Insan Kamil itu Muhammad SAW


Sekitar 14 abad yang lalu, di Jazirah Arab, tepatnya di kota Mekkah lahir seseorang yang diutus untuk menyampaikan risalah Tauhid bagi seluruh umat Islam. Ia adalah Muhammad bin Abdullah.
Seperti halnya rasul-rasul sebelumnya, menyampaikan risalah Tauhid bukanlah hal yang mudah. Rintangan demi rintangan harus dihadapi para utusan-utusan Allah ini demi tegaknya agama Allah di bumi ini. Kita tentu ingat kisah nabi Nuh as. yang selalu dicemooh umatnya. Meskipun demikian ia tak pernah putus asa menyampaikan amanatnya sebagai pembawa risalah Tauhid di muka bumi. Umur nabi Nuh – menurut beberapa riwayat – adalah 950 tahun. Akan tetapi, hanya ada sekitar 70 orang yang beriman pada risalah nabi Nuh as. ini. Sedikitnya pengikut nabi Nuh as. ini bukan berarti ia malas berdakwah, tapi karena memang kaum nabi nuh as. yang begitu sombong dan angkuh. Kemudian kisah tentang kisah nabi Ibrahim as. yang dibakar hidup-hidup karena ia telah menghancurkan dan menghina Tuhan-tuhan yang disembah oleh kaumnya, yaitu berhala-berhala.
Nabi Muhammad SAW. pun demikian, dalam perjalanan dakwahnya, beliau selalu mendapatkan rintangan-rintangan dann gangguan-gangguan dari orang-orang yang kafir. Apakah nabi Muhammad lantas berputus asa untuk berdakwah? Apakah Ia menyerah kepada orang-orang kafir dan mau menerima tawaran-tawaran berupa harta, tahta dan wanita dari orang kafir jika Muhammad SAW. mau mengakhiri dakwahnya? Jika saja Nabi SAW. menyerah dan berhenti berdakwah, tentunya tak akan pernah ada sejarah tentang Islam yang Berjaya, Islam yang gemilang, Islam yang pernah menguasai 2/3 dunia, dan bias jadi kejahiliyahan-kejahiliyahan umat-umat terdahulu masih terus terjadi sampai saat ini. Akan tetapi, memang tidak dapat dipungkiri, meskipun Muhammad SAW. adalah utusan Allah SWT., ia tetaplah seorang manusia biasa, yang juga mempunyai rasa putus asa melihat kaumnya enggan serta menentang risalah-risalah yang dibawanya. Terlebih lagi ketika dua orang yang sangat membantu baik secara materi atau non-materi, yaitu Khadijah dan Abu Thalib dipanggil oleh Allah SWT. Saat kedua orang yang selalu mendukung serta memberikan bantuan dalam dakwahnya kembali ke sisi Allah SWT., nabi Muhammad SAW. merasa bahwa perjalanan dakwahnya semakin berat. Tapi, apakah Nabi SAW. lantas menyerah? Tentunya beliau tetap teguh menjalankan dakwah kenabiaannya. Tahun wafatnya Khadijah dan Abu Thalib ini sering disebut dengan ‘aamu al-chazn (Tahun Kesedihan).
Nabi Muhammad SAW. adalah sosok yang tangguh serta tidak mudah menyerah. Selain itu, dalam pribadi beliau terdapat sifat-sifat yang sangat mulia yang patut dijadikan teladan bagi semua manusia (tidak terkecuali orang-orang non-Islam), seperti penyantun, sopan, dapat dipercaya, dan lain sebagainya.
Nabi Muhammad SAW. adalah sosok Insan Kamil yang diidam-idamkan oleh Pendidikan Islam. Sosok yang dapat mengejawantahkan tugas-tugasnya sebagai ‘Abdullah dan juga Khalifah fil ardhi.
Nabi Muhammad SAW. tetap beribadah kepada Allah dengan sangat tekun, meskipun beliau sudah dijamin oleh Allah SWT. masuk surga, bahkan Nabi Muhammad juga diberi keistimewaan dapat memberi syafa’at (atas izin Allah SWT) kepada umat-umatnya kelak di Hari Pembalasan.
Sementara itu, dalam berhubungan dengan manusia, beliau selalu bersikap dengan baik. Beliau tak pernah menyakiti orang lain, bahkan ketika ia diskiti pun, tak pernah terlintas dalam benak beliau untuk membalas dendam. Dalam beberapa Sirah Nabawiyah disebutkan bahwa Nabi SAW. menjenguk orang kafir yang sedang sakit. Padahal, orang kafir tersebut setiap harinya mengolok-olok Nabi SAW., setiap harinya Nabi SAW. dilempari kotoran. Tapi apa balasan yang diberikan Nabi SAW. terhadap orang tersebut? Bukannya mendoakan agar orang tersebut disiksa dengan penyakitnya, tapi beliau justru beliau mendoakannya agar lekas sembuh. Subhaanallaah…, betapa mulia akhlak yang beliau miliki. Itu hanyalah satu dari sekian banyak kisah yang menggambarkan betapa muliannya akhlak “Penutup Nabi” ini.
Deri sedikit pemaparan di atas, dapat diambil dua poin penting. Pertama, manusia pada dasarnya adalah hamba, tak peduli apakah manusia itu seorang yang kaya, pintar, tampan, mempunyai jabatan tinggi atau apapun itu, ia tetaplah seorang hamba Allah (‘Abdullah) yang mempunyai kewajiban terhadap Sang Maha Pemilik (Allah SWT). Apakah ketika seseorang itu pintar, ia pasti akan masuk surga? Apakah ketika manusia itu kaya, ia dapat membeli surge? Apakah ketika orang itu tampan, ia dapat menukarkan ketampanannya untuk tiket surga? Apakah jabatan yang tinggi mampu mengantarkannya menduduki singgasan surga?
Pintar, kaya, tampan, jabatan tinggi hanyalah perkara dunia yang semu. Ilmu yang dimiliki orang pintar tak akan bertahan lama jika tak dimanfaatkan. Orang kaya yang hanya sibuk menimbun harta tanpa mau mensyukurinya akan berakhir seperti Qarun. Ketampanan yang juga bersifat sementara. Jabatan tinggi yang melenakan bias jadi justru mengantarjkan pada siksa neraka. Kesemuanya itu tidak bias menggugurkan kewajiban hamba atas Tuhannya. Nabi Muhammad SAW. saja yang sudah jelas-jelas mendapat jaminan surga tetap melaksanakan kewajibannya sebagai ‘Abdullah  dengan melaksanakan ibadah secara tekun. Jika Nabi  saja yang sudah mendapatkan jaminan surga tetap beribadah dengan tekun. Lalu, apakah pantas jika kita yang belum jelas antara masuk surga atau neraka enggan beribadah kepada Allah? Apakah pantas jika kita melalaika kewajiban kita sebagai ‘Abdullah.?
Kedua, bersikap baik itu tidak hanya kepada orang yang seakidah dengan kita saja. Jika berbuat baik itu hanya dilakukan untuk orang yang seakidah dengan kita, tentunya nabi SAW. tidak akan menjenguk dan mendoakan orang kafir yang sedang sakit. Berbuat baik tak perlu pandangbulu dan tak perlu pilih-pilih.
Apa yang dilakukan Nabi saw. bukanlah untuk dirinya sendiri, namun juga untuk umat-umatnya. Beliau memberikan contoh-contoh bagaimana menjadi manusia yang baik, manusia yang dicita-citakan Allah SWT. sejak awal penciptaan Adam as. Yaitu manusia sebagai ‘Abdullah dan manusia sebagai Khalifatullah fil Ardhi. Selain itu, jika seseorang ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia akhirat, maka tirulah nabi Muhammad SAW., karena memang beliau adalah Uswah Hasanah dalam segala bidang.

0 Response to "Insan Kamil itu Muhammad SAW"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel