas it’s OK. Tapi, jika belum merasa baik, maka menentukan
pasangan untuk saat ini sangatlah beresiko. Bagaimana tidak beresiko? Bukankah
orang baik hanya untuk yang baik juga? Nah, kalau kita merasa tidak baik, dan
nekat menentukan pasangan, jangan-jangan pasangan yang kita pilih itu tidak
baik pula.
Setidaknya,
jika kita menargetkan naik di pelaminan 5 tahun lagi, maka kita punya waktu 5
tahun untuk menjadikan diri kita lebih baik lagi dari hari ini. Bukankah dengan
demikian, bermodalkan kebaikan yang telah dirangkai selama 5 tahun itu kita akan
berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik lagi, yang secara langsung
dipilihkan oleh Tuhan untuk dapat bersanding dengan kita di pelaminan dan
menjadi pendamping kita dalam menjalani kehidupan. Bukankah baik menurut-Nya
adalah jaminan pasti akan kebahagian kita?
Lain
halnya jika memang sudah saatnya untuk menikah. Ketika intuisi serta perasaan
kita sudah mulai tertarik pada seseorang yang nampaknya memang baik dan
kehadirannya itu membawa perasaan damai dalam sanubari kita. Maka, jemputlah ia
untuk bersanding bersama kita dalam hiasan janur kuning. Tak lupa pula tetap
memohon kebaiakan pada Tuhan atas diri kita dan dia yang telah dipilihkan
oleh-Nya untuk kita.
Dari
percakapan dengan Anjani itu dan ketidaksengajaan penafsiran di atas, akhirnya
penulis yang awalnya – bisa dikatakan – sangat mengelu-elukan pacaran menjadi
sadar sesadar-sadarnya bahwa biarlah jodoh itu menjadi urusan Tuhan saja. Bukankah
kita sering mendengar bahwa Tuhan tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang baik
dengan memberikan pasangan yang tidak baik?. Kesimpulannya adalah kita tidak
perlu tergesa-gesa mencari siapa yang baik, tapi bersegera menjadi
sesorang baik agar Tuhan memberikan kepada kita jodoh yang baik menurut-Nya,
bukan menurut kita.
Tapi,
apa lantas bagi yang saat ini sudah pacaran harus memutuskan hubungannya? Nampaknya
itu tidak perlu. Tetap teguh pada komitmen yang telah dibuat dengan pacar kita.
Tetap setia padanya dan tetap menjaga jiwa dan raganya di samping tetap
berusaha membaikkan diri kita. Allah SWT punya bermacam cara untuk memberikan
kebaikan bagi hamba-hamba-Nya yang baik, yang terkadang di luar jangkauan
penalaran kita.
Semoga
kita semua diberi kekuatan untuk selalu menjadi pribadi yang baik, dan
mendapatkan pasangan yang baik pula. Amiin.
“Biarkan
semua indah pada waktunya”. ^_^
0 Response to "Biarkan Semua Indah Pada Waktunya"
Post a Comment