Poligami? "Kurang Setuju", bukan "Tidak Setuju"
Seorang pria dikatakan berpoligami jika ia memiliki istri lebih
dari satu. Poligami sendiri sampai saat ini masih menjadi hal yang menarik
untuk dibahas, karena memang sampai saat ini poligami – dari sudut pandang
agama dan juga negara – belum ada kepastian hukum yang baku, apakah itu memang
dibolehkan atau dilarang, atau pertanyaan yang lebih spesifik lagi, apakah
poligami diperintahkan atau tidak?
Bagi kaum agamawan – khususnya Islam – yang membolehkan poligami, biasanya
menjadikan ayat 3 dari QS. Ali Imran sebagai landasan dari diperbolehkannya
poligami, bahkan ada sebagian yang menyatakan bahwa poligami itu diperintah.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan pasal 3 ayat 1 disebutkan “Pada
asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. Seorang wanita hanya
boleh memiliki seorang suami.” Artinya, hukum negara Indonesia tidak
membenarkan atas tindakan poligami. Akan
tetapi, pada pasal selanjutnya disebutkan bahwa seorang pria yang masih
berstatus warga negara Indonesia bisa berpoligami dengan syarat mengajukan
permohonan ke pengadilan yang ada di daerah setempat. Artinya, negara masih
memberikan kelonggaran untuk seorang pria yang menginginkan mempunyai istri
lebih dari satu, hanya saja perlu melengkapi beberapa persyaratan.
Kaitannya dengan ini, saya pernah ditanya bagaimana
pendapat saya tentang poligami. Secara pribadi, saya kurang setuju dengan yang
dinamakan poligami. Pendapat saya ini memanglah bukan didasarkan pada dalil
naqli, melainkan dalil yang bersifat aqli (logika). Logika berpikir yang saya
bangun sangatlah sederhana. Karena saya tahu bahwa ada perasaan sakit ketika
orang yang saya cintai itu berbagi cinta dengan yang lain. Jika demikian, maka tak
sepantasnya saya menyakiti wanita yang mencintai saya dengan menduakan cintanya.
Logika ini mengacu pada prinsip “Janganlah kita melakukan sesuatu hal kepada
orang lain yangmana jika sesuatu itu dilakukan kepada kita, maka kita tidak
suka”.
Argumen lain yang bisa saya berikan adalah terkait
dengan firman Allah pada QS. Adz-Dzaariyat: 49 yang menyatakan bahwa Allah SWT.
menciptakan segala sesuatunya berpasangan, tak terkecuali manusia. Meskipun saya
bukanlah seorang yang memenuhi kriteria mufassir, bukan berarti saya
tidak boleh memaknai apa yang terkandung dalam ayat al-Qur’an. Pada QS.
Adz-Dzaariyat; 49 ini saya memaknai berpasangan adalah satu orang pria yang
disebut suami, dan satu orang wanita yang disebut istri. Memang saya akui,
bahwa pemaknaan ini terlalu memaksa, akan tetapi terlepas dari terlalu memaksa
atau tidak, itulah yang saya pahami. Nah, pertanyaannya sekarang adalah, apakah
ada sesuatu yang dikatakan pasangan itu terdiri lebih dua elemen? Contoh sederhananya,
ketika kita menyebutkan sepasang sandal, apakah sandal itu bisa lebih dari dua,
selain kiri dan kanan? Kemudian, jika kita menyebut sepasang merpati, apakah
lebih dari dua burung merpati? Jika demikian, apakah sepasang manusia – yang disebut
suami-istri – itu bisa lebih dari satu pria dan satu wanita? Jika hanya dua
orang saja yang bisa disebut pasangan suami istri, lantas kita sebut apa
keluarga yang berpolgami? Sepasang suami istri juga kah? Atau apa?
Akan tetapi, meskipun saya kurang setuju dengan
poligami, bukan berarti saya menganggap
tindakan poligami itu salah. Bukan itu yang ingin saya sampaikan, melainkan ini
hanya sekedar pendapat dari diri pribadi terkait dengan poligami. Terlalau naïf
jika saya menganggap poligami itu salah, karena kita tidak bisa mengabaikan
catatan sejarah yang telah mencatat bahwa Nabi Muhammad SAW. melakukan poligami
setelah wafatnya Khadijah.
Saya juga menyadari dan mengingat sepenuhnya bahwa manusia hanya berencana dan Allah SWT.-lah yang
menentukan akhirnya. Mungkin saat ini saya memang kurang setuju dengan
poligami, tapi bukanlah hal yang sulit bagi Allah SWT. untuk membalikkan
pendirian saya tentang poligami ini. Oleh karena itu, saya lebih suka menyebut
pendirian saya ini dengan kekurang setujuan terhadap poligami dibanding harus
menyebutnya dengan tidak setuju atau bahkan sampai menolak poligami. []
0 Response to "Poligami? "Kurang Setuju", bukan "Tidak Setuju""
Post a Comment