Pengawasan, Pengendalian, dan Riset SDM (Sumber Daya Manusia)
1.
Pengertian Pengawasan dan Pengendalian
MSDM
Banyak
penulis di bidang manajemen mengemukakan pandangannya tentang pengertian dari
pengawasan, salah satunya Schermerhorn. Pengawasan menurut Schermerhorn seperti
yang dikutip Ernie Tisnawati dan Kurniawan,
adalah suatu proses dalam menetapkan kinerja dan pengambilan tindakan
yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja
yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert
yang juga dikutip oleh Ernie Tisnawati dan Kurniawan menyataka bahwa control
is the process of ensuring that actual activities conform the plannedactivities. [1]
Sedikit
berbeda dengan pengertian di atas, Sadali Samsudin mendefenisikan pengawasan
SDM sebagai suatu kegiatan manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap –
sekurang-kurangnya – tujuh aspek, yaitu: (1) sumber daya manusia yang ada dalam
organisasi, (2) sumber daya manusia yang benar-benar dibutuhkan organisasi, (3)
pasaran sumber daya manusia yang ada dan memungkinkan, (4) kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki dan yang ada di pasaran tenaga kerja, (5) kemampuan
individual dari setiap sumber daya manusia dalam organisasi, (6) upaya
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam organisasi, dan (7) semangat
kerja sumber daya manusia, dan sebagainya.[2]
Dengan
memperhatikan berbagai aspek dalam pengawasan sumber daya manusia ini, perlu
adanya suatu tolok ukur atau penetapan standar minimal yang memungkinkan
ketercapaian sasaran-sasaran pada tiap
aspeknya dengan baik dan terkendali. Menurut Sadali Samsudin, ketentuan standar
minimal tersebut antara lain sebagai berikut:
a.
Jumlah personil yang harus ada dalam organisasi
atau perusahaan yang bersangkutan untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai.
b.
Kualitas kemampuan tenaga kerja yang bagaimana yang
harus mengisi berbagai bagian dalam organisasi dengan segala jenis latar
belakang pendidikannya.
c.
Sasaan apa saja pada tiap bagian yang ingin
dicapai dan keterkaitan antara bagian-bagian tersebut sehingga dalam mencapai
sasaran organisasi dapat dilakukan secara sistematis.
d.
Pola karier dari para karyawan dalam organisasi
yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi kerja, dan sebagainya.[3]
Namun,
perlu diingat bahwa inti dari pengawasan bukan hanya sebatas pada penilaian
berkaitan dengan berjalan atau tidaknya rencana yang telah ditetapkan, akan
tetapi termasuk tindakan koreksi yang mungkin diperlukan maupun penentuan
sekaligus penyesuaian standar yang terkait dengan pencapaian tujuan dari waktu
ke waktu.
Sementara
itu, yang dimaksud dengan pengendalian manajeman adalah semua usaha perusahaan
yang mencakup metode, prosedur dan strategi perusahaan yang mengacu pada
efisiensi dan efektivitas operasional perusahaan (organisasi), agar dipatuhinya
kebijakan manjemen serta tercapainya tujuan perusahaan (organisasi). Jadi, bisa
dipahami bahwa adanya pengendalian ini dalam rangka mencapai keefektifan dan
keefisiensian kinerja dari organisasi yang dalam pembahasan ini berkenaan
dengan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan dari organisasi. sementara
itu, pengendalian dalam kaitannya dengan akuntansi didefinisikan sebagai
hubungan antara prosedur dan system yang berkaitan dengan pencapaian tujuan
perusahaan (organisasi).[4]
Ernie
Tisnawati dan Kurniawan dalam bukunya yang berjudul Pengantar Manajeman cenderung
menyamakan – atau menyandingkan – antara pengawasan dengan pengendalian dari
suatu organisasi dalam satu pembahasan. Artinya, pengawasan dan pengendalian
adalah satu hal yang memiliki dua sisi. Di atas pun telah disebutkan bahwa
adanta ditetapkannya standar minimal adalah untuk memungkinkan
ketercapaian sasaran-sasaran pada tiap
aspeknya dengan baik dan terkendali. Jadi, dalam pengawasan ada pengendalian,
begitu pun sebaliknya.
2.
Tujuan dari Pengawasan dan Pengendalian
Griffin menyebutkan bahwa
terdapat empat tujuan dari pengawasan ini, seperti yang dikutip Ernie Tisnawati
dan Kurniawan. Keempat tujuan tersebut adalah adaptasi lingkungan, meminimalkan
kegagalan, meminimalkan kegagaln, dan mengantisipasi kompleksitas dari
organisasi itu sendiri.
a.
Adaptasi Lingkungan
Organisasi akan tetap solid jika
organisasi tersebut dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di
lingkungan organisasi baik lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan
eksternal.
b.
Meminimalisir Kegagalan
Semisal dalam suatu perusahaan. Ketika
perusahaan melakukan kegiatan produksi, perusahaan berharap agar kegagalan
seminimal mungkin. katakanlah perusahaan memiliki target produksi 10.000 unit,
maka perusahaan tersebut ingin produksi dapat menghasilkan produk sebanyak yang
diinginkan perusahaan itu. Seandainya ketika bagian produksi ternyata hanya
mampu menghasilkan 9000 unit yang memnuhi standar, dan 1000 unit lagi tidak
memenuhi standar, maka perusahaan mengalami 1000 unit kegagalan dalam produksi,
dan sudah pasti kegagalan tersebut sangat merugikan perusahaan. Oleh karena
itu, dengan menjalankan pengawasan, maka tingkat kegagalan akan dapat
diminimalisir.
c.
Meminumkan Biaya
Selain bertujuan untuk meminimalisir
kegagalan, pengawasan juga mempunyai tujuan untuk meminimumkan biaya. Sebagaimana
contoh di atas, ketika perusahaan mengalami kegagalan sebanyak 1000 unit, maka
akan ada pemborosan biaya sebanyak 1000 unit yang tidak memberikan keuntungan
bagi perusahaan. Oleh jarena itu, pengawasan melalui penetapan standar tertentu
dalam meminimumkan kegagalan dalam produksi misalnya, akan dapat meminimumkan
biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
d.
Antisispasi Kompleksitas Organisasi
Tentunya tiap organisasi ingin selalu
bergerak maju, yakni semakin berkembang. Berkembangnya suatu organisasi tentu
akan membawa dampak pada semakin kompleks masalah yang akan dihadapi. Jika hal
tersebut tidak diatasi, maka sudah dapat dipastikan organisasi tersebut akan
terpuruk di saat kemajuan telah di depan mata. Oleh karena itu, pengawasan
jelas memiliki peranan penting untuk menjamin bahwa kompleksitas tersebut dapat
diantisipasi dengan baik.
3.
Pengendalian Organisasional
Menurut
Ricard L. daft, terdapat tiga pengendalian yang berkaitan dengan organisasional,
yaitu pengendalian umpan maju, pengendalian yang berkesinambungan, dan
pengendalian umpan balik.[5]
a.
Pengendalian Umpan Maju
Pengendalian yang berusaha
mengidentifikasikan dan mencegah penyimpangan-penyimpangan sebelum mereka
muncul. Maksudnya, pengendalian ini berfokus pada sumber daya manusia, materi,
dan keuangan yang masuk ke organiasasi. Tujuannya adalah memastikan bahwa
kualitas masukan cukup tinggi untuk mencegah masalah-masalah ketika organisasi
melaksanakan tugas-tugasnya. Pengendalian ini juga sering disebut pengendalian preliminer
atau preventif.
b.
Pengendalian yang Berkesinambungan
Pengendalian yang mengawasi aktifitas
karyawan yang dilakukan terus menerus untuk memastikan mereka konsisten dengan
standar-standar kinerja.
Pengendalian yang berkesinambungan juga
meliputi pengendalian diri lewat individu-individu yang mengadakan pengendalian
yang berskesinambungan atas perilaku mereka sendiri dikarenakan nilai dan sikap
pribadi.
c.
Pengendalian Umpan Balik
Pengendalian ini juga sering disebut dengan pengendalian
pascatindakan atau hasil. Pengendalian ini berfokus pada hasil-hasil
organisasi khususnya, kualitas dari produk akhir atau layanan. Di Kentucky,
para pengurus sekolah mengadakan pengendalian umpan balik dengan cara
mengevaluasi setiap kinerja sekolah setiap tahunnya.
4.
Langkah-langkah dalam Proses Pengawasan
Dalam
pengawasan, terdapat beberapa langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
a.
Penetapan standar dan metode penilaian kinerja.
b.
Penilaian kinrja
c.
Penilaian apakah kinerja memenuhi standar atau
tidak
d.
Pengambilan tidakan koreksi.[6]
-
Penetapan Standar dan Metode Penilaian
Kinerja
Idealnya,
tujuan yang hendak dicapai suatu organisasi sebaiknya ditetapkan dengan jelas
dan lengkap pada saat perencanaan dilakukan. Terdapat tiga alasan mengapa
tujuan harus jelas, yaitu: (1) sering kali tujuan terlalu bersifat umum
sehingga sulit untuk dinilai saat implementasi dilakukan, (2) berdasarkan
alasan pertama tersebut, sebaiknya tujuan yang ditetapkan memuat standar yang
lebih jelas dinyatakan, dan (3) kejelasan dan kelengkapan tujuan memudahkan
manajemen untuk melakukan komunikasi dalam organisasi, termasuk juga menentukan
metode yang akan digunakan dalam mengevaluasi standar yang telah ditetapkan.
Manajemen akan lebih mudah menjelaskan kepada seluruh pihak dalam organisasi
jika tujuan organisasi dirumuskan dengan jelas.
-
Penilaian Kinerja
Yang
dimaksud dengan penilaian kinerja adalah upaya untuk membandingkan kinerja yang
dicapai dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan semula. Penilaian
kinerja merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan terus menerus dalam
beberapa kegiatan yang hanya dapat dilihat kualitas pekerjaannya saat akhir
dari kegiatan tersebut.
-
Membandingkan Kinerja dengan Standar
Secara
garis besar, ada kemungkinan hasil penilaian yang diambil dari perbandingan
antara kinerja dan standar, yaitu:
Ø
Kinerja > Standar, di mana dalam kondisi ini
organisasi mencapai kinerja yang terbaik karena berada di atas standar yang
ditetapkan.
Ø
Kinerja = Standar, artinya organisasi mencapai
kinerja yang baik, namun pada tingkat yang paling minimum karena kinerjanya
sama dengan standar.
Ø
Kinerja < Standar, berarti dalam kondisi ini
organisasi mencapai kinerja yang buruk atau tidak sesuai dengan yang diharapkan
karena berada di bawah standar.
-
Melakukan Tindakan Koreksi Jika Terdapat
Masalah
Dari
tahap sebelumnya, melalui perbandingan antara kinerja dengan standar, kita
dapat memperoleh informasi dari proses pengawasan yang kita lakukan bahwa
kinerja di atas standar, sama dengan standar, atau di bawah standar. Ketika
kinerja di bawah standar berarti organisasi mendapatkan maslah. Oleh karena itu
organisasi kemudian perlu melakukan pengendalian, yaitu dengan mencari jawaban
mengapa masalah tersebut terjadi, yaitu kinerja di bawah standar, kemudian
perusahaan melakukan tindakan untuk mengoreksi masalah tersebut.
5.
Gejala-gejala yang memerlukan Pengawasan
dan Pengendalian
Sebuah organisasi dituntut untuk tahu
tentang masalah-masalah yang akan dihadapi. Dengan tahu, maka aka nada
upaya-upaya yang akan dilakukan untuk mengatasai masalah-masalah tersebut baik
itu berupa pencegahan (preventive) ataupun pemecahan masalah (problem
solving). Lantas bagaimana agar dapat mengenali adanya masalah kegiatan
organisasi sehingga memerlukan pengawasan dan pengendalian yang lebih intensif?
Salah satunya adalah mengenali secara pasti gejala dari setiap yang dilakukan
oleh organisasi.
Berkaitan dengan hal ini, Kreitner
menberikan keterangan berkaitan dengan gejala yang biasanya menunjukkan perlu
adanya kontrol atau pengawasan dan pengendalian perusahaan (organisasi)
sebagaimana yang dikutip oleh Ernie Tisnawati dan Kurniawan:
-
Terjadi penurunan pendapatan atau profit, namun
tidak begitu jelas faktor penyebabnya.
-
Penurunan kulaitas pelayanan (teridentifikasi
dari adanya keluhan pelanggan.
-
Ketidakpuasan pegawai (teridentifikasi dari
adanya keluhan pegawai, produktifitas kerja yang menurun, dan lain sebagainya).
-
Berkurangnya kas perusahaan (organisasi).
-
Banyaknya pegawai atau pekerja yang menganggur.
-
Tidak terorganisasinya setiap pekerjaan dengan
baik.
-
Biaya yang melebihi anggaran.
-
Adanya penghamburan dan inefisiensi.[7]
Beberapa gejala di atas dapat membantu
organiasisasi untuk mengenali bahwa terdapat masalah yang ada dalam organisasi
yang perlu ditindak lanjuti.
6.
Sistem Pengawasan
Secara
garis besar, Dessler mengemukakan seperti yang dikutip Ernie Tisnawati dan
Kurniawan bahwa terdapat dua pendekatan dalam pengawasan, yaitu: Pertama, system
pengawasan tradisional (traditional control system). Kedua, system
pengawasan yang berdasarkan komitmen (commitment-based control system).[8]
Sistem
Pengawasan Tradisional
Sistem
pengawasan tradional adalah Sistem yang digunkan untuk mempertahankan fungsi
pengawasan melalui prosedur dan kegiatan yang melibatkan penentuan standard an
berbagai upaya untuk mencapai standar tersebut. umumnya, system ini melibatkan
kegiatan monitoring yang bersifat eksternal. Kinerja pegawai diawasi oleh
atasan pegawai, dan seterusnya.
Sistem
Pengawasan yang Berdasarkan Komitmen
Berbeda
dengan system pengawasan tradisional yang lebih menekankan pada sisi
eksternalnya, untuk pengawasan yang berdasarkan pada komitmen ini lebih
ditekankan pada sisi internal dari organisasi.
Berbagai
pendekatan dapat digunakan dalam sistempengawasan ini, diantaranya dengan
menerapkan suatui system keyakinan tertentu dalam budaya kerja perusahaan
(organisasi) atau juga melalui berbagai upaya yang “memaksa” pegawai untuk
membiasakan diri dengan tanggung jawab dan instropeksi diri, diantaranya
mungkin dengan pemberian kepercayaan dan wewenang dalam berbagai aktifitas.
Harapan ke depan dengan pemberian kepercayaan dan wewenang tersebut akan
menjadikan pegawai terbiasa untuk berinisiatif, inovatif, tanggung jawab,
sekaligus juga melakukan koreksi terhadap diri sendiri atau instropeksi diri,
sekiranya ada berbagai penyimpangan yang mungkin dilakukannya.
B.
Riset Sumber Daya Manusia
1.
Pengertian Riset Sumber Daya Manusia
Riset
digunakan untuk memperoleh informasi yang objektif dan konstan. Informasi yang
objektif dan konstan ini sangat diperlukan dalam rangka melakukan pengawasan
dan pengendalian.
Riset
sumber daya manusia (Human Resources Research) adalah kegiatan
menghimpun dan menginvestigasi berbagai fakta yang terkait dengan berbagai
masalah sumber daya manusia guna menghilangkan atau mengurangi masalah yang
terjadi.[9]
Riset
sumber daya manusia juga dapat diartikan sebagai semua kegiatan yang melibatkan
proses perencanaan, pengumpulan, penganalisisan, dan pelaporan informasi dengan
tujuan memperbaiki pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
pengidentifikasian, pemecahan masalah, dan penentuan peluang dalam SDM. Dari
pengertian ini, dapat ditarik beberapa poin utama, yaitu:
a.
Terdiri atas beberapa tahap – merupakan suatu
proses,
b.
Hasil akhir berupa informasi, dan
c.
Ditujukan untuk membantu pengambilan keputusan
manajemen SDM.
2.
Tujuan Riset Sumber Daya Manusia
Secara
umum, riset sumber daya manusia bertujuan memperoleh informasi berkaitan dengan
sumber daya manusia. Selain itu, tujuan riset sumber daya manusia ialah untuk
mengoptimalkan pencapaian tujuan organisasional dan pribadi.[10]
Dalam
riset sumber daya manusia – dan tentunya riset dalam pemahaman umum –
diharapkan mampu memberikan informasi-informasi yang berkualitas, yang dapa
dijadikan “kompas (alat bantu)” pengambilan keputusan. Terdapat beberapa
kriteria yang dapat digunakan untuk menilai bahwa informasi yang didapat
merupakan informasi yang berkualitas atau tidak, diantaranya:
a.
Relevan, yang mempunyai arti bahwa informasi
yang disediakan berhubungan dengan masalah penelitian SDM.
b.
Akurat, menunjukkan tingkat atau derajat
ketetapan informasi yang diberikan.
c.
Reliabel, berarti informasi tersebut dapat
diandalkan/ dipercayai kebenarannya.
d.
Valid, yakni informasi tersebut memiliki
konsistensi.
e.
Aktual, artinya informasi masih baru atau tidak
ketinggalan zaman, sehingga masih sesuai dengan konteks waktu saat keputusan
akan dibuat.
f.
3.
Teknik Riset Sumber Daya Manusia
Teknik
yang biasa digunakan dalam suatu riset adalah studi kasus, survei, umpan balik,
dan eksperimen.[11]
a.
Studi Kasus
Adalah investigasi sebab-sebab yang
mendasari permasalahan tertentu di suatu pabrik, departeman, atau organisasi.
hasil riset diterapkan hanya pada permasalahan tertentu dan tidak dapat
digeneralisasikan.
b.
Survei Umpan Balik
Poin utama dari teknik ini adalah bahwa
survey lebih sering menentukan gejala ketimbang penyebabnya. Umumnya alat yang
digunakan dalam teknik ini adalah kuesioner survey. Di mana pertanyaan survey
dapat bertipe pilihan ganda maupun jawaban berskala yang menanyakan tingkat
persetujuan atau ketidaksetujuan.
c.
Eksperimen
Eksperimen adalah teknik penelitian yang membutuhkan
pengubahan variabel tertentu, sedangkan variabel yang lain dipertahankan secara
konstan. Metode ini menggunakan kelompok kendali dan kelompok eksperimen.
Kelompok kendali (control group) akan terus berjalan sebagaimana
biasanya, sedangkan variabel yang dipilih diubah untuk kelompok eksperimen
4.
Proses Riset
Riset
dapat menghasilkan informasi yang berkualitas jika dicapai dengan mengikuti
proses yang logis. Proses tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mengenali Permasalahan
Mengenali permasalah dalam riset adalah
merupakan hal yang mutlak, karena dalam riset itu sendiri untuk menguraikan
masalah.
b.
Merumuskan Permasalahan
Langkah berikutnya dalam suatu riset
adalah merumuskan rumusan masalah secara jelas.
Rintangan utama yang harus diatasi adalah bahwa permasalahan – bukan
gejalanya – harus ditentukan.
c.
Memilih Metode Investigasi
Metode yang digunakan tergantung pada sifat riset. Namun,
sebagian besar riset sumber daya manusia menggunakan metode kasus dan survey.
d.
Menyeleksi dan Menggunakan Instrumen
Riset yang Tepat
Penyeleksian instrument riset tergantung
dari tujuan riset itu sendiri. Berbagai instrument kuantitatif untuk digunakan
oleh periset sumber daya manusia. Para manajer
tidak perlu menjadi seorang pakar dalam teori statistic untuk memanfaatkan
instrument itu.
e.
Menginterpretasikan Hasil
Orang yang paling dekat dengan
permasalahan harus berpartisipasi dalam menginterpretasikan hasil riset.
Seandainya pihak luar saja yang mencoba untuk melakukan hal ini, maka mereka
sering tiba pada kesimpulan yang aneh.
f.
Mengambil Tindakan
Langkah ini termasuk langkah yang paling
sulit dalam suatu riset. Karena tidak jarang tindakan yang diambil bukan
menyelesaikan masalah, justru menimbulkan masalah baru. Kendatipun demikian,
manfaat riset hanya disadari apabila tindakan diambil untuk memecahkan masalah
yang ada.
g.
Mengevaluasi Tindakan
Upaya riset belum bisa dikatakan tuntas, jika belum sampai
pada evaluasi tindakan yang telah diambil. Evaluasi memerlukan suatu penilaian
yang objektif ikhwal tindakan yang telah memecahkan masalah, dan bagaimana
caranya. Revisi mungkin dibutuhkan, atau bahkan seluruh rancangan riset mungkin
perlu dipikirkan kembali jika pengambilan tindakan ternyata tidak mampu atau
kurang mampu menyelesaikan masalah.
[1] Ernie Tisnawati Sule dan
Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen; Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008), h. 317
[2] Sadili Samsudin, Manajemen
Sumber Daya Manusia,cet.3 (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), h. 299
[3] Ibid, h. 300
[4] Thomas Sumarsan, Sistem
Pengendalian Manajemen: Konsep, Aplikasi, dan Pengukuran Kinerja,cet. 1,
(Jakarta:
Indeks, 2010), h. 3
[5] Richard L. Daft, Manajemen;
Edisi 6 Buku 2, terj. Diana Angelica, (Jakarta: Salemba Empat, 2003), h. 526
[6] Ernie Tisnawati Sule dan
Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen; Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008), h. 321
[7] Ibid, h. 326
[8] Ibid, h. 344
[9] Sadili Samsudin, Manajemen
Sumber Daya Manusia,cet.3 (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), h. 300
[10] Sadili Samsudin, Manajemen
Sumber Daya Manusia,cet.3 (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), h. 300
[11] Sadili Samsudin, Manajemen
Sumber Daya Manusia,cet.3 (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), h. 304
0 Response to "Pengawasan, Pengendalian, dan Riset SDM (Sumber Daya Manusia)"
Post a Comment