Cinta Ibarat Pohon, Episode 1: "Go Green" and "Go Pink"
“Cinta Itu Ibarat Pohon”
Pada tulisan sebelumnya sudah
disinggung tentang persamaan cinta dengan pohon. Di mana tidak ada pohon yang
tiba-tiba langsung besar tanpa ada proses pertumbuhan. Sebenarnya, tidak hanya
pohon saja yang perlu waktu untuk tumbuh dan berkembang, hewan dan manusia pun
juga mengalami pertumbuhan. Akan tetapi, penulis rasa pengibaratan cinta dengan
pohon itu jauh lebih efektif dan lebih nggaya.
Kita ambil contoh pohon sawo
saja. Apakah kita tahu bahwa pohon sawo yang begitu besar awalnya hanyalah
sebuah biji yang jika kita timbang mungkin hanya berbotot beberapa gram saja. Akan
tetapi, meskipun awalnya itu kecil, karena selalu mendapat perawatan yang di
dalamnya ada unsur menyayangi, maka seiring berjalannya waktu, biji itu pun berubah
menjadi pohon sawo kecil yang berdaun 1-2 lembar saja. Jika perawatan
terus diberikan, maka daun-daun baru pun muncul bersamaan dengan gugurnya daun-daun yang lama, dan pohon itu pun akan terus tumbuh dan tumbuh, hingga pada akhirnya akan
berkembang dan berbuah.
Begitu pun yang terjadi pada
cinta. Pada dasarnya, tidak ada cinta – di dunia ini – yang tumbuh besar tanpa
melalui proses. Apakah ada yang kurang setuju dengan pernyataan tersebut? mungkin ada yang menyanggah bagaimana dengan cinta orangtua
pada anaknya? Apakah harus ada proses juga dalam kecintaan orangtua terhadap sang buah
hati? Jawaban yang kami berikan untuk pertanyaan tersebut adalah kenapa tidak? kita semua tetntu tahu, sebelum manusia terlahir,
9 bulan ia berada dalam rahim ibu. Selama itu pula sang ayah selalu merawat
kesehatan sang istri, memberikan perhatian yang lebih, memberikan apa saja yang
diinginkan istri ketika masa nyidam, dan lain-lain. Apakah yang demikian
itu tidak kita katakan sebagai proses. Perjuangan dan kasih sayang ibu serta
kecintaan bapak ketika sang buah hati dalam kandungan adalah proses panjang yang selain
penuh dengan sukacita juga melelahkan yang pada akhirnya berbuah kasih sayang serta kecintaan sepanjang masa
yang diberikan oleh orangtua kepada anaknya.
oleh karena itu, kesimpulan sementara adalah
cinta itu tumbuh memang butuh proses,. lantas bagaimana dengan cinta dua orang anak
manusia yang menjalin asmara? Itu pun butuh proses juga. Mungkin, awalnya memang tidak pernah
terbersit sedikit pun dalam benak kita jika kita akan mencintai si doi, atau meskipun
ada mungkin hanya sebesar biji sawo. Akan tetapi seiring berjalannya waktu,
perasaan itu pun berkembang menjadi semakin besar dari hari ke hari, dan bukan
tidak mungkin perasaan itu berubah menjadi pohon cinta yang sangat besar, ditambah
lagi jika disertai dengan perawatan yang rutin oleh si empunya cinta.
Nah, jika kita berbicara
tentang perawatan tumbuhan, maka kita mungkin akan menyebut dengan cara menyiraminya,
memberi pupuk, menjaga dari serangan-serangan yang merusak baik itu serangan
hama atau pun serangan hewan, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam cinta, maka
perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan perhatian dan juga kesetiaan. Sudah
berapa banyak kita temui kisah percintaan yang ketika di awal-awal begitu
menggairahkan, tapi di akhir cerita bukan happy ending yang didapat,
melainkan hanya sad ending dengan buah kebencian serta amarah dan juga
kesedihan yang berlarut-larut. Pertanyaannya adalah, apakah ada pohon yang
sudah besar, tiba-tiba bukannya tambah besar, tapi malah semakin kecil? Jika demikian,
cinta yang besar di awal dan kemudian menjadi kecil di akhir, maka itu bukanlah
seperti yang telah disebut dengan “pohon cinta”, melainkan “balon cinta”. Kenapa
harus balon? Karena balon itu indah dan juga unyu-unyu ketika ia besar. Seiring
berlalunya waktu, balon yang awalnya besar dan kencang perlahan-lahan menyusut
dan lama kelamaan menjadi biasa-biasa saja. Atau jika tidak menyusut, maka bisa
jadi balon itu pun meletus.
Jadi, perawatan cinta itu
adalah perhatian dan juga kesetiaan. Perhatian
itu sama halnya dengan menyirami pohon, kesetiaan itu sama dengan dengan membri
pupuk. Karena sama dengan pohon, tentunya ada serangan-serangan yang tertuju
pada cinta, sama halnya dengan serangan hama pada pohon. Serangan hama bagi
cinta bisa bermacam-macam, semisal cemburu, perbedaan pendapat, kabar-kabar
tidak mengenakkan tentang pasangan, keinginan untuk mendua, kecurigaan terhadap
pasangan, posesif dan lain sebagainya. Lantas, apakah kita akan biarkan itu
berlarut-larut?
Jika hama pada pohon kita
biarkan saja tanpa ada upaya memberantasnya, maka tidak tertutup kemungkinan si
pohon akan layu, dan jika dibiarkan terus menerus pohon itu pun akan mati. Cinta
pun demikian, hama yang telah menyerang cinta jika tidak diatasi maka akan
menjadikan cinta yang kita miliki menjadi lemah hingga pada akhirnya cinta yang
awalnya sudah tumbuh dan berkembang akan mati. Pestisida yang digunakan untuk
memberantas hama yang mengganggu cinta kita tak akan bisa ditemui di toko-toko
pestisida yang ada, karena pembasmi hama yang menyerang cinta ada di dalam diri
kita sendiri, bisa dengan mengkomunikasikannya baik-baik jika ada perselisihan pendapat,
mengklarifikasi kabar-kabar yang kurang mengenakkan tentang pasangan kita, dan
yang terpenting adalah sikap saling percaya terhadap pasangan.
Jadi, kesimpulan dari tulisan
ini adalah cinta itu memiliki beberapa kesamaan dengan pohon. Keduanya sama-sama
tumbuh dan berkembang jika dirawat dengan baik. Jika ada hama yang menyerang,
maka secepatnya dilakukan pembasmian hama jika kita tidak ingin pohon dan cinta
kita mati. So, mari kita giatkan “Go Green” untuk pohon, dan “Go
Pink” untuk cinta yang indah. Salam Cinta. []
0 Response to "Cinta Ibarat Pohon, Episode 1: "Go Green" and "Go Pink""
Post a Comment