Warna-Warni Bulan 'Maulud"
Terdapat
atmosfer yang berbeda pada bulan Rabi’ul Awal antara di daerah pedesaan dan perkotaan. Biasanya ketika bulan Rabi’ul
Awal atau yang – sebagian orang Jawa – sering menyebutnya dengan bulan Maulud
di masjid-masjid atau langgar-langgar mengadakan acara barzanzi-an
bersama. Acara barzanzi ini merupakan salah satu wujud dari ekspresi
kecintaan umat Islam kepada Nabinya, yaitu Agung Muhammad SAW. yang lahir pada
bulan Rabi’ul Awal, tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah.
Biasanya,
acara ini diawali dengan pembukaan yang dipimpin oleh seorang tokoh agama.
Pembukaan ini berisi – bisa dikatakan – tawassul kepada Nabi Muhammad SAW. dan
para sahabat serta orang-orang sholih. Kemudian dilanjutkan dengan membaca
sholawat dan juga pembacaan sejarah Nabi Muhammad SAW. Selama bulan Maulud,
kegiatan semacam ini berlangsung setiap malam. Kemeriahan yang menampakkan
syiar Islam nampak terasa di kala orang-orang – kecil atau besar, tua ataupun
muda, wanita atau pria – berbondong-bondong untuk mengikuti acara ini. Selain
itu, hampir tiap malam pada acara ini banyak sekali makanan yang dibawa oleh
para jama’ah sebagai shodaqoh dan – sekali lagi – wujud ekspresi kecintaan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Puncak
dari kegiatan ini adalah pada malam 12 Rabi’ul Awal, yaitu tepat pada tanggal
lahirnya Nabi Muhamad SAW. Kegiatan puncak ini berlangsung di masjid desa yang
merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan keagamaan.
Di
samping kegiatan barzanzi ini, hal yang menjadikan bulan Maulud di desa
ini beda dengan bulan-bulan lainnya adalah dilantunkannya pujian pada
saat menjelang sholat lima waktu. Pujian adalah baca-bacaan yang dibaca
diantara adzan dan iqomah. Pujian pada bulan ini selalu bertemakan
tentang kelahiran nabi Muhammad SAW. Salah satu pujian yang masih begitu
familiar di benak penulis adalah seperti ini:
لَا
حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ *۳ # إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ *۳
Kanjeng
Nabi Lahir ipun wonten ing Makkah ....X2
Dinten
Senin Rolas Maulud Tahun Gajah ....X2
Ingkang
Romo Asmanipun Sayyid Abdullah .....X2
Ingkang
Ibu Asmanipun Siti Aminah .... X2
Suasana
di desa yang begitu meriah saat bulan Maulud tiba ini, berbeda dengan yang ada
di daerah perkotaan. Bulan Maulud di perkotaan hampir tak ada bedanya dengan
bulan-bulan lainnya. Lantunan bacaan sholawat hanya terdengar dari beberapa
pengeras suara yang ada di beberapa masjid dan mushola. Terkadang, suara itu
pun hanya terdengar sayup-sayup, kalah dengan bisingnya suara kendaraan. Pujian-pujian
yang bertemakan kelahiran Nabi pun jarang terdengar, entah dikarenakan
tidak bisa atau tidak mau. Akan tetapi, di daerah perkotaan yang masih nampak
ciri-ciri pedesaan yang tradisional serta kebersamaan yang kuat, budaya
meramaikan bulan Maulud ini masih ada.
Tidak
adanya kegiatan-kegiatan dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW. ini dipengaruhi juga dengan adanya tudingan-tudingan dari beberapa orang
Islam, bahwa kegiatan barzanzi serta kegiatan mengagung-agungkan Nabi
Muhammad SAW. itu adalah bid’ah, yaitu kegiatan yang Nabi Muhammad SAW.
tidak pernah mencontohkan atau memerintah. Kegiatan ini juga tidak dilakukan
para sahabat Nabi. Dari sinilah kemudian muncul tudingan bahwa kegiatan
Mauludan ini adalah bid’ah, dan karena bid’ah sudah pasti
Mauludan ini sesat. Kenapa saya katakan tudingan? Ya, karena memang argumen
yang diberikan tidaklah mendasar. Tidak mendasar yang dimaksud di sini adalah
argumen tersebut bisa disangkal dengan argumen lainnya yang secara kualitas
sama dengan argumen yang mengklaim Mauludan itu bid’ah. Inilah salah
satu sebab kenapa di perkotaan cenderung kegiatab semacam ini tidak
membudidaya.
Saya
tidak akan membahas penjang lebar tentang apakah Mauludan ini bid’ah atau
tidak. Akan tetapi, nampaknya saya perlu menukilkan penjelasan dalam kitab “Sabiilul
Munjii” yang berisi tentang terjemah dari “Maulid Al-Barzanji”, yang
ditulis oleh Abdul Hamid Kendal, beliau menuqil (mengutip) pernyataan Syaikh
al-Hafidz Al-Suyuthi di dalam kitab “Fatawi”, bahwasanya termasuk bid’ah
yang baik (khasanah) dan akan mendapat pahala bagi orang yang mengadakan
Mauludan, karena melahirkan kebahagian serta cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Barangsiapa mencintaiku, maka ia akan bersamaku
di Surga”.
Terdapat
salah satu riwayat yang menceritakan tentang diringankannya siksaan Abu Lahab
di neraka disebabkan karena ketika Nabi Muhammad SAW. lahir, Abu Lahab
sangatlah bahagian, bahkan saking bahagianya, Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah,
budaknya yang membawakan kabar kelahiran Muhammad SAW. Diriwiyatkan bahwasanya
sahabat Abu Lahab, yaitu Abbas bin Abdul Mutholib. Ia bermimpi bertemu dengan
Abu Lahab yang saat itu telah meninggal. Abbas bertanya tentang keadaan Abu
Lahab setelah kematiannya. Abu Lahab menjawab bahwa ia berada di dalam neraka.
Akan tetapi, setiap malam senin, siksa yang diterima Abu Lahab berkurang, dan
dari kedua jari tangannya keluar air yang bisa diminum. Keringanan tersebut
diperoleh Abu Lahab karena ketika betapa bahagianya ia ketika mendengar Nabi Muhammad SAW. lahir. Riwayat ini juga terdapat pada “sabiilul Munjii”, atau bisa
juga ditemukan pada kitab “al-Riwaayaatu al-‘Ajaaibu al-Ghoriibah”.
Terlepas
dari benar atau tidaknya riwayat tersebut, yang mengatakan bahwa Abu Lahab
mendapat kompensasi atas hukumannya di neraka akibat dari perasaan bahagia
mendengar kelahiran Nabi Muhammad SAW., yang pasti kembali pada sabda Nabi
“Barangsiapa mencintaiku, maka ia akan bersamaku di Surga”. Sabda tersebut
adalah sebuah janji dari seorang yang sangat mulia, yang namanya di sandingkan
dengan Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Di mana ekspresi dalam cinta itu
bermacam-macam, salah satu ekspresi kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. adalah
dengan mengadakan kegiatan Mauludan, khususnya ketika bulan Rabi’ul Awal.
Tapi,
bagi yang mengangap Mauludan ini bid’ah dan sesat itu adalah hak mereka.
Memang, jika kita mencari dalil naqli terkait dengan Mauludan ini, kita tidak
akan dapat menemukannya, karena Mauludan ini muncul pertama kali pada abad ke-3
Hijriyah.
Perbedaan
itu memang suatu keniscayaan, baik itu perbedaan suasana bulan Maulud antara di
desa dan di kota, atau perbedaan sudut pandang terhadap kegiatan Mauludan. Kita
pastinya tak bisa menyatukan perbedaan-perbedaan ini. Yang terpenting adalah
sikap saling menghormati. Bagi yang mengadakan kegiatan Mauludan tak usahlah
memaksa kepada yang enggan mengikuti Mauludan. Begitu pun bagi yang tidak mau
Mauludan. Kalau memang tidak mau, tak usahlah menghina atau mengklaim bahwa
perbuatan itu sesat, tidak sesuai dengan Islam atau yang sejenisnya. Bukahnkah perbedaan itu Rahmat? []
0 Response to "Warna-Warni Bulan 'Maulud""
Post a Comment