Warning..!! "Nafsu berbulu Cinta"
Kapankah kita
mulai mengenal cinta? Apakah ketika masih balita? Ketika kanak-kanak? Atau
ketika sudah dewasa? Kita mungkin tidak akan bisa menemukan jawabannya secara
pasti. Akan tetapi, yang pasti adalah
kita terlahir di dunia ini atas nama cinta. Karena bapak mencintai ibu kita,
dan ibu mencintai bapak kita. Selain buah dari cinta orangtua kita, berkat
kecintaan Allah SWT. pula lah kita saat ini ada di dunia. Jadi, pada dasarnya,
sebelum kita terlahir di dunia, kita telah dikenalkan tentang cinta.
Banyak yang
mengatakan bahwa cinta itu adalah fitrah manusia. Fitrah sendiri bisa dimaknai
sebagai sifat bawaan manusia dari lahir. Jika demikian, ini bisa dijadikan
penguat bahwa memang kita – sebagai manusia – sudah mengenal cinta sebelum
terlahir di dunia. Namun, ada satu pertanyaan yang mendasar, yaitu cinta
seperti apa yang merupakan fitrah?
Cinta sendiri
bisa di klasifikasikan menurut subjek dan objeknya. Ada kecintaan Tuhan (Allah
SWT.) terhadap makhluk-makhluknya, begitu pun sebaliknya, kecintaan makhluk
pada Sang Khaliq. Ada kecintaan orangtua terhadap anak-anaknya, begitu pun
sebaliknya, kecintaan anak pada orangtua. Ada pula kecintaan saudara terhadap
saudara yang lain. Kecintaan manusia kepada alam. Ada pula kecintaan manusia
kepada manusia, serta kecintaan manusia antar lawan jenis. Dalam pembahasan
selanjutnya, akan fokus pada cinta antara lawan jenia antar anak manusia.
Bukan hanya
sekali-dua kali kita menyaksikan berita tentang orang yang bunuh diri karena
cinta, membunuh juga karena cinta, bahkan melakukan zina pun tak jarang
berdalih atas nama cinta, dan masih banyak lagi kehinaan-kehinaan berjubahkan
cinta. Bukankah cinta itu fitrah? Tapi kenapa cinta yang merupakan fitrah
justru merusak?
Cinta itu seharusnya membangun, bukan
merubuhkan. Cinta juga seharusnya menguatkan, bukan melemahkan. Cinta juga
bukan merendahkan, tapi memuliakan. Karena kita cinta kepada Allah SWT., maka
seharusnya kecintaan itu membangun keimanan dengan menaati perintah-perintahnya
dan menjauhi larangan-larangannya. Karena kita cinta kepada Allah SWT., maka
kita harus menguatkan iman kita yang telah kita bangun, sehingga ketika ada
ujian atau pun bujukan dari setan, iman kita tetap kokoh. Karena kecintaan kita
pada Allah SWT. pulalah kita harus memuliakan-Nya.
Tapi, jika kita
kemudian melakukan perbuatan yang hina, dan mengatasnamakan cinta, maka pada
hakikatnya itu bukanlah cinta, melainkan “nafsu berbulu cinta”.
Mengutip
pernyataan Mario Teguh (seorang motivator), bahwa cinta itu menjadikan kita menjadi
lebih baik, bukan menjadikan kita lebih buruk. Baik di mata Allah SWT., juga
baik di mata manusia. Bagi yang sebelumnya tidak dihinggapi rasa cinta kepada someone
jarang ke masjid, tapi begitu bertemu dengan someone yang menjadikan
hatinya menjadi taman bunga kemudian rajin shalat ke masjid. Yang awalnya
jarang ikut pengajian-pengajian, kini menjadi rajin ke pengajian-pengajian.
Intinya menjadi lebih baik dari saat sebelum bertemu doi. Mungkin ada yang
protes kalau demikian itu berarti berbuat baiknya bukan lillaahi ta’ala.
Memang iya, itu semua bisa jadi bukan karena Allah SWT., melainkan karena do’i.
Tapi, kita jangan pernah melupakan bahwa hidayah itu datang tanpa diduga, baik
waktunya atau caranya. Siapa tahu awalnya memang karena si do’i, tapi seiring
berjalannya waktu, melakukan kebaikan – yang awalnya – karena si do’i berubah
menjadi lillaahi ta’ala. Wallaahu A’lam.
Memang benar,
bahwa cinta itu gila. Tapi mbog yo gilanya jangan yang merusak diri dan
orang lain. Jadi, jawaban atas pertanyaan di atas – cinta seperti apakah yang merupakan
fitrah - adalah cinta itu menjadikan diri kita lebih baik, bukan menjadi
lebih buruk. Bukahnkah cinta itu bisa:
“Merubah kandang jadi istana,
Merubah yang malas menjadi rajin,
Merubah yang malas berdandan, menjadi pesolek di depan
cermin,
Merubah hitam jadi putih,
Merubah tembaga menjadi emas,
Merubah kerikil menjadi permata,
Merubah soto menjadi bakso ^_^.”
0 Response to "Warning..!! "Nafsu berbulu Cinta""
Post a Comment