PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN RUANG LINGKUP PAI
Pengertian pendidikan secara umum adalah “(education’s) major focus is (or ought to be) on ac attifact called “practice”... it is marriage of theoritical knowledge with practical action which characterizes education (along with medicine, law, and other “profesional fields”) and requires a philosophical perspective or its own.”[1]
Banyak orang yang memperdebatkan tentang makna dari Pendidikan Agama Islam dengan Pendidikan Islam. Kedua istilah ini biasanya dipahami sebagai sesuatu yang sama. Jadi, ketika seseorang membicarakan tentang pendidikan Islam ternyata isinya terbatas pada pendidikan agama Islam, begitu juga sebaliknya ketika seseorang membicarakan pendidikan agama Islam justru yang dibahas adalah pendidikan Islam. Padahal jika dipahami lebih mendalam lagi, kedua istilah ini mempunyai perbedaan.
Dalam permasalahan ini, Ahmad Tafsir (2004) memberikan pemahaman tentang substansi dari dua istilah di atas. Tafsir membedakan antara pendidikan agama islam (PAI) dan pendidikan Islam. PAI dibakukan menjadi kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan ”Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah ajaran Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. Kata ”pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal ini PAI sejajar atau sekategori dengan pendidikan Matematika (nama mata pelajarannya adalah Matematika), pendidikan Biologi (nama mata pelajarannya adalah Biologi) dan seterusnya.[2] Bisa diambil kesimpulan jika ketika PAI dilihat sebagai suatu usaha-usaha mengajarkan agama Islam, maka penggunaan istilah Pendidikan Agama Islam ini tidaklah efektif dengan alasan jika mata pelajaran yang mengajarkan agama Islam ini disebut PAI, seharusnya mata pelajaran yang mengajarkan Matematikapun diberi nama ”pendidikan Matematika”.[3]
Adapun mengenai pendidikan Islam, lebih lanjut Tafsir menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah nama dari sebuah sistem,yaitu sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya Muslim yang diidealkan. Pendidikan Islam ialah pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan Hadist.[4] Setelah melihat penjelasan di atas, maka penulis sepakat bahwa Pendidikan Islam adalah sebuah pendidikan yang teori-teorinya berdasarkan al-Qur’an dan Hadist.
Hakikat dari pendidikan Islam adalah proses perubahan menuju ke arah yang positif. Pendidikan dalm konteks perubahan ke arah yang positif ini identik dengan kegiatan dakwah yang biasanya dipahami sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat.[5] Pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan Tuhan yang secara kenaiban dipandu oleh kitab suci al-Qur’an. Pada hakikatnya, pelaksanaan pendidikan Islam pada awal kebangkitannya digerakkan oleh iman dan komitmen yang tinggi terhadap ajaran agamanya.[6] Jadi, esensi dari pendidikan Islam ini adalah terletak pada kriteria iman dan komitmennya terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Senada dengan pernyataan di atas, Ahmad D. Marimba juga mendefinisikan pendidikan Islam adalah suatu bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[7] Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam mempunyai tiga aspek di dalamnya, pertama, adalah merupakan bimbingan bagi pengembangan kemampuan jasmani dan rohani; kedua, pengembngan ini diarahkan berdasarkan ajaran Islam, yang bersumber dari al-Qur’an, al-Sunnah, dan ijtihad; ketiga, usaha-usaha tersebut bertujuan membentuk Muslim yang ideal menurut ukuran-ukuran Islam.
B. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam
Ahmad tafsir mengatakan bahwa mendefinisikan pendidikan bukanlah sesuatu yang mudah. Menurutnya ada dua faktor yang menjadikan perumusan dari definisi pendidikan itu sulit: (1) banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan; (2) luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan.[8] Tidak hanya aspeknya saja yang luas cakupannya, namun ruang lingkup dari pendidikan itu sendiri juga sangat luas, tidak terkecuali pendidikan Islam.
Berbicara tentang pendidikan tentu tidak terlepas dari sosok manusia. Ketika membicarakan manusia tentu tidak terlepas pula dari kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan, manusia sebagai individu dan manusia sebagai makhluk sosial. Pernyataan di atas mengacu pada pendapat Zakiah Daradjad dan Noeng Muhadjir, ”konsep pendidikan Islam mencakup kehidupan manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan dan mementingkan segi aqidah (keyakinan), ibadah (ritual), dan akhlak (norma-etika) saja, tetapi jauh lebih luas dan dalam dari semua itu.[9] Para pendidik Islam pada umumnya memiliki pandangan yang sama bahwa pendidikan Islam mencakup berbagai bidang: (1) keagamaan, (2) aqidah dan amaliah, (3) akhlaq dan budi pekerti, (4) fisik-biologi, eksak, mental-psikis, dan kesehatan.[10]
Di atas adalah ruang lingkup pendidikan Islam. Begitu pula dengan Pendidikan Agama Islam juga menekankan pada keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Melihat pernyataan ini maka dapat dikatakan ruang lingkup pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Al-Qur’an dan hadist sebagai sumber ajaran Islam;
2. Aqidah;
3. Akhlaq;
4. Fiqih;
5. Tarikh dan Kebudayaan Islam.[11]
Al-Qur’an dan Hadist
Al-Qur’an dan Hadist adalah sumber pokok ajaran-ajaran dalam agama Islam. Tujuan manusia adalah mencari kebahagiaan baik di dunia dan akherat, dan di dalam al-Qur’an dan Hadist itu terdapat petunjuk untuk mencapai kebahagiaan tersebut.
Secara bahasa al-Qur’an berarti ”bacaan”, sedangkan secara istilah berarti kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril yang disampaikan kepada kita secara mutawattir dan membacanya merupakan ibadah.
Adapun hadist secara bahasa memiliki arti ”sesuatu yang baru”, sedangkan pengertian Hadist secara istilah menurut ahli Hadist adalah:
اقوال انبي صلى الله عليه وسلم وافعاله واحواله وقال الاخر : كل ما اثر عن النبي صلي الله عليه وسلم من قول ا وفعل او اقرار
Artinya: “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang nabi Muhammad SAW., sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi baik berupa perkatan, perbuatan, maupun ketetapannya.”
Yang termasuk hal ihwal dalam definisi di atas ialah segala sesuatu yang diriwayatkan dari nabi yang berkaitan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaannya.[12]
Aqidah
Istilah aqidah di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan pikiran yang mantap, benar maupun salah. Keputusan yang benar disebut aqidah yang benar, sedangkan keputusan yang salah disebut aqidah yang batil.[13] Aqidah yang benar misalnya aqidahnya orang Islam tentang ke-Esa-an Allah, sedangkan aqidahnya orang Nashrani yang menyatakan bahwaAllah itu terdiri dari tiga oknum (trinitas) adalah aqidah yang salah.
Adapun yang dimaksud dengan Aqidah Islam adalah kepercayaan yang mantap kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, qadar yang baik dan buruk, serta seluruh muatan al-Qur’an al-Karim dan al-Sunnah al-Shohihah berupa pokok-pokok agama.[14] Bisa diambil kesimpulan bahwa Aqidah Islam adalah kepercayaan yang harus diakui orangmukmin tentang kebenarannya berdasarkan dalil aqli dan juga dalil naqli. Dasar dari Akidah Islam ini terdapat di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 285, serta hadist riwayat Muslim yang berbunyi:
ان تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسوله واليوم الخر وتؤمن بالقدر خيره وشره (رواه مسلم)
Artinya: “Hendaklah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada qadar ketentuan baik dan buruk”.
Akhlaq
Akhlaq ini mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah, yang sudah kita bahas sebelumnya. Adanya hubungan ini dikarenakan aqidah adalah gudang akhlaq yang kokoh. Akhlaq mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlaq yang luhur.[15] Akhlaq mendapatkan perhatian istimewa dalam Islam. Rasulullah SAW. bersabda:
انما بعت لاتمم مكارم الخلاق
Artinya: “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”
Adapun makna dari akhlaq itu sendiri menurut ulama akhlaq, antara lain sebagai berikut.
Pertama, ilmu akhlaq adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia, lahir dan batin.
Kedua, ilmu akhlaq adalah pengetahuan yang memnerikan pengertian baik dan buruk, ilmu yang mengatur pergaulan manusia dan menentukan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.[16]
Dalam Islam, ukuran baik buruknya sesuatu ditentukan di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Jika menurut al-Qur’an dan al-Sunnah baik, maka itulah yang baik. Sebaliknya, jika menurut al-Qur’an dan al-Sunnah buruk, maka itulah yang buruk. Pernyataan ini didukung oleh pernyataan Aisyah R.A. ketika ditanya tentang akhlaq Rasulullah, ia menjawab:
كان خلقه القران
Artinya: ”Akhlaq Rasulullah ialah al-Qur’an.”
Al-Qur’an menggambarkan aqidah orang-orang beriman, kelakuan mereka yang mulia dan gambaran kehidupan mereka yang tertib, adil, luhur, dan mulia. Tidak salah jika sosok nabi Muhammad dijadikan contoh yang paling tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk pribadi yang akhlaqul karimah seperti yang difirmankan Allah dalam surat al-Ahzab [33]: 22 yang artinya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Pada dasarnya, tujuan pokok akhlaq adalah agar setiap muslim berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai atau beradat-istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Di samping itu, setiap muslim yang berakhlaq baik dapat memperoleh hal-hal berikut: pertama, ridlo Allah (Q.S. al-A’raf [7]: 29); kedua, kepribadian muslim (Q.S. Fushshilat [41]: 33); dan ketiga, perbuatan yang mulia dan terhindar dari perbuatan tercela.[17]
Berdasarkan objeknya, akhlaq dibedakan menjadi dua: akhlaq kepada khaliq dan akhlaq kepada makhluk. Akhlaq kepada makhluk ini terbagi menjadi: (1) akhlaq terhadap Rasulullah, (2) akhlaq terhadap keluarga, (3) akhlaq terhadap diri sendiri, (4) akhlaq terhadap sesama/ orang lain, dan (4) akhlaq terhadap lingkungan alam.[18]
Fiqih
Kata ”fiqh” secara etimologis berarti paham yang mendalam. Secara definitif, fiqih berarti ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili. Sedangkan al-Amidi memberikan definisi fiqih yang berbeda yaitu ilmu tentang seperangkat hukum-hukum syara’ yang bersifat furu’iyyah yang berhsil didapatkan melalui penalaran atau istidlad.
Dari kedua definisi di atas dapat ditemukan bahwa fiqih adalah:
a) Ilmu tentang hukum Allah;
b) Yang dibicarakan adalah hal-hal yang bersifat ’amaliyyah-furu’iyyah;
c) Pengetahuan tentang hukum Allah itu didasarkan pada dalil tafsili;
d) Fiqih itu digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau faqih;
Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan fiqih adalah dugaan kuat yang dicapai seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Allah.[19]
Tarikh dan kebudayaan Islam
Tarikh dan kebudayaan Islam meliputi sejarah arab pra-Islam; kebangkitan nabi yang di dalamnya menjelaskan keberadaan nabi sebagai pembawa risalah; pengaruh Islam dikalangan bangsa Arab; Khulafaur Rasyidin; berdirinya Daulah Amawiyah; pergerakan politik dan agama serta berbagai motifnya yang sangat berpengaruh terhadap politik, agama, kesusastraan, kemasyarkatan, dan lain-lain; kebudayaan dan seni.[20]

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan, bahwa:
1. Pendidikan Agama Islam dengan Pendidikan Islam ternyata memiliki perbedaan yang signifikan. Pendidikan Agama Islam lebih terarah kepada mendidik agama Islam, sedangkan Pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang teori-teorinya diambil dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
2. Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi: keagamaan, aqidah dan amaliah, akhlaq dan budi pekerti, fisik-biologi, eksak, mental-psikis, dan kesehatan. Sedangkan ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi: Al-Qur’an dan hadist sebagai sumber ajaran Islam, aqidah, akhlaq, fiqih, tarikh dan Kebudayaan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002).
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987), hlm. 25
Mudasir, Ilmu Hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 2008).
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010).
Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKiS, 2009).
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997).
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007).
.
[1] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987), hlm. 25
[2] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 6.
[5] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKiS, 2009), hlm. 18
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm 26.
[9] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Yogyakarta:LKiS, 2009), hlm. 21
[10] Ibid., hlm. 22
[11] http:/os2kangkung.blogspot.com/2010/10/standar-isi-pelajaran-agama-islam-smama.html
[12] Mudasir, Ilmu Hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 13-14
[13] Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 13.
[14] Ibid, hlm. 14
[15] Ibid,. hlm. 201.
[16] Ibid,. hlm. 206
[17] Ibid,. hlm. 211-212
[18] Ibid,. hlm. 213
[19] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 2-4
tak copy zaq
ReplyDelete