Membaca itu harus "CB"
“Membaca adalah jendela ilmu”
Tidak ada
alasan untuk menyanggah kalimat di atas. Karena memang dengan membaca, kita
mampu menjelajahi segala macam keilmuan yang ada. Seorang guru bisa jadi tahu
tentang pertanian jika guru tersebut mau membaca buku tentang pertanian. Seorang
buruh pabrik bisa jadi mampu memberikan pertolongan pada penderita penyakit
jantung jika buruh tersebut pernah membaca buku tentang penyakit jantung. Bahkan
tukang becak pun bisa jadi – layaknya psikolog yang handal – mampu memecahkan
permasalahan terkaitan tentang psikologi jika memang tukang becak tersebut suka
membaca buku-buku psikologi. Itulah keajaiban dari membaca.
Akan tetapi,
tidak selamanya hal-hal yang baik akan tetap mendatangkan kebaikan, seperti halnya
membaca. Jika dalam membaca, kita tidak cerdas dan bijak, maka bisa jadi bukan
kebaikan yang kita terima, melainkan keburukan. Kebaikan yang dimaksud di sini
adalah kebaikan bagi orang banyak, bukan hanya diri sendiri.
Sudah berapa
banyak kita dapati orang-orang saling mengklaim dirinya paling benar sendiri,
dan menganggap orang yang tidak sejalan dengannya adalah orang yang celaka, dan
lain sebagainya. Ada beberapa faktor yang menjadikan beberapa orang menganggap
dirinya paling benar sendiri. Diantaranya adalah dari faktor bacaan orang
tersebut. Semisal Andi dengan pemikirannya yang cukup keras (sebut saja
pemikiran A) menyalahkan Anton yang mempunyai toleransi yang sangat tinggi
(pemikiran B). Berdasarkan dari buku
yang dibaca Andi, akhirnya menyimpulkan bahwa pemikiran B itu salah besar. Akhirnya
Andi serta merta menyalahkan Anton dengan berlandaskan buku yang di baca Andi.
Yang menjadi
pertanyaan adalah “apakah memang sudah pasti bahwa Anton dengan pemikiran B-nya
salah?” Ternyata, usut punya usut buku yang dibaca Andi adalah dari penulis
yang mempunyai satu pemikiran dengan Andi, yakni pemikran A. Inilah yang – bisa
dikatakan – membaca buku yang tidak cerdas dan tidak bijak. Karena hanya
membaca satu sumber saja, kemudian dengan beraninya menganggap orang lain salah.
Paling tidak, sebelum menyalahkan, paling tidak Andi klarifikasi terlebih
dahulu, entah itu melalui lisan atau tulisan.
Jadi, memang
ada benarnya ketika ada yang mengatakan “bacalah apa yang bisa anda baca, tapi
janganlah terlalu mudah mempercayai apa yang telah anda baca”. Maksudnya adalah
kita harus melakukan telaah kritis atas apa yang sudah kita baca. Tidak dengan
serta merta mempercayai apa yang telah kita baca. Semisal pada kasus Andi di
atas, seharusnya – selain membaca buku dari penulis yang mempunyai kesamaan
pemikiran – Andi juga harus membaca buku dari penulis yang sepemikiran dengan Anton.
Mungkin pemikiran Anton memang salah, tapi bukan berarti 100% salah, barangkali
ada sisi-sisi dari pemikiran Anton yang mempunyai nilai-nilai positif yang bisa
diambil.
Penulis pernah
berdebat dengan seseorang (Ridlo – nama samaran) yang memiliki penilaian yang
sangat jauh berbeda tentang sosok yang begitu kotroversial (Ali-bukan nama
sebenarnya). Ridlo menilai jika Ali itu adalah sosok yang telah menghina Islam,
telah menghina Rasulullah SAW. dan menghina seluruh umat Islam. Akan tetapi,
penilaian penulis sangatlah berbalik 180 derajat dengan Ridlo. Setelah terjadi
perdebatan panjang, akhirnya penulis menyarankan kepada Ridlo untuk membaca
tulisan-tulisan Ali yang sudah banyak dibukukan, dengan konsekuensi penulis
juga harus membaca buku-buku yang telah mengantarkan Ridlo pada penilaian negatif
atas Ali. Tapi, jawaban Ridlo tidak sesuai dengan apa yang penulis harapkan. Ternyata
Ridlo enggan membaca tulisan-tulisan Ali. Dalam hati penulis pun bertanya,
kenapa tidak mau?.
Dengan menceritakan
hal tersebut, bukan berarti penulis menganggap bahwa Ridlo tidak bijak, dan
penulislah yang bijak. Akan tetapi, itu hanya sekedar gambaran sekilas bahwa
memang dalam membaca kita haruslah cerdas dan juga bijak. Kita harus membaca
semuanya yang dapat kita baca. Janganlah kita menjadi pembaca tulisan-tulisan
orang yang kita idolakan saja, tapi juga membaca tulisan orang-orang yang sama
sekali tidak pernah terlintas di benak kita sebagai orang yang baik. Bukankah
Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda: “Lihatlah apa yang dikatakan, dan jangan
lihat siapa yang mengatakan”. Semangat hadist tersebut juga bisa diterapkan
dalam hal membaca, “lihatlah isi tulisannya, dan jangan lihat penulisnya”.
Mungkin itu
adalah salah satu sikap cerdas dan bijak dalam membaca. Saat ini banyak sekali buku-buku
yang mampu menjadikan kita manusia yang berkualitas baik secara jasmani dan
rohani, intelektual dan spiritual. Namun, kita juga tak bisa menutup mata bahwa
saat ini buku-buku atau bacaan-bacaan yang merusak moral juga sangat banyak dan
mudah kita temui. Intinya, kita harus tetap CERDAS dan BIJAK dalam membaca.[]
0 Response to "Membaca itu harus "CB""
Post a Comment